Pokja Eksternal DPRD Kaltim Sampaikan Laporan Akhir

Senin, 28 Oktober 2024 31
LAPORAN AKHIR : Mewakili Ketua Pokja Eksternal DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan, saat membacakan laporan akhir kerja Pokja Eksternal dan menyerahkan kepada Pimpinan DPRD Kaltim dalam Rapat Paripurna Ke - 6, Senin (28/10/20204)
SAMARINDA. Kelompok Kerja (Pokja) Eksternal DPRD Kaltim menyampaikan laporan akhir dalam Rapat Paripurna ke - 6, Senin (28/10/2024). Laporan tersebut dibacakan Anggota Pokja Eksternal Firnadi Ikhsan.

Dalam laporannya, Pria yang akrab disapa Firnadi ini mengatakan, Pokja Eksternal DPRD Kaltim sejak dibentuk hingga penyampaian laporan akhir di Rapat Paripurna, Pokja Eksternal telah melaksanakan sejumlah kegiatan, baik rapat internal maupun kunjungan kerja.
“Pada September lalu, Pokja Eksternal telah melakukan rapat internal, melakukan kunjungan benchmarking berkaitan dengan tahapan dan mekanisme pelaksanaan reses dan penyusunan pokir DPRD berbasis E-Pokir ke DPRD Provinsi D.I Yogyakarta,” ujarnya.

Selanjutnya, pada Oktober lalu, pokja juga telah melakukan rapat kerja dengan BAPPEDA, BPKAD, DPMPD Kaltim dan Biro Kesra Setda Prov. Kaltim, membahas sinkronisasi tahapan dan jadwal penyusunan pokir DPRD dengan Penyusunan RKPD 2026.

“Pokja eksternal juga melakukan kunjungan benchmarking pelaksanaan reses dan kegiatan penyusunan pokir ke DPRD Sulawesi Selatan dan DPRD D.K Jakarta. Termasuk rapat koordinasi dengan BAPPEDA, BPKAD, DPMPD Kaltim, Kesbangpol, dan Biro Kesra Setda Prov. Kaltim serta BAPPEDA se Kaltim,  untuk membahas sinkronisasi tahapan dan jadwal penyusunan pokir DPRD dengan Penyusunan RKPD Tahun 2026 yang berkaitan dengan bantuan keuangan Hibah, dan Bansos,” jelas Firnadi.

Tak hanya itu lanjut dia, pokja eksternal mengikuti dan menghadiri rapat pleno lintas Pokja DPRD dan Pimpinan DPRD membahas finalisasi materi muatan Tatib DPRD Kaltim, berbagi informasi hasil kerja antar Pokja DPRD, serta pembahasan jadwal agenda kegiatan DPRD hingga akhir 2024.

“Terakhir, usai perpanjangan waktu masa kerja pada pertengahan Oktober lalu, pokja eksternal  melakukan studi komparatif ke BAPPPEDA D.K Jakarta untuk mendapatkan gambaran mengenai jadwal, tahapan, pola konsolidasi dan harmonisasi hasil serap aspirasi DPRD D.K Jakarta dengan tahapan Musrenbang Penyusunan RKPD D.K Jakarta dan RKPD,” sebut Politisi PKS ini.

Dijelaskan Firnadi, karena minimnya bahkan dikatakan tidak ada aturan yang lebih tinggi terkait definisi operasional dan pedoman tahapan penyusunan pokir DPRD, sehingga menimbulkan penafsiran dan praktik implementasi penyusunan pokir DPRD sangat beragam dan berbeda antar Lembaga DPRD di berbagai daerah di Indonesia.

Dari hasil kunjungan kerja Pokja Eksternal DPRD Kaltim ke DPRD D.I Yogyakarta, BAPPEDA dan DPRD D.K Jakarta, serta hasil diskusi dalam rapat-rapat, pokja memandang perlu ada payung hukum untuk memberikan kepastian dan komitmen tindak lanjut atas usulan kegiatan dari hasil reses dan Pokir DPRD.

“Baik payung hukum berupa peraturan DPRD terkait pedoman penyusunan pokir DPRD, tatib DPRD, maupun payung hukum di sisi eksekutif berupa Pergub yang mengatur terkait perencanaan pembangunan daerah atau payung hukum perda yang mengikat kedua belah pihak,” beber Firnadi.

”Juga perlu membangun kesepakatan antara legislatif dan eksekutif untuk sinkronisasi dan harmonisasi jadwal dan pola reses dengan jadwal dan pola musrenbang dari tingkat desa hingga tingkat provinsi dalam rangka penyusunan RKPD dan Renja SKPD,” tambahnya.

Selain itu, DPRD Kaltim menurut dia, perlu membangun dan menerapkan aplikasi teknologi informasi dengan sistem dan menu mirip SIPD-RI. Sehingga memudahkan dalam menampung, menelusuri, dan memproses aspirasi masyarakat untuk perencanaan pembangunan. Baik berupa saran, tanggapan, dan usulan kegiatan, serta proses validasi dan verifikasi usulan kegiatan yang berasal dari aspirasi masyarakat.

”Keberadaan Aplikasi E-Pokir DPRD Kaltim dapat memperlancar proses validasi dan verifikasi ketika usulan kegiatan aspirasi masuk dalam sistem SIPD, sehingga meminimalkan jumlah usulan kegiatan aspirasi yang dikembalikan ataupun ditolak,” terangnya. ”DPRD Kaltim juga perlu membangun komunikasi dan hadir dalam setiap tingkatan musrenbang desa, kecamatan, kabupaten dan kota maupun provinsi,” jelas Firnadi. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)