Perda Kelistrikan Terus “Digodok”, Diharapkan Tidak Ada Lagi Desa Gelap Gulita

Selasa, 22 Februari 2022 64
Anggota Pansus Kelistrikan DPRD Kaltim Jahidin Siruntu
SAMARINDA. Pansus Ketenagalistrikan DPRD Kaltim masih menggodok Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2016, untuk menambahkan poin yang perlu direvisi. Diharapkan, nantinya dengan Perda tersebut, tidak ada lagi desa di Kaltim yang masih gelap gulita. Anggota Pansus Kelistrikan DPRD Kaltim Jahidin Siruntu menyebut, Pansus Kelistrikan masuk dalam skala prioritas, sesuai Undang-Undang. Untuk itu perlu diselesaikan. "Perda ini bersifat urgen untuk masyarakat Kaltim, sehingga kita titik beratkan pada kearifan lokal," katanya, Selasa 15 Februari 2022.

Jahidin menyebut, pihaknya telah menerima data dari Dinas ESDM Kaltim terkait desa-desa di Kaltim yang belum teraliri listrik. “Ada 199 desa yang tersebar di 10 kabupaten/kota di Kaltim yang belum teraliri listrik hingga saat ini," sebutnya.

Kondisi itu, membuat Politisi dari PKB ini prihatin. Menurut dia, sebagai daerah yang kaya, Kaltim bukan hanya sebagai peyumbang devisa negara yang besar, Kaltim juga memiliki kekayaan berupa tambang mineral. Tetapi kata dia, masih banyak masyarakat yang tertinggal untuk dapat menikmati fasilitas penerangan listrik.

Sehingga kata dia, adalah sesuatu hal yang lumrah jika masyarakat Kaltim melakukan protes kepada pemerintah daerahnya. “Ini sangat miris dan menyedihkan, karena masyarakat di pelosok belum teraliri listrik. Sehingga tidak salah kalau masyarakat komplain pada pemerintah, termasuk DPR. Sebagai lumbung kekayaan alam, Kaltim masih ada desa yang gelap. Anggaran kita triliunan dan sebagai penyumbang devisa terbesar," terangnya.

Jahidin berharap, dengan adanya Perda Kelistrikan, pemerataan fasilitas listrik di seluruh wilayah di Kaltim dapat dinikmati seluruh masyarakat Kaltim. Dirinya juga berharap, pihak perusahaan yang berdomisili di Kaltim turut andil menerangi rumah warga dengan listrik, dengan bantuan CSR. "Perusahaan harus berpartisipasi untuk penyediaan listrik. Kalaupun tidak bisa memakai tenaga uap, bagaimana caranya investor dapat bergabung," pungkasnya. (adv/hms7)

 
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)