BALI. Masih fokus untuk mengedepankan Energi Baru Terbarukan (EBT), Pansus Kelistrikan yang diketuai Anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono baru-baru mengunjungi Universitas Udayana dan PLTS Bangli di Provinsi Bali. Didampingi oleh Dinas terkait, kunjungan pada 12-15 April tersebut Pansusnya mendapat sejumlah masukan, potensi dan resiko penggunaan EBT.
“Hasil pertemuan di Universitas Udayana (Unud), Fakultas Tenik Informasi yang menangani perihal masalah EBT bahwa ebt yang ada di Bali, adalah hasil dari Kementerian ESDM Ditjen EBTKE (Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi), dana semua dari Kementerian. Universitas ini memiliki PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) menggunakan turbin yang berada di Rooftop, sayangnya hanya 3 dari 10 pembangkit listrik berjenis kincir angin dengan kapasitas 5000watt yang berfungsi, tidak maksimal,” kata Sapto.
Selain itu, Ketidakmaksimal lain menurut Sapto, yaitu bantuan yang didapat tahun 2016 itu belum dibuatkan berita acara serah terimanya. Padahal menurut Ketua Persatuan Insinyur Indinesia Kalimantan Timur ini, semestinya jika ingin memaksimalkan ini harus diproses serah terima barang tersebut ke Unud. “Sehingga pemkab atau pemprov setempat semestinya bisa segera membantu proses serah terima barang tersebut harus. Tanpa serah terima tentu perawatan, perbaikan, serta maintenance akan terkendala,” ujarnya dalam pertemuan yang dihadiri Anggota Pansus Puji Hartadi dan HJ Jahidin.
Mengaku menjadikan hal ini sebagai masukan dan pelajaran, dirinya juga menyayangkan jika peralatan tersebut sampai rusak. “Artinya dari sisi administrasi harus segera diurus sehingga hak dan tanggung jawabnya jelas untuk barang yang sudah diberikan agak dapat dimaksimalkan,” sebutnya.
Selanjutnya, sebagaimana diketahui bahwa Provinsi Bali telah mengendalikan PLTS yang sudah cukup lama di daerah Bangli. Saat mengunjungi PLTS di Bangli dengan kapasitas 1 megawatt (MW) yang menggunakan panel lama dengan kapasitas per panel 200watt. Sapto menilai bahwa memang model panel tersebut kapasitasnya jauh lebih kecil dengan panel yang terbaru saat ini yang mencapai hingga 500watt/panel. “Dengan semakin majunya jaman semakin ringkas dan meningkat daya serap panel yang terbaru. Sementara sistem di Bangli sudah dikerjasamakan dengan perusda dan PLN, namun kita belum tau persis biaya operasionalnya seperti apa, namun menurut informasi sistem kerjasamanya COD bahwa ada sistem impor dan ekspor. Kita belum tau secara detail rinciannya seberapa menguntungkan yang didapat untuk PAD,” jelas Sapto yang juga mengunjungi Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali.
Hanya saja informasi dilapangan bahwa dari PLTS Bangli yang ada lalu dijual ke PLN seharga Rp 700, kemudian dijual lagi ke pelanggan dengan harga Rp 2400. “Kita perlu pelajari lebih lanjut seperti apa kalkulasi biaya produksi, biaya perawatan dan sebagainya serta bagaimana sisi keuntungannya. Yang terpenting bahwa penggalakan EBT di Bali sudah satu langkah lebih maju walaupun perda belum ada, bahkan Bali berlandaskan Pergub Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih,” urai Sapto.
Sementara, senada dengan ketua pansus, Wakil Ketua Pansus Kelistrikan, Bagus Susetyo menyebut bahwa Bali memang telah menerapkan Bali Bersih Energi yang dominannya mengurangi emisi karbon, baik itu kendaraan maupun daya listrik. “Karena di Bali miskin SDA yang digunakan sebagai energi, mau tidak mau mereka memulai dengan energi listrik tenaga surya yang sudah mulai diterapkan. Kaltim bisa mencontoh kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Bali. Tidak bisa tidak, dengan adanya Perda Kelistrikan kita akan mencantumkan beberapa hal yang berkaitan dengan EBT dan akan diterapkan di Kaltim,” kata Bagus.
