Legislator Kaltim Siap Perjuangkan Pengentasan Persoalan Pasca Banjir Sangatta

Jumat, 22 April 2022 65
Rapat Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur daerah pemilihan Bontang, Kutim, dan Berau dengan Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang, Aliansi Masyarakat Peduli Bencana (AMPB) Kutim, dan lainnya.
SANGATTA. Sejumlah legislator Provinsi Kalimantan Timur siap mendukung dan memperjuangkan bantuan kepada Kabupaten Kutai Timur pasca banjir besar yang menyebabkan ribuan jiwa mengungsi tersebut. Hal tersebut menjadi keputusan pertemuan antara Anggota DPRD Kaltim asal daerah pemilihan Bontang, Kutai Timur, Berau dengan Wakil Bupati Sangatta Kasmidi Bulang, Pj Sekda Yuriansyah beserta jajarannya, dan Aliansi Masyarakat Peduli Bencana (AMPB) Kutim, di Kantor Bupati Kutim, belum lama ini.

Pimpinan rombongan DPRD Kaltim Agus Aras menjelaskan menjelaskan sungai di Sangatta mengalami sedimentasi terhitung sejak 2021 hingga sekarang mengalami penyusutan kurang lebih 7 meter. Sebab itu perlu investigasi terkait penyebab banjir. "Sungai Sangatta harus menjadi perhatian utama kendati bukan satu-satunya. Adanya aktifitas pertambangan dan perkebunan di sekitar kawasan sungai sehingga ini perlu ada solusi jangka pendek maupun jangka panjang. Normalisasi sungai yang nanti mungkin bisa dilakukan juga jangka panjang agar di sosis hulu dibuat bendungan agar mengatur arus air yang berlebih,” jelas Aras didampingi Agiel Suwarno, Sutomo Jabir, Safuad, M Udin, Abdul Kadir Tappa, Ismail, SIti Rizky Amalia, dan Henry Pailan TP.


Untuk itu pihaknya mengaku akan memperjuangkan apa yang menjadi keluhan dan persoalan di Sangatta tersebut. “Tiap tahun ada alokasi dari bantuan keuangan provinsi untuk daerah, nanti bisa dimaksimalkan karena itu banjir di Sangatta ini merupakan tanggungjawab semua pihak agar kedepan tidak terjadi kembali,”jelasnya.

Wakil Bupati Kutai Timur Kasmidi Bulang mengatakan Kutim sangat terpukul terhadap bencana banjir yang terjadi karena 80 ribu lebih jiwa terkena dampaknya, perekonomian masyarakat lumpuh bahkan infrastruktur banyak rusak. “Banyak satuan pendidikan yang terkenda dampak langsung, seperti 23 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 8 Sekolah Dasar, dan 3 Sekolah Menengah Atas mengalami kerusakan. Sangatta Utara korban banjir berjumlah 14,318 KK atau 57 ribu jiwa lebih terdiri 112 RT. Sangatta Selatan di Desa Sangkima dan Teluk Singkaman banjir hanya satu hari kendati demikian karena arus air yang deras banyak menimbulkan persoalan infrastruktur,” sebutnya.

Ia menambahkan dari hasil pertemuan ini berkesimpulan bahwa ada sejumlah hal yang harus dibenahi dan dibangun kembali antara lain, normalisasi sungai, drainase, sodetan, kolam pengendapan atau polder air, normalisasi sungai dan muara sungai, hingga pembuatan pintu air. “Kami berharap ada bantuan dari provinsi karena keberbatasan anggaran dari kabupaten,”ujarnya. (adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)