Kementerian ATR Sikapi Dinamika Pembahasan RTRW Kaltim

Jumat, 18 November 2022 146
Rapat Koordinasi Lintas Sektor dalam rangka pembahasan RTRW Kaltim Bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN, di Gran Melia Jakarta. Dihadiri Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas'ud, Jumat (18/11)

JAKARTA. Memasuki Tahap Pembahasan lintas sektor, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Timur yang saat ini dibahas oleh Pansus RTRW. Jumat (18/11) bertempat di Hotel Gran Melia Jakarta, dilakukan Rapat Koordinasi Lintas Sektor dalam rangka pembahasan RTRW Kaltim Bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional.

 

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Direktur Jendral Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Gabriel Triwibawa, Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi, Ketua Pansus RTRW Kaltim Baharuddin Demmu dan Wakil Ketua Pansus RTRW Sapto Setyo Pramono. Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah II Rahma Julianti serta perwakilan dari kementerian dan Lembaga terkait.

 

Sejumlah hal menonjol yang diangkat oleh Pansus RTRW diantaranya adanya pergeseran garis pantai di wilayah perairan Balikpapan berdasarkan data dari Badan Informasi Geopasial (BIG), Holding Zone berupa pergeseran Areal Penggunaan Lain (APL) yang kini statusnya sudah HGU. “Pada saat melanggar ia mencari celah, celahnya lewat perubahan RTRW. Sampai saat ini kamipun belum bersepakat, kami berharap kembali ke kawasan fungsi hutan. Dengan HGU 30 tahun, artinya ketika HGU ini berjalan hingga satu putaran ijinnya dengan waktu 30 tahun. Saya kira ini sudah mendapatkan keuntungan yang banyak. Setelah itu kembalikan saja lagi ke fungsi Kawasan hutan, itu dua yang krusial yang kami sampaikan. Masih ada pembahasan lanjutan dan akan dibahas kembali di pertemuan pasca pertemuan lintas sektor minggu dan senin ini,” urai Ketua Pansus Baharuddin Demmu.

 

Kembali menyinggung soal Kawasan yang dijadikan holding zone, sejumlah lahan yang diusulkan dari Kawasan hutan menjadi apl dan statusnya sekarang HGU. Pansus pun masihmempertanyakan, kenapa mesti lewat Pansus. “Harapannya lewat saja ke dinas kehutanan karena jelas kami melihat persoalan ini sudah melanggar, tidak boleh ada HGU diwilayah Kawasan-kawasan hutan,” tegas Bahar.

 

Sementara soal kerja Pansus selama 3 bulan sesuai PP 21 tahun 2001 maka dibatasi sekitar bulan desember. Dengan target itu Pansus bisa tercapai, namun masih ada beberapa yang harus dilakukan teman-teman di pansus seperti mengundang kembali BIG untuk memberikan penjelasan secara utuh seperti pergeseran garis pantai. Namun jika mendapat penjelasan maka Pansus akan buat catatan. “Bahwa kami tidak setuju. Karena kami melihat hanya ada segelintir kepentingan yang diakomodir. Sehingga target mudah-mudahan desember tidak ada kendala. Dan harapannya teman-teman di Kaltim baik itu akademisi maupun LSM jika memang masih ada hal yang ingin disampaikan segera disampaikan, karena ini juga dikejar waktu. Terburu-buru tidak juga karena masukan-masukan telah kita sampaikan semua,” papar Bahar.

 

Menanyakan hal yang sama soal pergeseran garis pantai di Balikpapan, Wakil Ketua Pansus RTRW Kaltim Sapto Setyo Pramono dalam pertemuan tersebut juga secara tegas berharap bagaimana alih fungsi yang sangat luar biasa peralihan lahan pertanian menjadi pertambangan dan lain sebagainya. “Kita minta peralihan menjadi HGU jangan diikutkan dalam RTRW, lebih baik mengajukan masing-masing Yang diutamakan adalah hutan rakyat, kebun rakyat serta pemukiman yang sudah berdomisili bertahun-tahun diwilayah tersebut ini yang harus dikeluarkan menjadi APL,”katanya. 