Ini juga berkaitan dengan program pemerintah pusat untuk mendorong EBT, secara ekonomi menjadi efiensi. Untuk di Provinsi Bali, Pergub yang mengatur tentang Bali bersih merupakan RPJMD. “Namun untuk di Kaltim, RPJMD itu memang perlu, RPJMD yang mencantumkan Kelistrikan saja, tapi tidak dicantumkan berapa EBT nya. Mungkin setelah 2023, namun Dinas ESDM harus sudah membuat rencana kerja untuk kedepan untuk 2023 dan itu harus disampaikan ke RPJMD Gubernur mendatang,” pungkasnya.
Hadir dikesempatan sama, Kepala Dinas ESDM Kaltim Christianus Benny sangat optimis terhadap EBT di Kaltim. Bahkan dirinya menyebut bahwa Kaltim sesungguhnya selangkah lebih maju karena telah memiliki Perda Kelistrikkan. Progress inipun diapresiasi oleh Benny kepada Tim Pansus DPRD Kaltim yang telah serius menangani pembahasan perubahan Nomor 04 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Ketenagalistrikkan. Selain itu sejumlah masukan juga sedang diakomodir oleh Pansus, mulai dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian ESDM, Pemerintah Provinsi Bali dan masukan dari mitra lainnya yang berkaitan erat dengan ketenagalistrikkan. “Di Bali memang cukup lengkap aturan Pergubnya, bahkan sudah ada seperti ada pembangkit tenaga listrik untuk kendaraan listrik, Perda RUED, ada juga Pergub EBTKE dan mengatur Rooftop. Sementara bantuan PLTS di Bali sejauh ini didanai oleh Pusat, sepertinya mereka tidak ada PLTS yang didanai APBD berbeda di Kaltim yang beberapa tahun ini mendanai PLTS, barangkali ini karena rasio eletrifikasinya mencapai 100 persen, ” terang Benny dalam kunjungan yang juga diikuti oleh Perusda Kelistrikkan Kaltim, Biro Hukum Kaltim.
Untuk diketahui Pansus Kelistrikan dalam waktu dekat akan melakukan Focus Group Disscusion(FGD) untuk merumuskan data dan masukan. FGD akan menghadirkan Biro Hukum Kaltim, Dinas ESDM Kaltim, Dirjen PHD Kemendagri dan PLN UIP Kaltimtara serta PLN Cabang se Kaltim. Selain itu Kementerian ESDM dalam hal ini, Dirjen Ketenagalistrikan, SetDirjen Ketenagalistrikan, Dirjen EBTKE, Koordinator Hukum SetDitjen Ketenagalistrikan, Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan, Direktur Pembinaan Perusahaan Ketenagalistrikan serta Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan. (adv/hms5)
“Hasil pertemuan di Universitas Udayana (Unud), Fakultas Tenik Informasi yang menangani perihal masalah EBT bahwa ebt yang ada di Bali, adalah hasil dari Kementerian ESDM Ditjen EBTKE (Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi), dana semua dari Kementerian. Universitas ini memiliki PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) menggunakan turbin yang berada di Rooftop, sayangnya hanya 3 dari 10 pembangkit listrik berjenis kincir angin dengan kapasitas 5000watt yang berfungsi, tidak maksimal,” kata Sapto.
Selain itu, Ketidakmaksimal lain menurut Sapto, yaitu bantuan yang didapat tahun 2016 itu belum dibuatkan berita acara serah terimanya. Padahal menurut Ketua Persatuan Insinyur Indinesia Kalimantan Timur ini, semestinya jika ingin memaksimalkan ini harus diproses serah terima barang tersebut ke Unud. “Sehingga pemkab atau pemprov setempat semestinya bisa segera membantu proses serah terima barang tersebut harus. Tanpa serah terima tentu perawatan, perbaikan, serta maintenance akan terkendala,” ujarnya dalam pertemuan yang dihadiri Anggota Pansus Puji Hartadi dan HJ Jahidin.
Mengaku menjadikan hal ini sebagai masukan dan pelajaran, dirinya juga menyayangkan jika peralatan tersebut sampai rusak. “Artinya dari sisi administrasi harus segera diurus sehingga hak dan tanggung jawabnya jelas untuk barang yang sudah diberikan agak dapat dimaksimalkan,” sebutnya.
