Saefuddin Zuhri Gelar Sosialisasi Perda Bantuan Hukum di Samarinda Ulu.

Selasa, 16 November 2021 134
Anggota DPRD Kaltim, Saefuddin Zuhri
SAMARINDA. Kerap ditemukan bermacam kasus hukum yang membingungkan masyarakat lantaran tak paham dimana tempat mengadu permasalah yang mereka hadapi, menjadi penting agar persoalan ini menjadi perhatian pejabat Negara.

Banyak kasus hukum yang terjadi tidak ditempuh melalui jalur hukum lantaran masyarakat tak paham cara menyelesaikannya juga karena kwatir justru kasus mereka malah merepotkan dirinya saat berhadapan dengan aparatur.

Dalam berbagai kesempatan DPRD Kaltim sering menerima pengaduan ketidak adilan terkait persoalan penyelesaian hukum ditengah tengah masyarakat. Tentu saja kondisi ini mengundang keprihatinan dan memicu anggapan rasa ketidak adilan di tengah tengah masyarakat.

Terkait hal itu, Anggota DPRD Kaltim, Saefuddin Zuhri memberikan perhatian serius terkait fenomena itu. Dia pun lantas menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosperda) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum Wilayah I Samarinda di Jl. Kedondong Dalam, Gn. Kelua, Kec. Samarinda Ulu, Kota Samarinda.

Kegiatan uni mendapat respon baik warga setempat. Seperti terlihat di wilayah RT 32 Samarinda. Kegiatan yang dihadiri ketua RT 32 beserta masyarakat setempat, berlangsung penuh perhatian dan khidmat.
Kegiatan Sosperda Saeful Zuhri di dampingi anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda lainnya, yakni Celni Pita Sari, serta Dosen Universitas 17 Agustus (Untag) 1945 Samarinda , Isnawati yang bertindak sekaligus sebagai narasumber dialog ke warga.

Dalam kegiatan itu, kader Partai Nasdem ini memaparkan kepada masyarakat betapa pentingnya warga Samarinda, khususnya masyarakat Samarinda Ulu, untuk memahami penyelesaian masalah hukum yang terjadi ditengah tengah mereka. “Kita berharap masyarakat dapat mengetahui langkah memanfaatkan bantuan hukum yang disediakan pemerintah saat merea mengalami persoalan di tengah tengah masyarakat,” ujar legislator Dapil Samarinda ini.

Lebih dalam, Saefuddin Zuhri mengurai, diera globalisasi ini, seluruh masyarakat wajib hukumnya memahami cara mengakses bantuan hukum. Sehingga, permasalahan yang mereka hadapi dapat teratasi secara hukum yang berlaku. “paling tidak masyarakat sebagai anak bangsa mampu memahami cara pengaduan ke ahli hukum disaat menemukan permasalahan hukum di tengah tengah mereka,”kata Saefuddin. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)