Tinjau Realisasi CSR, PPM, dan Jamrek

Senin, 6 Februari 2023 241
TINJAU : Rombongan Pansus Investigasi Pertambangan DPRD Kaltim saat melakukan kunjungan ke sejumlah perusahaan pertambangan di Kabupaten Kutai Barat.
KUTAI BARAT – Guna memastikan realisasi Coorporate Social Responsibility (CSR), Pengembangan dan Pemberdayaan Manusia (PPM), dan Jaminan Reklamasi (Jamrek) dari perusahaan pertambangan, Panitia Khusus (Pansus) Investigasi Pertambangan (IP) DPRD Kaltim melakukan kunjungan kerja ke sejumlah perusahaan pertambangan di Kabupaten Kutai Barat (Kubar), belum lama ini.

Kunjungan pansus dipimpin oleh Wakil Ketua Pansus IP M Udin, didampingi sejumlah anggota pansus dalam hal ini, Agiel Suwarno, Abdul Kadir Tappa, Safuad, Marthinus, Sutomo Jabir, Mimi Meriami BR Pane. Sementara pansus juga didampingi pihak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DPMPTSP Kaltim, Awang Rama, Kasi Pemeliharaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim, Yudha Harfani, serta Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah IV.

Pada kunjungan kerja kali ini, pansus mendatangi sejumlah perusahaan pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Kubar, seperti, PT Gunung Bayan Pratama Coal, PT Fajar Sakti Prima, PT Trubaindo Coal Mining, PT Teguh Sinar Abadi, dan PT Firman Ketaun Perkasa.

Ada tiga hal penting yang menjadi pembahasan dalam kunjungan pansus ke perusahaan pertambangan kali ini, yakni CSR, PPM hingga Jamrek. “Ada tiga hal yang menjadi fokus kami di pansus, seperti CSR, PPM dan Jamrek. Poin ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi setiap perusahaan. Sehingga, kita sebagai perpanjangan tangan dari masyaakat harus memberikan informasi sudah kah ini terealisasi dengan baik,” ujar Udin.

Bukan tanpa alasan, ia menanyakan realisasi bantuan dari perusahaan kepada masyarakat yang ada di sekitaran perusahaan. Pasalnya, belum lama ini timbul sebuah persoalan bahwa ada salah satu perusahaan pertambangan di Kaltim memberikan bantuan yang diduga CSR ataupun PPM kepada masyarakat atau lembaga yang ada di luar Kaltim.

“Aduan itu ada sampai kepada kami, bahwa salah satu perusahaan pertambangan yang ada di Kaltim mengeluarkan CSR-nya ke perguruan-perguruan tinggi yang ada di luar Kaltim dengan nomila mencapai 200 miliar,” terang Udin.

Hal ini tentu saja miris, melihat kondisi pendidikan di Kaltim butuh bantuan pendanaan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di darah. “Atas dasar itu lah, kami di pansus harus memastikan bahwa penyebaran bantuan dari perusahaan harus mempriortaskan penyebarannya di wilayah kerja perusahaan. Tentu saja, dalam hal ini Kalimantan Timur,” tegas Politis Golkar ini.

Hal senada disampaikan Sutomo Jabir. Menurut dia, perjalanan pansus ke Kabuapten Kubar ini banyak hal yang menjadi perhatian, terutama mengenai proses Reklamasi. Artinya dalam setiap kegiatan perusahaan tentu menimbulkan banyak kerusakan lingkungan akibat bukaan lahan atau open pit. “Sehingga kita tentu meminta kepastian jaminan, bagaimana penyelesaian nya pasca tambang ini nanti,” sebut dia.

Diantara perusahaan yang dikunjungi pansus, ada sudah beberapa perusahaan juga yang sudah menjelang masa pasca tambang. Artinya cadangannya batu baranya sudah tidak besar lagi, sehingga akan memasuki masa pasca tambang.

“Sehingga kita harus pastikan, jaminan dari perusahaan Itu untuk menyelesaikan tugasnya, baik reklamasi maupu menutup void yang sudah tidak produktif. Kemudian, yang produktif itu potensinya seperti apa, dan model pemanfaatannya seperti apa, serta bagaimana komunikasinya dengan pemerintah daerah untuk memanfaatkan lubang itu, harus disampaikan,” jelas pria yang akrab disapa Tomo ini.

Untuk itu, lanjut dia, jika lubang tambang tidak ada manfaat yang diperoleh kedepan, wajib dan harus ditutup. “Kita juga memastikan, jaminan pascatambang sudah terbayar semua sebelum memasuki masa pasca tambang,” ujarnya.

Termasuk program CSR atau PPM, Tomo ingin perusahaan harus memenuhi beberapa unsur. Jumlahnya sesuai dengan kewajibannya, realisasinya sesuai dengan kewajibannya, kemudian dilakukan realisasi tidak hanya sekedar menggugurkan kewajiban. “Harus melalui perencanaan yang matang, yang berdampak kepada masyarakat. Sehingga bisa dilakukan secara kontinu untuk menciptakan masyarakat yang mandiri setelah tambang ini nantinya selesai,” harap Politisi PKB ini.

Sehingga, kegiatan-kegiatan dalam bentuk pemberdayaan ekonomi, pembinaan sumber daya manusia di sekitar tambang, kesehatan dan sebagainya semua menjadi prioritas dari kegiatan PPM sesuai dengan amanat undang-undang.

“Yang jelas program PPM itu tujuannya adalah bagaimana kemudian menciptakan mental mandiri  setelah tambang ini sudah tidak ada. Sehingga tidak boleh juga perusahaan itu hanya sekedar memberikan bantuan kemudian menggugurkan kewajiban, kemudian meninggalkan. Tetapi itu harus betul-betul dikawal supaya dapat berjalan secara berkesinambungan, sehingga menjadi mata pencaharian ataupun pendapatan masyarakat setelah tambang ini tidak ada,” tandasnya. (adv/hms)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)