Soroti Pelarangan Bisnis Thrifting, Nidya Minta Pemerintah Bijak Mengambil Keputusan

28 Maret 2023

Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Nidya Listiyono
SAMARINDA. Presiden Joko Widodo merespon usulan Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) RI atas pelarangan bisnis pakaian impor bekas atau thrifting. Pihak terkait diminta untuk menindak tegas pelaku bisnis pakaian impor bekas tersebut. Alasan pelarangan tersebut, thrifting dianggap mengganggu industri tekstil dalam negeri. Juga merugikan pengusaha, serta mengakibatkan negara rugi hingga miliaran rupiah serta menurunkan tingkat ekspor.

Menanggapi itu, Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Nidya Listiyono merasa, langkah yang diambil pemerintah tersebut, apabila dilihat dari sisi ekonomi bertujuan untuk melindungi produk dalam negeri. Akan tetapi, keputusan yang diambil orang nomor satu di Negara Indonesia itu harus dikaji kembali. Sebab, sebuah kebijakan harus ditelaah dan dilihat dari berbagai sisi. Tidak hanya satu sisi saja. “Kalau dari sisi bisnis, saat dikaji kalau kemudian dilarang, di mana letak salahnya. Kan begitu poinnya,” tuturnya.

Menurut pria kelahiran Jember ini, pemerintah harus benar-benar menelaah kembali aturan yang nantinya berdampak pada pengusaha thrifting. Sebaiknya, pemerintah juga mencari solusi untuk mereka agar dampaknya tidak terlalu terasa. “Tetapi kalau bicara melindungi produk dalam negeri, tentu perlu ada aturan main yang baik. Agar nanti, pengusaha atau pedagang baju bekas ini tidak mendapatkan dampak yang telak. Mesti lihatlah dari dua sisi,” pintanya.

Pada kesempatan itu, ia meminta pengusaha dalam negeri untuk bisa meningkatkan dan memberikan kualitas yang terbaik kepada konsumen. Sehingga, produk dalam negeri dikenal mampu bersaing dengan produk luar negeri.

Pasalnya tegas Nidya, masyarakat sudah terpicu bahwa produk luar negeri lebih berkualitas dan tahan lama, daripada produk buatan anak bangsa. Padahal fakta dan kenyataannya, banyak juga produk dalam negeri yang memiliki kualitas sebanding dengan luar negeri. Bahkan tak jarang merek ternama memercayakan produksinya kepada Indonesia. “Masyarakat menilai jika produk dalam negeri biasanya cepat rusak, dalam artian kalah bersaing dengan brand luar negeri. Nah ini mestinya menjadi pacuan brand dalam negeri agar bisa bersaing lebih kompetitif. Brand dalam negeri harus meningkatkan kualitasnya,” tegasnya.

“Maka itu, kita harus ciptakan masyarakat cinta produk dalam negeri. Kita dukung terus produk dalam negeri agar mampu bersaing dengan luar. Kemudian untuk pemerintah, lihatlah dari semua sisi jika hendak membuat kebijakan. Kalau dari sisi perlindungan produk dalam negeri, apabila pemerintah melakukan pembatasan mungkin lebih arif,” sambungnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)