Komisi III DPRD Kaltim Desak Perusahaan Tambang Bangun Jalan Sendiri

Jumat, 8 Agustus 2025 9
Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Abdulloh, menegaskan perusahaan tambang wajib bangun jalur sendiri sebelum gunakan jalan umum.
SAMARINDA. Ketua Komisilll Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Abdulloh, menegaskan perusahaan tambang di Kaltim tidak boleh lagi menggunakan jalan umum sebelum membangun jalur sendiri. Hal ini disampaikan usai menindaklanjuti laporan masyarakat terkait kerusakan jalan akibat aktivitas kendaraan tambang.

Menurutnya, praktik penggunaan jalan umum oleh perusahaan tambang selama ini sering menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat. Jalan rusak, kecelakaan meningkat, hingga konflik sosial tak terhindarkan.

“Jalan umum tidak boleh dipakai sembarangan oleh perusahaan tambang. Sebelum mereka membangun jalan sendiri izin tidak bisa diberikan. Regulasi harus ditegakkan supaya masyarakat tidak dirugikan, ”tegasnya

Dia mencontohkan kasus di Muara Kati Kutai Kartanegara, di mana konflik serius sempat terjadi akibat jalan hancur oleh truk tambang. Hal serupa juga pernah muncul di wilayah operasional KPC (Kaltim Prima Coal).

“Seperti di KPC contohnya, mereka sedang membangun jalan sepanjang 12, 7 kilometer sebelum menggunakan jalan nasional sepanjang 17, 8 kilometer,” katanya.

“Itu langkah yang benar. Jangan sampai perusahaan hanya ambil untung sementara masyarakat yang menanggung kerugiannya,“ Sambungnya.

La menambahkan, tanah warga yang dilalui jalur tambang juga wajib di ganti rugi dengan layak.

“Tidak boleh ada masyarakat yang dirugikan. Tanah yang dipakai perusahaan harus ada ganti ruginya, ” ujarnya.

Meski DPRD mendesak ketegasan, Abdulloh mengakui kewenangan teknis terkait jalan nasional ada di tangan BPJN (Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional)

Karena itu, Komisi lll hanya bisa memberikan rekomendasi dan mendesak eksekutif untuk bertindak

“Kami memberikan masukan dan rekomendasi. Tapi secara teknis kewenangannya ada di BPJN. Walaupun begitu, DPRD akan terus mengawal agar aturan ditegakkan, “ katanya.

La menekankan pentingnya sinkronisasi regulasi agar tidak terjadi tumpang tindih aturan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Dengan koordinasi yang baik, aturan bisa ditegakkan tanpa merugikan masyarakat maupun investasi.

Dia juga menyinggung, selain soal jalan tambang, DPRD juga tengah mendorong upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui regulasi lain, salah satunya revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang alur sungai.

“Perda ini nantinya akan memperluas pengelolaan alur sungai agar daerah bisa memastikan masyarakat tidak lagi menjadi mendapat pemasukan yang selama ini belum maksimal. Jadi selain jalan tambang kita juga harus mencari sumber PAD lain” jelasnya singkat.

La menegaskan bahwa kedua isu ini, jalan tambang dan alur sungai, sama-sama bertujuan melindungi kepentingan publik dan memperkuat kas daerah. Abdulloh berharap langkah tegas ini bisa korban.

Menurutnya, investasi di bidang tambang harus berjalan seiring dengan tanggung jawab sosial dan pembangunan Infrastruktur yang adil. Kami tidak anti investasi. Tapi investasi harus memberi manfaat nyata. Jalan perusahaan wajib dibangun, dan itu harga mati. Masyarakat sudah terlalu lama menanggung beban, tegasnya.

DPRD, katanya, akan terus mengawasi pelaksanaan pembangunan jalan oleh perusahaan tambang, sekaligus mendorong regulasi yang bisa menambah PAD daerah tanpa mengorbankan kepentingan rakyat. (hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)