BERAU – Komitmen pemerintah provinsi dan legislatif Kalimantan Timur dalam mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat kembali diwujudkan lewat kunjungan kerja bersama di Kabupaten Berau, Rabu (16/07) lalu. Dua titik strategis menjadi fokus kegiatan, yakni Rumah Sehat Baznas (RSB) Berau dan Gedung UPTD Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (PPRD) Bapenda Kaltim Wilayah Berau. RSB dipandang sebagai manifestasi pelayanan kesehatan berbasis filantropi dan inklusi sosial, sementara UPTD PPRD hadir untuk menjawab tuntutan efisiensi dan transparansi dalam tata kelola fiskal daerah. Kedua fasilitas ini diharapkan tak sekadar memperluas layanan, tetapi mampu memperdalam dampak sosial dan kemandirian daerah.
Anggota DPRD Kaltim yang turut hadir, Syarifatul Sya’diah, Apansyah, dan Husin Djufrie menyuarakan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap arah pembangunan, termasuk jaminan keberlanjutan dan keberdayaan sistem layanan yang dibangun. Syarifatul Sya’diah menegaskan bahwa kehadiran dua fasilitas tersebut menggambarkan komitmen pemerintah, namun perlu ditindaklanjuti dengan desain sistemik yang mampu menjawab tantangan riil masyarakat.
“Kami apresiasi atas keberadaan RSB dan UPTD PPRD. Tapi yang lebih penting adalah memastikan program tidak berhenti pada seremoni. Dibutuhkan rencana jangka panjang, SDM yang terlatih, serta integrasi dengan sistem daerah agar fasilitas ini berdampak secara struktural dan sosial,” kata dia.
Lebih lanjut, politisi Golkar ini menyoroti risiko stagnasi kebijakan sosial jika tidak dibarengi dengan mekanisme pengawasan yang adaptif.
“Pemerintah tidak cukup membangun gedung atau menciptakan program. Harus ada audit keberlanjutan, terutama pada fasilitas fiskal seperti UPTD PPRD. Jangan sampai modernisasi hanya tampak di permukaan, tapi tak memudahkan masyarakat,” sebutnya.
Senada dengan itu, Apansyah memperkuat sikap DPRD sebagai mitra strategis yang tak hanya mendukung inovasi, tetapi juga memastikan keadilan distribusi dan efektivitas program.
“Kami akan terus dorong agar inisiatif seperti ini direplikasi di wilayah lain,” bebernya. “Namun kami juga akan mengawal pelaksanaannya. Ada anggaran yang digelontorkan, maka harus ada hasil yang dapat dirasakan masyarakat. Orientasi pembangunan harus bergeser dari fisik ke fungsi,” tambah dia.
Lain pihak, Husin Djufrie menegaskan bahwa kehadiran DPRD dalam kunjungan kerja bukan pelengkap, melainkan penyeimbang demokrasi daerah melalui fungsi pengawasan yang
melekat.
“Kami hadir bukan hanya untuk menyaksikan, tetapi untuk memastikan. Pelayanan publik harus terukur dampaknya. Bangunan megah tidak berarti, jika tidak berfungsi secara
maksimal,” jelas Husin.
Kritik dan masukan konstruktif dari anggota DPRD Kaltim menjadi penanda bahwa sinergi antara eksekutif dan legislatif harus disertai evaluasi yang transparan dan keberanian melakukan koreksi. Kunjungan kerja ini menjadi momentum konsolidasi gagasan, bahwa pelayanan publik bukan sekadar program, tetapi komitmen untuk menghadirkan keadilan sosial dan efisiensi tata kelola hingga ke akar kebijakan. (adv/hms6)
Anggota DPRD Kaltim yang turut hadir, Syarifatul Sya’diah, Apansyah, dan Husin Djufrie menyuarakan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap arah pembangunan, termasuk jaminan keberlanjutan dan keberdayaan sistem layanan yang dibangun. Syarifatul Sya’diah menegaskan bahwa kehadiran dua fasilitas tersebut menggambarkan komitmen pemerintah, namun perlu ditindaklanjuti dengan desain sistemik yang mampu menjawab tantangan riil masyarakat.
“Kami apresiasi atas keberadaan RSB dan UPTD PPRD. Tapi yang lebih penting adalah memastikan program tidak berhenti pada seremoni. Dibutuhkan rencana jangka panjang, SDM yang terlatih, serta integrasi dengan sistem daerah agar fasilitas ini berdampak secara struktural dan sosial,” kata dia.
Lebih lanjut, politisi Golkar ini menyoroti risiko stagnasi kebijakan sosial jika tidak dibarengi dengan mekanisme pengawasan yang adaptif.
“Pemerintah tidak cukup membangun gedung atau menciptakan program. Harus ada audit keberlanjutan, terutama pada fasilitas fiskal seperti UPTD PPRD. Jangan sampai modernisasi hanya tampak di permukaan, tapi tak memudahkan masyarakat,” sebutnya.
Senada dengan itu, Apansyah memperkuat sikap DPRD sebagai mitra strategis yang tak hanya mendukung inovasi, tetapi juga memastikan keadilan distribusi dan efektivitas program.
“Kami akan terus dorong agar inisiatif seperti ini direplikasi di wilayah lain,” bebernya. “Namun kami juga akan mengawal pelaksanaannya. Ada anggaran yang digelontorkan, maka harus ada hasil yang dapat dirasakan masyarakat. Orientasi pembangunan harus bergeser dari fisik ke fungsi,” tambah dia.
Lain pihak, Husin Djufrie menegaskan bahwa kehadiran DPRD dalam kunjungan kerja bukan pelengkap, melainkan penyeimbang demokrasi daerah melalui fungsi pengawasan yang
melekat.
“Kami hadir bukan hanya untuk menyaksikan, tetapi untuk memastikan. Pelayanan publik harus terukur dampaknya. Bangunan megah tidak berarti, jika tidak berfungsi secara
maksimal,” jelas Husin.
Kritik dan masukan konstruktif dari anggota DPRD Kaltim menjadi penanda bahwa sinergi antara eksekutif dan legislatif harus disertai evaluasi yang transparan dan keberanian melakukan koreksi. Kunjungan kerja ini menjadi momentum konsolidasi gagasan, bahwa pelayanan publik bukan sekadar program, tetapi komitmen untuk menghadirkan keadilan sosial dan efisiensi tata kelola hingga ke akar kebijakan. (adv/hms6)