Perdalam Materi Raperda, Pansus RIPPAR Prov Kaltim Kujungi Puspar UGM dan Dispar DIY

27 Maret 2022

Pansus pembahas Raperda tentang RIPPAR Provinsi Kaltim melakukan kunjungan kerja ke Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM dan Dinas Kepariwisataan DI Yogyakarta, Kamis-Jumat (24-25/3) lalu.
YOGYAKARTA-Pansus pembahas Raperda tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan (RIPPAR) Provinsi Kaltim belum lama ini melakukan kunjungan kerja ke Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM dan Dinas Kepariwisataan DI Yogyakarta.

Rombongan pansus dipimpin Wakil Ketua Pansus M Udin, dan dihadiri Anggota Pansus Abdul Kadir Tappa, Puji Setyowati, dan Fitri Maisyaroh serta dihadiri sejumlah anggota Dispar Kaltim. Wakil Ketua Pansus M Udin mengatakan, kunjungan pansus tersebut dalam rangka menggali informasi sekaligus sharing terkait dengan grand design pembangunan kepariwisataan di Kaltim. “Kami meminta kepada Pusat Studi UGM pandangannya terkait prospek pengembangan kepariwisataan Kaltim ditinaju dari aspek yusridi, filosofis dan sosiologis, serta bagaimana poisisi penting kepariwisataan Kaltim dalam konstalasi kepariwisataan Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, pansus juga meminta penjelasan terkait isu strategis pembangunan kepariwisataan Kaltim ditinjau dari aspek destinasi, industri, pemasaran dan kelembagaan pariwisata. “Termasuk meminta penjelasan Pusat Studi Pariwisata UGM terkait masa berlaku perda RIPPAR Provinsi. Apakah ketika tidak mengikuti jangka waktu RIPPARNAS akan menjadi persoalan? Karena di beberapa provinsi, RIPPAR berjangka waktu lebih dari tahun 2025,” jelas Udin.

Menambahkan penjelasan wakil ketua pansus, Anggota Pansus pembahas RIPPAR Kaltim Puji Setyowati mengatakan, jika mengacu pada RIPPARNAS, RIPPAR Prov Kaltim hanya berlaku hingga 2025. “Sementara, 2022 untuk RIPPARDA Prov Kaltim kan baru dibahas. Artinya, kalau itu dipaksakan sekarang ini sampai selesai paling tidak hanya berlaku efektif hanya 2 tahun,” sebutnya

Pembuatan RIPPARDA Provinsi itu disampaikan Puji, sapaan akrabnya, didasarkan pada RPJMD. “Sehingga jangka waktunya tetap 2025, tetapi nanti bisa diperpanjang atau direvisi kembali tahun berlakunya,” jelasnya.

Kemudian terkait dengan lokus ekowisata, RIPPAR Prov dibuat saat ini seharusnya menjadi acuan untuk RIPPARDA Kabupaten dan Kota. “Namun di Kaltim, tidak terjadi sebagaimana semestinya, bahwa Kabupaten dan Kota ternyata sudah lebih dulu ada RIPPARDA. Hirarkinya, RIPARNAS, kemudian RIPPAR Prov dan RIPPARDA kabupaten dan kota,” beber Puji. “Nah sekarang nih terbailk, karena RIPPAR Prov belum jadi. Padahal kalau RIPPAR Prov itu jadi, seharusnya berfungsi sebagai gaiden terbentuknya RIPPARDA kabupaten dan kota. Nah, karena ini di balik, akhirnya lokus didalam RIPPAR Prov membias banyak sekali,” sambug dia

Sehingga, ekowisata yang dimasukkan di dalam banyak sekali. Akibatnya akan berpengaruh terhadap pembebanan pembiayaan pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi dalam rangka mempersiapkan lokus-lokus wisata. “Oleh karena itu disarankan, dimasukkan semuanya, tetapi nanti harus ada ditentukan tingkat prioritas pembangunannya, agar pembiayaannya lebih fokus kemudian pengembangannya juga lebih fokus, sehingga akan memberikan dampak positif secara ekonomi secara sosial budaya kepada pemerintah setempat,” terang Politisi Demokrat ini. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)