SAMARINDA. Permasalahan izin usaha pertambangan (IUP) yang diduga palsu berbuntut panjang. Selasa (12/7) kemarin, DPRD Kaltim melalui Komisi III dan Komisi I melakukan Rapat Dengar
Pendapat (RDP) dengan Dinas ESDM dan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim.
Rapat tersebut membahas beberapa hal, termasuk masalah 21 IUP yang tidak tercatat di database ESDM dan DPMPTSP, Jaminan Reklamasi (Jamrek), hingga persoalan penyaluran dana CSR di Kaltim.
Ketua Komisi III DPRD Kaltim Verydiana H Wang didampingi Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu dan anggota komisi, serta Kepala Dinas PMPTSP Puguh Harjanto dan Kabid Mineral Dinas
ESDM Azwar Busra, tampak serius membahas persoalan tersebut.
Usai memimpin rapat, Verydiana H Wang mengatakan, DPRD Kaltim bersama dengan Pemprov Kaltim harus bekerjasama untuk mengatasi persoalan pemalsuan dokumen, sehingga persoalan ini
tidak berlarut-larut.
“Komisi III dan I akan menyampaikan kepada pimpinan untuk mengambil tindaklanjut dari hasil rapat kita. Apakah itu nanti akan menjadi pansus atau bentuk lainnya, nanti kami akan serahkan kepada
pimpinan untuk dilakukan rapat pimpinan dalam mengambil sikap,” ujarnya.
Senada, Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu, mengatakan bahwa apa yang disampaikan Ketua Komisi III itu benar, persoalannya berawal dari carut-marutnya IUP yang diduga ilegal atau
tidak terdata di Dinas ESDM maupun DPMPTSM.
“Semuanya ada 21 IUP yang diduga bermasalah. Nah, tadi jelas bahwa dalam rangka menyelesaikan ini semua, kami di komisi I dan III membuat notulen rapat untuk merekomendasikan kepada
pimpinan bahwa supaya ini dibentuk pansus,” kata Bahar
Kenapa harus dibentuk Pansus? Ketua Fraksi PAN DPRD Kaltim ini menjelaskan, bahwa tujuan dibentuk pansus yakni untuk mengurai akar permasalahan dan mencari solusinya. “Menurutu kami
ini masalah yang luar biasa, pasalnya ada dokumen yang didalamnya tertulis nomor surat serta dibubuhkan tandatangan gubernur, ini diduga dipalsukan,” jelas Bahar.
Sementara itu, Kepala Dinas PMPTSP Puguh Harjanto mengatakan, untuk kewenangan sektor pertambangan batubara saat ini telah beralih ke pemerintah pusat. “Dan jaminan reklamasi
seluruhnya, sudah diserahkan ke Kementerian ESDM,” sebut dia.
Terkait dengan 21 IUP yang diduga bermaslah, dan dua surat pengantar gubernur yang sempat berpolemik, Puguh mengaku bahwa hal itu tidak pernah berproses di DPMPTSP. “Pada prinsipnya
dalam mengurai hal tersebut, kami sangat sependapat dan sejalan dengan DPRD agar ini bisa clear dan juga di lapangan agar ini juga tidak menjadi bias,” jelasnya. (adv/hms6)