Kementerian ATR Sikapi Dinamika Pembahasan RTRW Kaltim

Jumat, 18 November 2022 158
Rapat Koordinasi Lintas Sektor dalam rangka pembahasan RTRW Kaltim Bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN, di Gran Melia Jakarta. Dihadiri Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas'ud, Jumat (18/11)

JAKARTA. Memasuki Tahap Pembahasan lintas sektor, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Timur yang saat ini dibahas oleh Pansus RTRW. Jumat (18/11) bertempat di Hotel Gran Melia Jakarta, dilakukan Rapat Koordinasi Lintas Sektor dalam rangka pembahasan RTRW Kaltim Bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional.

 

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Direktur Jendral Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Gabriel Triwibawa, Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi, Ketua Pansus RTRW Kaltim Baharuddin Demmu dan Wakil Ketua Pansus RTRW Sapto Setyo Pramono. Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah II Rahma Julianti serta perwakilan dari kementerian dan Lembaga terkait.

 

Sejumlah hal menonjol yang diangkat oleh Pansus RTRW diantaranya adanya pergeseran garis pantai di wilayah perairan Balikpapan berdasarkan data dari Badan Informasi Geopasial (BIG), Holding Zone berupa pergeseran Areal Penggunaan Lain (APL) yang kini statusnya sudah HGU. “Pada saat melanggar ia mencari celah, celahnya lewat perubahan RTRW. Sampai saat ini kamipun belum bersepakat, kami berharap kembali ke kawasan fungsi hutan. Dengan HGU 30 tahun, artinya ketika HGU ini berjalan hingga satu putaran ijinnya dengan waktu 30 tahun. Saya kira ini sudah mendapatkan keuntungan yang banyak. Setelah itu kembalikan saja lagi ke fungsi Kawasan hutan, itu dua yang krusial yang kami sampaikan. Masih ada pembahasan lanjutan dan akan dibahas kembali di pertemuan pasca pertemuan lintas sektor minggu dan senin ini,” urai Ketua Pansus Baharuddin Demmu.

 

Kembali menyinggung soal Kawasan yang dijadikan holding zone, sejumlah lahan yang diusulkan dari Kawasan hutan menjadi apl dan statusnya sekarang HGU. Pansus pun masihmempertanyakan, kenapa mesti lewat Pansus. “Harapannya lewat saja ke dinas kehutanan karena jelas kami melihat persoalan ini sudah melanggar, tidak boleh ada HGU diwilayah Kawasan-kawasan hutan,” tegas Bahar.

 

Sementara soal kerja Pansus selama 3 bulan sesuai PP 21 tahun 2001 maka dibatasi sekitar bulan desember. Dengan target itu Pansus bisa tercapai, namun masih ada beberapa yang harus dilakukan teman-teman di pansus seperti mengundang kembali BIG untuk memberikan penjelasan secara utuh seperti pergeseran garis pantai. Namun jika mendapat penjelasan maka Pansus akan buat catatan. “Bahwa kami tidak setuju. Karena kami melihat hanya ada segelintir kepentingan yang diakomodir. Sehingga target mudah-mudahan desember tidak ada kendala. Dan harapannya teman-teman di Kaltim baik itu akademisi maupun LSM jika memang masih ada hal yang ingin disampaikan segera disampaikan, karena ini juga dikejar waktu. Terburu-buru tidak juga karena masukan-masukan telah kita sampaikan semua,” papar Bahar.

 

Menanyakan hal yang sama soal pergeseran garis pantai di Balikpapan, Wakil Ketua Pansus RTRW Kaltim Sapto Setyo Pramono dalam pertemuan tersebut juga secara tegas berharap bagaimana alih fungsi yang sangat luar biasa peralihan lahan pertanian menjadi pertambangan dan lain sebagainya. “Kita minta peralihan menjadi HGU jangan diikutkan dalam RTRW, lebih baik mengajukan masing-masing Yang diutamakan adalah hutan rakyat, kebun rakyat serta pemukiman yang sudah berdomisili bertahun-tahun diwilayah tersebut ini yang harus dikeluarkan menjadi APL,”katanya. 

 

Tak hanya itu Sapto juga meminta mekanisme pertambangan yang lebih ramah lingkungan, sebab yang ada saat ini baik open pit mining dan underground mining keduanya sama-sama merusak lingkungan. Selain itu menciptakan ketahanan pangan LP2B yang merupakan penyebaran di Kabuaten/kota dan KP2B di Provinsi. “Ini harus jelas, mana pangannya, holtikultura dan sebagainya perlu difikirkan jangka panjangnya. Berapa kebutuhan di Kalimantan Timur, apakah sudah cukup untuk kedepannya, jika belum seperti apa mengatasinya,” sebut Sapto.

