Tingkatkan Kinerja, DPRD Kaltim Gelar Bimtek

Jumat, 9 Desember 2022 148
BIMTEK : Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur mengikuti bimtek di Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta, Senin (5/12)
SAMARINDA. Guna pendalaman fungsi anggaran dan pengawasan DPRD Kaltim serta persiapan pemilihan umum tahun 2024, DPRD Kaltim menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek), di Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta, Senin (5/12).

Bimtek tersebut digelar dengan bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) Universitas Respati Indonesia (URINDO), dan dihadiri seluruh Anggota DPRD Kaltim beserta Staf Sekretariat DPRD Kaltim.

Sekretaris DPRD Kaltim Muhammad Ramadhan, melalui Kepala Bagian Persidangan dan Perundang-Undangan Sekretariat DPRD Kaltim Mardareta, dalam laporannya menyampaikan, bahwa salah satu keberhasilan DPRD dalam menjalankan peran dan fungsinya dengan mengikuti orientasi dan pendalaman atau Bimtek.

“Hari ini (Senin 5/12) anggota dewan melaksanakan kegiatan tersebut yang bertujuan untuk memperdalam serta mempertajam pemahaman dalam menjalankan tugas dan fungsinya selaku Anggota DPRD,” ujarnya.

Sementara itu, mewakili Pimpinan DPRD Kaltim, Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun menyampaikan, bahwa kedudukan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah dan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

“Maka dari itu, DPRD dituntut untuk dapat bertindak sesuai dengan prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku, serta mengutamakan keberpihakan pada kepentingan masyarakat dan berdasarkan aspirasi masyarakat Kaltim,” ujarnya.

Maka dari itu menurut dia, fungsi anggaran DPRD diimplementasikan dalam bentuk ratifikasi terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (R-APBD) yang diajukan oleh pemerintah. Indikasi DPRD telah menerapkan fungsi anggaran, kata Samsun, bukan pada proses dan mekanisme, tetapi pada substansi dari tujuan penyusunan APBD. “Pertama APBD yang disusun berpihak pada kepentingan publik dan kedua APBD yang disusun berbasis kinerja,” jelas Politisi PDI Perjuangan ini.

APBD yang berpihak pada kepentingan publik lanjut dia, dapat diukur dari sejauh mana hasil penjaringan masyarakat tertampung dalam APBD, besarnya proporsi belanja publik setiap tahun dibanding dengan belanja aparatur, dan sejauh mana APBD yang disusun mendukung pada pencapaian visi dan misi yang tercermin dari besarnya belanja untuk mencapai visi dan misi tersebut. “Sementara, APBD berbasis kinerja adalah hasil dan manfaat dari anggaran itu harus dapat diukur dengan indikator-indikator yang jelas,” terang Samsun.

Selain itu kata Samsun, Kaltim akan menghadapi pemilihan umum serentak di tahun 2024, secara kelembagaan DPRD juga berperan untuk memastikan proses penyelenggaran pemilu berjalan dengan lancar dan dipersiapkan dengan baik sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

“Dalam rangka menumbuhkan dan membangun kehidupan demokrasi, perlu membuka ruang partisipasi bagi masyarakat. Peran DPRD dalam pemilu adalah secara aktif dalam mendorong partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya secara benar,” bebernya.

Dengan mendalami fungsi  anggaran dan fungsi pengawasan, DPRD Kaltim diharapkan dapat memaksimalkan fungsi dan kewenangannya sebagai penyelenggaran pemerintahan di daerah, dan dapat selalu menjalin hubungan yang harmonis antara Pemerintah Provinsi dan DPRD. (adv/hms6/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.