SAMARINDA. Jarang digunakan dalam komunikasi keseharian beberapa bahasa lokal daerah Kalimantan Timur diambang kepunahan. Perlu keseriusan dan langkah nyata sebagai upaya menyelematkan budaya yang tak ternilai tersebut. Ketua Pansus Kesenian Daerah Sarkowi V Zahry mengaku pihaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menyelamatkan bahasa lokal dari kepunahan yang salah satunya dengan memasukkan pelestarian bahasa lokal dalam salah satu pasal di draf Raperda Kesenian.
Menurutnya, Balitbangda bekerjasama dengan instansi terkait akan memasukkan bahasa lokal sebagai salah satu muatan lokal di dunia pendidikan. Sinergi dengan itu maka diperlukan payung hukum dan regulasi jelas. “Dengan adanya raperda ini nantinya ketika disahkan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi, tentu berbagai masukan pada rapat ini akan menjadi bahan masukan bagi pansus serta akan mengkonsultasikan ke Kemendagri agar tidak bertentangan dengan produk hukum diatasnya,” beber Sarkowi didampingi Mimi Merimai Br Pane dan Baharuddin Muin pada rapat dengar pendapat Pansus Kesenian Daerah dengan Biro Hukum Pemprov Kaltim, Balitbagda, Dinas Pariwisata Kaltim, dan Dewan Kesenian Kaltim, Selasa (2/8).
Bahasa daerah, lanjut dia jarang digunakan menurut penelitian dikarenakan perkawinan campuran sehingga lebih memilih menggunakan bahasa umum sebagai alat komunikasi dalam kehidupan keseharian. Selain itu, globalisasi juga member pengaruh yang cukup besar. Padahal, politikus Golkar itu menilai sejatinya bahasa daerah merupakan satu diantara ciri khas yang menjadi bagian dari kekayaan budaya bangsa yang tidak dapat dinilai sehingga perlu terus dilestarikan dari generasi ke generasi.
Plt Litbang Kaltim Fitriansyah dari hasil penelitian di Kabupaten Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Barat, dan Kutai Timur penggunaan bahasa lokal sudah sangat jarang ditemui dikarenakan berbagai aspek yang mempengaruhi. “Bahasa daerah penuturnya semakin lama semakin sulit ditemukan, baik itu bahasa Kutai maupun Dayak. Bahkan salah satu bahasa tutur Kutai yang menurut penelitian hanya bisa ditemui di Kedang Ipil, Kota Bangun itupun tinggal seorang yang berusia lanjut yang bisa,” sebutnya.
Ia menjelaskan pihaknya saat ini sedang melakukan riset dengan menginfentarisir kesenian daerah mana yang masih ada dan mana saja yang masuk kategori diambang kepunahan. Hal ini dimaksudkan agar nantinya setelah penelitian selesai nantinya agar bisa dilestarikan. Kepala Dewan Kesenian Daerah Kaltim Syafril Teha Noer menyebutkan sudah ada sebelumnya penelitian dan kajian tentang berbagai kekhasan kesenian daerah kalimantan seperti jenis-jenis seni termasuk makna yang terkandung di dalamnya. "Penelitian diawali oleh instansi terkait, lalu kemudian disempurnakan dan dibukukan, dan hari ini kami bagikan sebagai refrensi seluruh peserta rapat khususnya kepada anggota Pansus,"katanya.(adv/hms4)
Menurutnya, Balitbangda bekerjasama dengan instansi terkait akan memasukkan bahasa lokal sebagai salah satu muatan lokal di dunia pendidikan. Sinergi dengan itu maka diperlukan payung hukum dan regulasi jelas. “Dengan adanya raperda ini nantinya ketika disahkan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi, tentu berbagai masukan pada rapat ini akan menjadi bahan masukan bagi pansus serta akan mengkonsultasikan ke Kemendagri agar tidak bertentangan dengan produk hukum diatasnya,” beber Sarkowi didampingi Mimi Merimai Br Pane dan Baharuddin Muin pada rapat dengar pendapat Pansus Kesenian Daerah dengan Biro Hukum Pemprov Kaltim, Balitbagda, Dinas Pariwisata Kaltim, dan Dewan Kesenian Kaltim, Selasa (2/8).
Bahasa daerah, lanjut dia jarang digunakan menurut penelitian dikarenakan perkawinan campuran sehingga lebih memilih menggunakan bahasa umum sebagai alat komunikasi dalam kehidupan keseharian. Selain itu, globalisasi juga member pengaruh yang cukup besar. Padahal, politikus Golkar itu menilai sejatinya bahasa daerah merupakan satu diantara ciri khas yang menjadi bagian dari kekayaan budaya bangsa yang tidak dapat dinilai sehingga perlu terus dilestarikan dari generasi ke generasi.
Plt Litbang Kaltim Fitriansyah dari hasil penelitian di Kabupaten Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Barat, dan Kutai Timur penggunaan bahasa lokal sudah sangat jarang ditemui dikarenakan berbagai aspek yang mempengaruhi. “Bahasa daerah penuturnya semakin lama semakin sulit ditemukan, baik itu bahasa Kutai maupun Dayak. Bahkan salah satu bahasa tutur Kutai yang menurut penelitian hanya bisa ditemui di Kedang Ipil, Kota Bangun itupun tinggal seorang yang berusia lanjut yang bisa,” sebutnya.
Ia menjelaskan pihaknya saat ini sedang melakukan riset dengan menginfentarisir kesenian daerah mana yang masih ada dan mana saja yang masuk kategori diambang kepunahan. Hal ini dimaksudkan agar nantinya setelah penelitian selesai nantinya agar bisa dilestarikan. Kepala Dewan Kesenian Daerah Kaltim Syafril Teha Noer menyebutkan sudah ada sebelumnya penelitian dan kajian tentang berbagai kekhasan kesenian daerah kalimantan seperti jenis-jenis seni termasuk makna yang terkandung di dalamnya. "Penelitian diawali oleh instansi terkait, lalu kemudian disempurnakan dan dibukukan, dan hari ini kami bagikan sebagai refrensi seluruh peserta rapat khususnya kepada anggota Pansus,"katanya.(adv/hms4)