Sejarah DPRD

Senin, 12 April 2021 5860
Sejarah Singkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) baru terbentuk pada tanggal 1 Januari 1957. Patokan yang dipakai adalah sejak tahun baru 1957 itulah pertama kali terisi adanya pemimpin pemerintahan provinsi, yakni mantan Residen A.P.T. Pranoto telah menduduki atau diangkat menjadi penjabat Gubernur, dengan istilah Acting Gubernur.

Tanggal 12 Januari 1957, semestinya menjadi tonggak penting bagi perjalanan kehidupan pemerintahan berhaluan demokrasi di Kaltim. Hari itu, Menteri Dalam Negeri Mr. Soenarjo, sampai harus datang ke Samarinda. Itulah saat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), salah satu perangkat sekaligus symbol sejarah demokrasi dalam pemerintahan Provinsi ini. Pada tanggal tersebut, sebanyak 30 tokoh perwakilan partai politik dilantik Mendagri menjadi wakil rakyat Provinsi Kaltim yang pertama kali. Mereka dilantik tiga hari setelah peresmian status Provinsi Kaltim pada 9 Januari 1957. Masa ini adalah masa pemerintahan pusat mempraktikkan sistem parlementer, dimana kepala pemerintahan dijabat Perdana Menteri. Pembentukan Provinsi dan DPRD Kaltim pertama ini berlangsung pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo II.

Sistem rekrut menanggota DPRD masa ini boleh dikata amat sederhana. Tanpa harus menjadi Calon Anggota Legislatif atau Caleg seperti halnya pada pemilu sekarang. Cara penetapan keanggotaannya merujuk hasil Pemilihan Umum (Pemilu) dua tahun sebelumnya. Dari Pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955, diketahui misalnya berapa perolehan suara Partai Nasional Indonesia (PNI) dan seterusnya. Dari perolehan suara partai hasil Pemilu 1955 itu, maka dapat diperoleh patokan untuk menentukan suatu partai dapat berapa kursi di DPRD Peralihan Provinsi Kaltim. Pimpinan partai kemudian menetukan kader-kadernya untuk diusulkan menjadi anggota DPRD. Sebutan panjang DPRD pada masa ini adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peralihan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Timur. Tapi lebih popular dengan istilah DPRD Peralihan.

Pimpinan Dewan Propinsi Kaltim pertama ada dua kursi. Tokoh PNI Azis Samad, terpilih sebagai Ketua DPRD Kaltim pertama kali. Ia didampingi wakil ketua Basri Mochtar dari NU. pada bulan Februari 1958 sudah digelar pemilihan anggota DPRD di seluruh Indonesia, baik untuk Daerah Swatantra I (Provinsi) maupun Daerah Swatantra II (Kabupaten). Usia DPRD Kaltim periode pertama berakhir pada bulan Juni 1958.
Banjir Kepung Samarinda, DPRD Kaltim Minta Pemprov Turun Tangan
Berita Utama 15 Mei 2025
0
SAMARINDA. Banjir kembali melumpuhkan sejumlah wilayah di Samarinda termasuk di daerah Loa janan ilir. Tak hanya merendam permukiman, genangan juga memutus akses jalan utama seperti di kawasan HM Rifadin, hingga menyebabkan kemacetan panjang dan kebutuhan pembukaan dapur umum di beberapa titik. DPRD Kalimantan Timur pun angkat bicara, mendesak pemerintah provinsi segera turun tangan. Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, minta Pemprov Kaltim turun tangan membantu, karena banjir sejak Senin siang (12/5/2025) sampai hari Selasa, nyaris melanda seluruh wilayah Samarinda. “Ini kan banjir nih, hampir seluruhnya kena, Bahkan di pinggiran juga terdampak. Ada jalan yang sampai putus di HM Rifadin, jadi akses timbul kemacetan panjang. Sampai sekarang pun masih macet, dapur umum masih aktif di beberapa lokasi seperti Loa Janan. Itu salah satu yang terparah,” ujar Darlis. Darlis menilai kondisi ini bukan hanya akibat cuaca ekstrem, melainkan kombinasi berbagai faktor, termasuk kemungkinan dampak dari aktivitas pertambangan di sekitar wilayah samarinda. “Ya, curah hujan memang tinggi, hampir seluruh Kalimantan Timur terdampak. Tapi kita juga tak bisa tutup mata terhadap aktivitas di daerah-daerah hulu, seperti tambang. Samarinda ini kan berada di daerah aliran sungai, jadi air dari luar kota juga ikut mengalir deras ke sini. Debit air yang masuk luar biasa besarnya,” tegasnya. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga menyebut bahwa peristiwa banjir kali ini mencerminkan persoalan sistemik, yang membutuhkan penanganan lintas sektor dan lintas kewenangan. “Kita prihatin, dan ini bukan hanya persoalan Pemerintah Kota Samarinda semata. Ini tanggung jawab bersama. Pemerintah provinsi harus menjadikan ini sebagai perhatian utama karena dampaknya sudah meluas ke berbagai kabupaten dan kota,” jelas Darlis. Menurutnya, cuaca ekstrem, buruknya sistem drainase, hingga alih fungsi lahan di kawasan hulu harus dikaji sebagai penyebab utama yang memicu luapan air. Ia juga menilai bahwa penanganan banjir tak bisa lagi bersifat reaktif. “Kondisi Samarinda sekarang itu multi-efek. Cuacanya ekstrem, wilayah terdampaknya luas, aliran sungainya besar, dan banyak faktor lain. Karena itu, kita perlu solusi jangka panjang, bukan hanya tanggap darurat sesaat,” imbuhnya. Darlis pun meminta agar Pemprov Kaltim segera menyiapkan skema penanganan komprehensif, termasuk evaluasi perizinan tambang, perbaikan sistem drainase, dan pembangunan infrastruktur penahan banjir di titik-titik rawan. “Ini ibu kota provinsi, pusat aktivitas. Tidak bisa dibiarkan terus-menerus seperti ini. Kalau semua daerah sekitar hujan deras, otomatis Samarinda jadi muara airnya. Maka wajar kalau banjir jadi luar biasa, tapi kita juga harus siapkan antisipasi luar biasa,” ungkapnya.(hms/7)