Terancam Kehilangan Status Kawasan Ekonomi Khusus, Tio Desak KEK Maloy Cari Investor

13 April 2022

Nidya Listiyono Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Timur
SAMARINDA. Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK) yang ditargetkan menjadi salah satu kawasan ekonomi khusus yang produktif belum sesuai harapan.

Bahkan perkembangan KEK Maloy yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 1 April 2019 lalu tergolong lambat dari seluruh pencanangan kawasan ekonomi khusus di Indonesia.

Berdasarkan hasil penilaian Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (DN KEK) pada Desember 2021 lalu, KEK Maloy hanya diberikan tenggat waktu sekitar enam bulan hingga satu tahun untuk mencari investor. Apabila tidak menemukan investor, maka KEK Maloy terancam kehilangan statu kawasan ekonomi khususnya.

Apalagi sebelumnya, penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KEK MBTK dengan PT Palma Serasi Internasional sudah dilakukan.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono mengatakan bahwa dirinya sudah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Perusda Melati Bhakti Satya (MBS), termasuk very important client (VIC) yang menangani khusus KEK Maloy.

“Mereka secara umum menyampaikan sedang mengusahakan agar ada investor yang masuk. Kan infrastruktur yang dibangun itu sayang jika tak digunakan,” ungkapnya Senin (11/4/2022).

Namun kepemilikannya kata Tio, sapaan akrab Nidya Listiyono, juga harus jelas. Entah itu kepemilikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur (Kutim) ataupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.

“Kepemilikan terkait lahan harus jelas, jangan sampai ada miskomunikasi. Dalam hal ini, Gubernur harus turun langsung untuk menyelesaikan masalah tersebut,” paparnya.

Terkait penandatanganan MoU antara KEK MBTK dengan PT Palma Serasi Internasional, Tio menegaskan agar kerja sama keduanya diharapkan terealisasi.

“Jadi bukan hanya penandatanganan MoU saja namun tidak ada realisasinya. Mereka sudah presentasi terkait apa yang sudah dilakukan, selanjutnya saya meminta ada eksekusi. Maksudnya, jangan mentok di perjanjian saja,” ujarnya.

Termasuk Perusda lainnya di Kaltim, Tio berpesan apabila ingin membuat perjanjian sebaiknya diperhatikan betul masalah legal standingnya dan lainnya, supaya bisa segera dieksekusi setelah penandatanganan MoU.

“Kadang-kadang kita bikin perjanjian ini kalah saat ngisi klausal, akhirnya nggak bisa eksekusi. Kita rugi dan sebagainya, maka persoalan ini akan terus kita running. Tidak bisa hanya satu kali pertemuan saja, tidak cukup waktunya. Saya minta ada progress ke depan, karena kalau itu dicabut,

ya sayang dong investasi kita sudah berapa banyak di sana,” tegasnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)