 

Tak hanya itu Sapto juga meminta mekanisme pertambangan yang lebih ramah lingkungan, sebab yang ada saat ini baik open pit mining dan underground mining keduanya sama-sama merusak lingkungan. Selain itu menciptakan ketahanan pangan LP2B yang merupakan penyebaran di Kabuaten/kota dan KP2B di Provinsi. “Ini harus jelas, mana pangannya, holtikultura dan sebagainya perlu difikirkan jangka panjangnya. Berapa kebutuhan di Kalimantan Timur, apakah sudah cukup untuk kedepannya, jika belum seperti apa mengatasinya,” sebut Sapto.

 

Sapto juga mengapresiasi sekaligus berterima kasih diadakannya rapat lintas sektor ini, namun diakui sapto masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu disempurnakan seperti yang telah ia suarakan dalam forum koordinasi. Sementara soal kronologis perubahan garis pantai, Sapto menyebut mulai 2010-2014 tidak ada pergeseran. “Tiba-tiba maju, Dasar mereka apa?legalnya apa, dalam RZWP3K yang telah disahkan tidak ada namun tiba-tiba muncul. Ini perlu penjelasan dari awal dulu, jangan separo jalan baru dimasukkan. Ini hal yang lucu” ungkap  Sapto.

 

Sapto juga menyayangkan ketidakhadiran BIG dalam undangan yang disampaikan oleh Pansus RTRW Kaltim beberapa waktu lalu. “Minimal jika diundang datang, agar kita mengetahui, jangan sampai kita melegalkan barang yang illegal. Saya tidak mau itu terjadi. Keberpihakan kita pada rakyat Kalimantan Timur tinggi,” pungkas Sapto. (adv/hms5)

TULIS KOMENTAR ANDA
RSUD Paser Tak Punya CT Scan, DPRD Kaltim Minta Alokasi Bankeu Segera
Berita Utama 3 Juli 2025
0
SAMARINDA. Minimnya fasilitas kesehatan di Kabupaten Paser kembali menjadi sorotan serius dari Hartono Basuki, Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim). la menegaskan bahwa kesenjangan pelayanan medis di wilayah tersebut harus segera ditangani agar masyarakat memperoleh akses yang adil dan setara dengan kabupaten lain di Kaltim. "Seperti di Paser, ada rumah sakit umum daerah yang belum punya alat yang lengkap sehingga pasiennya dirujuk ke Balikpapan, sementara jarak tempuhnya jauh,” kata Hartono. Hartono menyebut ketiadaan alat CT scan di rumah sakit daerah sebagai contoh konkret lemahnya infrastruktur layanan kesehatan di Paser. la menegaskan bahwa alat medis seperti itu bukanlah fasilitas tambahan, melainkan kebutuhan dasar dalam diagnosa modern.Menurutnya, merujuk pasien ke Balikpapan karena tidak tersedianya alat tersebut berisiko memperburuk kondisi pasien, mengingat jarak tempuh yang panjang dan kondisi darurat yang mungkin dihadapi. Sebaliknya, ia menilai Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mengalami kemajuan pesat dalam layanan kesehatan, antara lain ditunjang oleh kehadiran Rumah Sakit Hermina dan lokasi yang berdekatan dengan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. “Pelayanan kesehatan di PPU cukup bagus karena ada Rumah Sakit Hernia,” ujarnya. Hartono mewanti-wanti agar jurang ketimpangan layanan kesehatan antarwilayah ini tidak terus melebar. la mengingatkan bahwa daerah seperti Paser membutuhkan perhatian lebih karena keterbatasan fiskal dan infrastruktur dasar yang belum memadai. Sebagai solusi, ia mendorong Pemerintah Provinsi Kaltim untuk mengalokasikan Bantuan Keuangan Provinsi(bankeu) secara lebih proporsional, terutama untuk mendukung sektor kesehatan di daerah, daerah yang belum berkembang. “Benkeu bukan sekadar bentuk transfer anggaran, tapi juga instrumen pemerataan pembangunan. Paser harus dibantu," ujarnya. Hartono menambahkan bahwa Komisi IV akan terus mendorong agar alokasi benkeu untuk sektor kesehatan diprioritaskan dalam pembahasan anggaran mendatang. la menyebut belanja kesehatan bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. "Kami akan kawal agar sektor kesehatan tidak hanya dibahas di atas kertas, tapi benar-benar diwujudkan di lapangan," tutup Hartono. (adv/hms7)