Komisi IV DPRD Kaltim Soroti Dugaan Pelanggaran Izin Pabrik Sawit PT Kutai Sawit Mandiri

Kamis, 17 April 2025 138
Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur lakukan monitoring lapangan pabrik kelapa sawit di PT Kutai Sawit Mandiri
KUTIM. Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Kutai Timur untuk melakukan monitoring terhadap aktivitas pembangunan pabrik kelapa sawit milik PT Kutai Sawit Mandiri (KSM) yang berlokasi di Desa Miau Baru, Kecamatan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur (Kutim).  Komisi IV DPRD Kalimantan Timur juga mengungkap sejumlah temuan mencemaskan.

Ketua Komisi IV, H. Baba mengatakan terdapat indikasi kuat pelanggaran perizinan oleh perusahaan tersebut. “Kalau kita melihat dari kondisi di lapangan, memang ada beberapa titik pelanggaran. Ini perlu kita komunikasikan lebih lanjut dengan pemerintah setempat, termasuk mungkin dengan pihak KPC yang juga memiliki wilayah berdekatan,” ujarnya, Kamis (17/4/2025).

Lebih lanjut, H. Baba menyampaikan adanya kemungkinan tumpang tindih (overlapping) wilayah menjadi perhatian utama. Salah satu temuan serius adalah dugaan pelanggaran dalam aspek lingkungan hidup. “Data-data dari perusahaan akan kami minta secara lengkap untuk dipelajari bersama, baik oleh Komisi IV, DLH Kabupaten, DLH Provinsi, maupun pihak industri terkait,” tambahnya.

Lalu, H. Baba juga menyebutkan bahwa perusahaan belum mengantongi izin dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH), namun aktivitas pembangunan sudah berjalan. “Ini tentu menjadi catatan penting, apalagi kami mendapat informasi bahwa limbah akhir pabrik kemungkinan besar akan dibuang ke sungai, yang mana sungai itu merupakan bahan baku utama PDAM Hulu Sangatta,” tegasnya.

Namun, pada kunjungan kali ini, direksi PT KSM tidak hadir untuk memberikan keterangan. Hal ini menjadi perhatian khusus dari DPRD. “Kalau dalam RDP nanti pun manajemen yang berwenang tidak hadir, tentu akan ada sanksi. Kita bisa pertimbangkan untuk tidak memberikan rekomendasi izin. Ini serius,” tandas H. Baba.

Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Muhammad Darlis, menambahkan bahwa kunjungan ini adalah bentuk uji petik terhadap kepatuhan perusahaan dalam hal pengelolaan lingkungan, bukan pada aspek pertanian atau perkebunan.

Dia menilai PT KSM sangat minim dalam pemenuhan dokumen lingkungan, bahkan belum memiliki AMDAL yang menjadi syarat utama sebuah industri. “Dari sisi tata ruang pun, lokasi ini tidak semestinya dijadikan kawasan industri karena berada di zona pertanian. Pengupasan lahan yang dilakukan juga tidak mempertimbangkan kelestarian lingkungan, dan sangat berpotensi menimbulkan pencemaran serta longsor,” imbuhnya. (adv/hms7)

 
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)