Perdalam Materi Ranperda

Selasa, 15 Maret 2022 87
HEARING : Pansus pembahas Ranperda RIPPAR melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan PUTRI Kaltim, ASITA Kaltim, ICA Kaltim, IHGMA Kaltim, dan MASATA Kaltim, Senin (14/3)
SAMARINDA. Panitia khusus (Pansus) pembahas Ranperda tentang Rencana Iduk Pembangunan Kepariwisata (RIPPAR) Prov. Kaltim menggalar rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah pelaku usaha, Senin (14/3) kemarin.

Rapat tersebut dipimpin langsung Ketua Pansus Verydiana Huraq Wang dengan dihadiri sejumlah anggota pansus yakni M Udin, Rusman Yaqub, Nidya Listiyono, Abdul Kadir Tappa, Baharuddin Muin, dan Yeni Eviliana.

Adapun pelaku usaha yang hadir yakni, Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) Kaltim, Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Kaltim, Indonesian Chef Association (ICA) Kaltim, Indonesian Hotel General Manager Assosiacion (IHGMA) Kaltim, Masyarakat Sadar Wisata (MASATA) Kaltim.

Dikatakan Verydiana, capaian dari pembetukan regulasi pariwisata ini ialah perda tidak berjalan sendiri, melainkan sebagai payung hukum untuk praktisi di lapangan. “Jadi jangan ini ada perda, tapi di lapangan ada berbeda persoalan yang tidak diakomodir dalam perda,” ujarnya

Pansus sengaja mengundang para pelaku guna mensingkronkan, antara keinginan pemerintah dengan kebutuhan para pelaku usaha. Hal ini agar regulasi yang dihasilkan dapat mengakomodir kepentingan semua pihak untuk kemajuan wisata Kaltim

“Makanya kita mencari koneknya seperti apa. Jangan sampai misalnya, pemerintah maunya ekowisata sementara di lapangan tidak semua daerah memilikinya (ekowisata), kan ada wisata buatan ataupun agrowista. Jadi kita ingin ini sejalan, Perda ini begini mereka di lapangan juga bisa merasakan manfaatnya perda ini,” kata Very, sapaan akrabnya.

Untuk itu, para pelaku usaha diminta menyampaikan pendapat dan usluan dalam menyempurnakan draf ranperda tersebut. “Kami memberikan kesempatan mereka untuk curhat, apa sih kendala dan kebutuhanya di lapangan terkait dengan pengembangan pariwisata di Kaltim,” jelas Ketua Komisi III DPRD Kaltim ini.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Pansus M Udin. Menurut dia, konteks daripada pariwisata sangat banyak, seperti berkaitan infrastruktur, maupun kelembagaan. “Memang perlu kita duduk bersama dengan pihak swasta dan pemerintah, bagaimana cara mengembangkan pariwisata yang ada, baik itu pariwisata dari alam maupun pariwisata buatan,” harapnya.

Adapun kendala pariwisata saat ini dialami yakni kebijakan pembuatan peraturan ini tidak jangka panjang. Sedangkan pelaku usaha berharap kebaijakan ini  bisa jangka panjang. “Karena berbicara pariwisata, tidak terlepas dengan kontrak ataupun kerjasama dengan pihak swasta,” sebut Udin.

Berkaitan dengan regulasi, diharapakan ada aturan yang mampu mencakup multi pemanfaatan. Udin mencontohkan, pembangunan pariwisata dengan konsep rekreasi penangkaran buaya. Selain tempat rekreasi, juga diharapkan pemanfaatan yang lain seperti penggunaan kulit buaya sebagai bahan kerjinan.

“Artinya, penangkaran dan pengembangbiakan buaya tetap jalan, tetapi juga diperbolehkan mengelola ataupun pemanfaatan yang lain, seperti pembuatan tas dari kulit buaya. Nah, regulasi seperti ini lah yang diusulkan,” ucap Politisi Golkar ini.

