SAMARINDA. Komisi III DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dasar pencabutan Perda No. 14 tahun 2012 tentang pengelolaan air tanah dan Perda No. 8 tahun 2013 tentang penyelenggaraan reklamasi dan pasca tambang diruang rapat gedung E lantai 1, Rabu (2/11) lalu.
Memimpin rapat, Ketua Komisi III Veridiana Huraq Wang didampingi Wakil Ketua Komisi III Syafruddin dan Sekretaris Komisi III Sarkowi V Zahry serta anggota Komisi III diantaranya H Baba, Mimi Meriami Br Pane, Romadhony Putra Pratama, Safuad dan Agus Aras. Juga hadir dari Biro Hukum Setdaprov Kaltim, Dinas PUPR-PERA Kaltim, Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, dan Inspektur Tambang Dirjen Minerba Kementerian ESDM.
Veridiana mengetakan, dalam rapat dibahas tentang dampak apa saja terkait pencabutan dua Perda tersebut. Sebagai dasar hukum adalah undang-undang dan yang paling menonjol adalah undang-undang cipta kerja dan undang-undang minerba.
“Itu yang membuat akhirnya perda ini tidak berfungsi lagi, karena perizinan semua sudah diambil pusat kewenangannya. Jadi gak ada lagi kewenangan kita untuk melakukan pengawasan,” ujar Veridiana.
Ia menyebut, Komisi III ingin menggali dari lintas dinas berkenaan dengan dampak apa yang timbul terhadap struktur organisasi, dampak terhadap pendapatan daerah dan terhadap lingkungan.
“Yang tadi bertugas dibidangnya ini, setelah dicabut kan sudah tidak ada kerjaan lagi. Apalagi tambang-tambang di Kaltim banyak sekali. Untuk PKP2B otomatis dari pusat, tapi untuk IUP yang dikeluarkan kepala daerah, kan masih ada yang nambang sekarang karena izinnya masih jalan, bagaimana pengawasannya, itu yang kita gali. Dari poin-poin itu, akan menjadi catatan Komisi III ketika nanti menyampaikan laporan akhir,” ujarnya.
Poltisi PDI Perjuangan ini mengatakan, dari catatan itu, DPRD perlu melahirkan satu atau dua peraturan daerah yang memberikan celah kepada pemerintah provinsi untuk melakukan pengawasan terhadap hal tersebut.
Menurutnya, dengan Perda dicabut, bagaimana pengawasan dilapangan. “Siapa yang paham, siapa yang tau, yang bisa turun. Misalnya polisi, katakanlah mau pergi ke salah satu perumahan yang menggunakan air tanah, karena gak ada kewenangannya, dia tidak bisa melakukan apa-apa,” ucapnya.
Dari catatan dan rekomendasi akhir, lanjutnya, sesuai dengan tugas maka akan mengarah pada regulasi. Apakah akan mendorong Perda atau mendorong Pergub.
Saat ditanya apakah ada aturan pengganti untuk reklamasi atau kewajiban reklamasi dihilangkan, Veridiana menyatakan bahwa reklamasi tetap ada. Namun yang hilang adalah fungsi pengawasannya. Reklamasi ada dalam undang-undang minerba, yang menyebutkan bahwa reklamasi dilakukan perusahan atau pihak yang melakukan penambangan. Akan tetapi pemerintah provinsi tidak dapat mengevaluasi kerja penambang karena ditarik pusat.
“Tapi ternyata inspektur tambang yang ada didaerah ini, mereka tidak punya kewenangan kepada yang izin PKP2B, mereka hanya punya izin terhadap izin IUP disini. Tetapi lucunya, izin IUP yang ada disini, mereka tidak melaporkan ke pemerintah sini, tapi melaporkan ke pemerintah pusat,” katanya.
“Dari kita sebagai rakyat, tentu kita sangat khawatir denga reklamasi ini, sedangkan kemarin-kemarin ada Perda ini saja,kan banyak lobang yang menganga, apalagi dengan tidak adanya Perda ini,” tandasnya. (adv/hms8)