Selanjutnya, sebagaimana diketahui bahwa Provinsi Bali telah mengendalikan PLTS yang sudah cukup lama di daerah Bangli. Saat mengunjungi PLTS di Bangli dengan kapasitas 1 megawatt (MW) yang menggunakan panel lama dengan kapasitas per panel 200watt. Sapto menilai bahwa memang model panel tersebut kapasitasnya jauh lebih kecil dengan panel yang terbaru saat ini yang mencapai hingga 500watt/panel. “Dengan semakin majunya jaman semakin ringkas dan meningkat daya serap panel yang terbaru. Sementara sistem di Bangli sudah dikerjasamakan dengan perusda dan PLN, namun kita belum tau persis biaya operasionalnya seperti apa, namun menurut informasi sistem kerjasamanya COD bahwa ada sistem impor dan ekspor. Kita belum tau secara detail rinciannya seberapa menguntungkan yang didapat untuk PAD,” jelas Sapto yang juga mengunjungi Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali.
Hanya saja informasi dilapangan bahwa dari PLTS Bangli yang ada lalu dijual ke PLN seharga Rp 700, kemudian dijual lagi ke pelanggan dengan harga Rp 2400. “Kita perlu pelajari lebih lanjut seperti apa kalkulasi biaya produksi, biaya perawatan dan sebagainya serta bagaimana sisi keuntungannya. Yang terpenting bahwa penggalakan EBT di Bali sudah satu langkah lebih maju walaupun perda belum ada, bahkan Bali berlandaskan Pergub Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih,” urai Sapto.
Sementara, senada dengan ketua pansus, Wakil Ketua Pansus Kelistrikan, Bagus Susetyo menyebut bahwa Bali memang telah menerapkan Bali Bersih Energi yang dominannya mengurangi emisi karbon, baik itu kendaraan maupun daya listrik. “Karena di Bali miskin SDA yang digunakan sebagai energi, mau tidak mau mereka memulai dengan energi listrik tenaga surya yang sudah mulai diterapkan. Kaltim bisa mencontoh kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Bali. Tidak bisa tidak, dengan adanya Perda Kelistrikan kita akan mencantumkan beberapa hal yang berkaitan dengan EBT dan akan diterapkan di Kaltim,” kata Bagus.
Ini juga berkaitan dengan program pemerintah pusat untuk mendorong EBT, secara ekonomi menjadi efiensi. Untuk di Provinsi Bali, Pergub yang mengatur tentang Bali bersih merupakan RPJMD. “Namun untuk di Kaltim, RPJMD itu memang perlu, RPJMD yang mencantumkan Kelistrikan saja, tapi tidak dicantumkan berapa EBT nya. Mungkin setelah 2023, namun Dinas ESDM harus sudah membuat rencana kerja untuk kedepan untuk 2023 dan itu harus disampaikan ke RPJMD Gubernur mendatang,” pungkasnya.
Hadir dikesempatan sama, Kepala Dinas ESDM Kaltim Christianus Benny sangat optimis terhadap EBT di Kaltim. Bahkan dirinya menyebut bahwa Kaltim sesungguhnya selangkah lebih maju karena telah memiliki Perda Kelistrikkan. Progress inipun diapresiasi oleh Benny kepada Tim Pansus DPRD Kaltim yang telah serius menangani pembahasan perubahan Nomor 04 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Ketenagalistrikkan. Selain itu sejumlah masukan juga sedang diakomodir oleh Pansus, mulai dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian ESDM, Pemerintah Provinsi Bali dan masukan dari mitra lainnya yang berkaitan erat dengan ketenagalistrikkan. “Di Bali memang cukup lengkap aturan Pergubnya, bahkan sudah ada seperti ada pembangkit tenaga listrik untuk kendaraan listrik, Perda RUED, ada juga Pergub EBTKE dan mengatur Rooftop. Sementara bantuan PLTS di Bali sejauh ini didanai oleh Pusat, sepertinya mereka tidak ada PLTS yang didanai APBD berbeda di Kaltim yang beberapa tahun ini mendanai PLTS, barangkali ini karena rasio eletrifikasinya mencapai 100 persen, ” terang Benny dalam kunjungan yang juga diikuti oleh Perusda Kelistrikkan Kaltim, Biro Hukum Kaltim.
Untuk diketahui Pansus Kelistrikan dalam waktu dekat akan melakukan Focus Group Disscusion(FGD) untuk merumuskan data dan masukan. FGD akan menghadirkan Biro Hukum Kaltim, Dinas ESDM Kaltim, Dirjen PHD Kemendagri dan PLN UIP Kaltimtara serta PLN Cabang se Kaltim. Selain itu Kementerian ESDM dalam hal ini, Dirjen Ketenagalistrikan, SetDirjen Ketenagalistrikan, Dirjen EBTKE, Koordinator Hukum SetDitjen Ketenagalistrikan, Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan, Direktur Pembinaan Perusahaan Ketenagalistrikan serta Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan. (adv/hms5)