Sementara itu, Dian Rosita  salah satu perwakilan PUTRI Kaltim mengaku usulan dan saran yang disampaikan kepada pansus ialah untuk kemajuan dan kesuksesan pariwisata Kaltim. “Apa yang terjadi di lapangan, sebagai pelaku kami pasti tahu kebutuhannya seperti apa, dan kami harap kebijakan yang dibuat itu nanti benar-benar sesuai dengan kejadian dan kebutuhan yang ada di lapangan,” harap dia.

Apa yang telah disampaikan kepada pansus kata dia merupakan kiat sukses membuat pariwisata Kaltim maju. “Yang kita sampaikan, terutama masalah kebijakan maupun regulasi dan segala macamnya, kemudian kebutuhan-kebutuhan Kita di lapangan, organisasi kelembagaan untuk menciptakan suatu industri, kemudian menciptakan kemandirian masyarakat, memaksimalkan CSR untuk pengembangan destinasi pariwisata itu sendiri, juga kerjasama swasta dan pemerintah untuk memaksimalkan aset daerah,” terang dia.

Tidak hanya itu, pihaknya juga menyampaikan persoalan akses menuju tempat wisata. Perempuan yang akrab disapa Dian ini mengaku, akses merupakan aspek yang sangat mempengaruhi pariwisata di Kaltim.

“Akses jalan, kalau kita katakan sederhana, tapi itu sangat mempengaruhi, karena pariwisata kan terkenal dengan pariwisata mahal. Sebenarnya nggak masalah mahal, asalkan nyaman. Karena pariwisata, salah satunya adalah produk branding atau pencitraan. Jadi infrastruktur sangat penting sekali,” tandasnya. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Audiensi DPRD Kaltim Bersama Aliansi Mahakam
Berita Utama 13 Februari 2025
0
SAMARINDA. Sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakanAliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) mendatangi Kantor DPRD Kaltim untuk melakukan audiensi bersama Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud di ruang rapat rujab No. 2, Kamis (13/2). Audiensi itu juga turut dihadiri Ketua Komisi I DPRD Kaltim Selamat Ari Wibowo dan Anggota Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu serta Tenaga Ahli Komisi I. Hal itu dilakukan mahasiswa sebagai tindak lanjut dari aksi demonstrasi pada 6 Februari yang lalu. Dengan tuntutan menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba terkait IUP bagi perguruan tinggi. Dalam audiensi, Aliansi Mahakam menyampaikan tuntutan yaitu :  1. Menolak RUU Minerba tentang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) bagi perguruan tinggi. 2. Sikap DPRD Kaltim dalam mewujudkan poin tuntutan mahasiswa persoalan WIUP kepada perguruan tinggi. 3. Memastikan dan memperjuangkan RUU Minerba tentang WIUP perguruan tinggi tidak disahkan di pusat. Pada kesempatan itu, Hasanuddin Mas’ud menyayangkan pada aksi demonstrasi yang lalu terjadi kegaduhan dan aksi corat coret. Ia menerangkan bahwa pada saat aksi demonstrasi kebetulansesuai jadwal Banmus, anggota dewan sedang melakukan kunjungan kerja. “Sehingga kemarin, kami tidak sempat menemui pihak mahasiswa. Maka hari ini kita beri kesempatan,” ujarnya. Sementara, Selamat Ari Wibowo menerangkan bahwa persoalan tambang ini berawal dari dicabutnya kewenangan daerah menjadi kewenangan pusat. “Jadi ini dampaknya luas. Kalau dulu, kewenangan masih ada di daerah, jadi permasalahan tambang itu hanyalah tumpang tindih lahan,” jelasnya. Kemudian, di akhir audiensi, kedua belah pihak sepakat dan menyatakan sikap untuk menolak RUU Minerba, dengan saling menandatangani Memorandum of Understanding(MoU) untuk disampaikan ke DPR RI. (hms8)