Silpa 2020 Capai Rp 2,95 Triliun, DPRD Nantikan Penjelasan Pemerintah

Rabu, 8 September 2021 136
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Syafruddin
SAMARINDA. Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kaltim menggelar rapat internal pada Rabu (1/9/2021) dalam rangka menjelang pembahasan APBD Perubahan (APBD-P) Kaltim tahun 2021. Berlangsung selama kurang lebih 2 jam, ada beberapa hal yang disoroti oleh para legislator Kaltim.

Ketua Fraksi PKB DPRD Kaltim sekaligus anggota Komisi III, Syafruddin mengungkapkan ada 1 hal yang jadi sorotan serius selama rapat. Yaitu besarnya Silpa Kaltim tahun 2020 sebesar Rp 2,95 triliun. “Silpa ini kan besar sekali sehingga kami butuh penjelasan rincian belanjanya dari Pemprov kemana saja alokasinya,” beber pria yang akrab disapa Udin itu.

Untuk APBD-P 2021, sektor yang bakal menjadi prioritas masih jatuh kepada penanganan pandemi Covid-19. Melanda Kaltim sejak Maret 2020 hingga sekarang, pergerakan angka kasus positif masih tampak fluktuatif.

Lalu ada pula terkait peningkatan infrastruktur. Dalam hal ini, legislator asal Dapil Balikpapan itu mendorong Pemprov untuk mengalokasikan anggaran demi pembebasan lahan di jalan pendekat sisi Balikpapan untuk pembangunan Jembatan Pulau Balang. “Saat ini masih fokus penanganan Covi-19 dan juga penyelesaian infrastruktur, saya juga mendorong agar ada alokasi dana yang maksimal untuk pembebasan lahan akses Jembatan Pulau Balang,” tegas Udin.

Sementara itu pada kesempatan yang sama, Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK mengungkapkan bahwa Banggar sedang menginventarisasi sejumlah persoalan resapan anggaran yang tak berjalan maksimal di APBD murni 2021 ini. Kemudian, hasilnya nanti akan disampaikan langsung kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kaltim. “Ini kaitannya dengan apa-apa yang perlu kami cermati. Jadi sementara ini, kami menginventarisasi dulu,” beber Makmur.

Dijelaskan Makmur, perihal penanganan pandemi Covid-19 pun juga memengaruhi realisasi anggaran pada APBD 2021. Sebab, banyak agenda atau perjalanan dinas yang mesti ditunda. Lonjakan kasus positif juga harus membuat sektor pekerjaan di legislatif dan eksekutif untuk memaksimalkan kerja dari rumah atau work from home (WFH). “Mudah-mudahan Covid-19 ini selalu menurun, agar dapat melakukan pemulihan khususnya di sektor ekonomi,” tandas Makmur. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)