 

Sapto juga mengapresiasi sekaligus berterima kasih diadakannya rapat lintas sektor ini, namun diakui sapto masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu disempurnakan seperti yang telah ia suarakan dalam forum koordinasi. Sementara soal kronologis perubahan garis pantai, Sapto menyebut mulai 2010-2014 tidak ada pergeseran. “Tiba-tiba maju, Dasar mereka apa?legalnya apa, dalam RZWP3K yang telah disahkan tidak ada namun tiba-tiba muncul. Ini perlu penjelasan dari awal dulu, jangan separo jalan baru dimasukkan. Ini hal yang lucu” ungkap  Sapto.

 

Sapto juga menyayangkan ketidakhadiran BIG dalam undangan yang disampaikan oleh Pansus RTRW Kaltim beberapa waktu lalu. “Minimal jika diundang datang, agar kita mengetahui, jangan sampai kita melegalkan barang yang illegal. Saya tidak mau itu terjadi. Keberpihakan kita pada rakyat Kalimantan Timur tinggi,” pungkas Sapto. (adv/hms5)

TULIS KOMENTAR ANDA
DPRD Kaltim Dorong Sinergi dan Digitalisasi CSR, Perda TJSL Kaltim Akan Dievaluasi
Berita Utama 10 November 2025
0
SAMARINDA – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk membahas tindak lanjut Pengelolaan Program Corporate Social Responsibility (CSR) di Kalimantan Timur. Rapat yang bertujuan memaksimalkan peran CSR dalam pembangunan daerah ini dibuka dan dipimpin oleh Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Muhammad Darlis Pattalongi. Ia didampingi oleh Wakil Ketua Komisi IV, Andi Satya Adi Saputra, serta sejumlah Anggota Komisi, yaitu Agus Aras, Syahariah Mas’ud, Damayanti, Fuad Fakhruddin, dan Agusriansyah Ridwan di Ruang Rapat Gedung D Lantai 3 Kantor DPRD Kaltim, Senin (10/11/25). Fokus utama pembahasan dalam pertemuan ini dilatarbelakangi oleh potensi penurunan fiskal daerah, sementara Pemprov memiliki program pembangunan prioritas yang membutuhkan pembiayaan besar. Untuk itu Komisi IV menekankan perlunya mensinergikan pendanaan CSR berdampingan dengan APBD. ”Mensinergikan pendanaan CSR berdampingan dengan APBD itu sangat penting. Sinergi ini sangat krusial dalam rangka memaksimalkan peran pendanaan CSR bagi pembangunan Kaltim,” ujar Muhammad Darlis Pattalongi. Ia menambahkan bahwa digitalisasi terhadap program-program CSR juga sangat dibutuhkan. Legislator Daerah Pemilihan Kota Samarinda ini menegaskan bahwa pada dasarnya Pemerintah Daerah dalam hal ini tidak diperbolehkan mengambil dana CSR, melainkan hanya berperan dalam menyediakan perencanaan program yang belum terbiayai oleh APBD dan tepat guna serta tepat sasaran melalui program CSR. "Dengan kita bersinergi maka kita bisa memilah mana program yang bisa kita arahkan menggunakan APBD dan mana program yang kita arahkan melalui CSR," jelas Darlis. Ia kemudian mencontohkan Provinsi Kalimantan Barat yang telah berhasil mengimplementasikan pengelolaan dana CSR melalui Tim Fasilitasi di bawah BAPPEDA Provinsi. Diharapkan, melalui program yang terarah dan digitalisasi, tidak ada lagi duplikasi, tumpang tindih, atau ketertinggalan program. Sebagai tindak lanjut, Komisi IV menilai Peraturan Daerah (Perda) Kaltim Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perlu dievaluasi. Evaluasi bertujuan menyelaraskan CSR dengan program prioritas pembangunan, melibatkan Baznas, serta memastikan integrasi program. RDP ini kemudian menghasilkan kesepakatan bahwa pengelolaan CSR di Kaltim harus dilakukan secara sinergis, terintegrasi, terkoordinasi, dan terdigitalisasi. Biro Hukum Setda Kaltim bersama Bappeda Kaltim diminta segera melakukan evaluasi dan penyesuaian Perda TJSL. Serta untuk mendukung program digitalisasi, disepakati Tim Sakti CSR akan memberikan pendampingan. (Hms11)