SAMARINDA. Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK) yang ditargetkan menjadi salah satu kawasan ekonomi khusus yang produktif belum sesuai harapan.
Bahkan perkembangan KEK Maloy yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 1 April 2019 lalu tergolong lambat dari seluruh pencanangan kawasan ekonomi khusus di Indonesia.
Berdasarkan hasil penilaian Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (DN KEK) pada Desember 2021 lalu, KEK Maloy hanya diberikan tenggat waktu sekitar enam bulan hingga satu tahun untuk mencari investor. Apabila tidak menemukan investor, maka KEK Maloy terancam kehilangan statu kawasan ekonomi khususnya.
Apalagi sebelumnya, penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KEK MBTK dengan PT Palma Serasi Internasional sudah dilakukan.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono mengatakan bahwa dirinya sudah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Perusda Melati Bhakti Satya (MBS), termasuk very important client (VIC) yang menangani khusus KEK Maloy.
“Mereka secara umum menyampaikan sedang mengusahakan agar ada investor yang masuk. Kan infrastruktur yang dibangun itu sayang jika tak digunakan,” ungkapnya Senin (11/4/2022).
Namun kepemilikannya kata Tio, sapaan akrab Nidya Listiyono, juga harus jelas. Entah itu kepemilikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur (Kutim) ataupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.
“Kepemilikan terkait lahan harus jelas, jangan sampai ada miskomunikasi. Dalam hal ini, Gubernur harus turun langsung untuk menyelesaikan masalah tersebut,” paparnya.
Terkait penandatanganan MoU antara KEK MBTK dengan PT Palma Serasi Internasional, Tio menegaskan agar kerja sama keduanya diharapkan terealisasi.
“Jadi bukan hanya penandatanganan MoU saja namun tidak ada realisasinya. Mereka sudah presentasi terkait apa yang sudah dilakukan, selanjutnya saya meminta ada eksekusi. Maksudnya, jangan mentok di perjanjian saja,” ujarnya.
Termasuk Perusda lainnya di Kaltim, Tio berpesan apabila ingin membuat perjanjian sebaiknya diperhatikan betul masalah legal standingnya dan lainnya, supaya bisa segera dieksekusi setelah penandatanganan MoU.
“Kadang-kadang kita bikin perjanjian ini kalah saat ngisi klausal, akhirnya nggak bisa eksekusi. Kita rugi dan sebagainya, maka persoalan ini akan terus kita running. Tidak bisa hanya satu kali pertemuan saja, tidak cukup waktunya. Saya minta ada progress ke depan, karena kalau itu dicabut,
ya sayang dong investasi kita sudah berapa banyak di sana,” tegasnya. (adv/hms7)
Bahkan perkembangan KEK Maloy yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 1 April 2019 lalu tergolong lambat dari seluruh pencanangan kawasan ekonomi khusus di Indonesia.
Berdasarkan hasil penilaian Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (DN KEK) pada Desember 2021 lalu, KEK Maloy hanya diberikan tenggat waktu sekitar enam bulan hingga satu tahun untuk mencari investor. Apabila tidak menemukan investor, maka KEK Maloy terancam kehilangan statu kawasan ekonomi khususnya.
Apalagi sebelumnya, penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KEK MBTK dengan PT Palma Serasi Internasional sudah dilakukan.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono mengatakan bahwa dirinya sudah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Perusda Melati Bhakti Satya (MBS), termasuk very important client (VIC) yang menangani khusus KEK Maloy.
“Mereka secara umum menyampaikan sedang mengusahakan agar ada investor yang masuk. Kan infrastruktur yang dibangun itu sayang jika tak digunakan,” ungkapnya Senin (11/4/2022).
Namun kepemilikannya kata Tio, sapaan akrab Nidya Listiyono, juga harus jelas. Entah itu kepemilikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur (Kutim) ataupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.
“Kepemilikan terkait lahan harus jelas, jangan sampai ada miskomunikasi. Dalam hal ini, Gubernur harus turun langsung untuk menyelesaikan masalah tersebut,” paparnya.
Terkait penandatanganan MoU antara KEK MBTK dengan PT Palma Serasi Internasional, Tio menegaskan agar kerja sama keduanya diharapkan terealisasi.
“Jadi bukan hanya penandatanganan MoU saja namun tidak ada realisasinya. Mereka sudah presentasi terkait apa yang sudah dilakukan, selanjutnya saya meminta ada eksekusi. Maksudnya, jangan mentok di perjanjian saja,” ujarnya.
Termasuk Perusda lainnya di Kaltim, Tio berpesan apabila ingin membuat perjanjian sebaiknya diperhatikan betul masalah legal standingnya dan lainnya, supaya bisa segera dieksekusi setelah penandatanganan MoU.
“Kadang-kadang kita bikin perjanjian ini kalah saat ngisi klausal, akhirnya nggak bisa eksekusi. Kita rugi dan sebagainya, maka persoalan ini akan terus kita running. Tidak bisa hanya satu kali pertemuan saja, tidak cukup waktunya. Saya minta ada progress ke depan, karena kalau itu dicabut,
ya sayang dong investasi kita sudah berapa banyak di sana,” tegasnya. (adv/hms7)