Disambut Hangat Saat Reses di Kecamatan Wahau, Budianto Bulang Komitmen Kawal Aspirasi Prioritas Warga

Selasa, 8 Juli 2025 28
SERAP ASPIRASI : Hangat dan penuh harapan, warga antusias menyambut kehadiran Budianto Bulang saat reses di Kecamatan Wahau belum lama ini.
SAMARINDA – Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Budianto Bulang, mendapat sambutan hangat dari masyarakat saat melaksanakan kegiatan Reses (serap aspirasi) di Kecamatan Wahau, Kutai Timur. Dalam kunjungannya ke empat desa yakni Desa Makmur Jaya, Desa Karya Bhakti, Desa Kombeng Indah, dan Desa Miau Baru, Budianto menerima berbagai aspirasi mendesak dari warga.

Tiga isu utama mengemuka dalam pertemuan-pertemuan tersebut yakni krisis air bersih, keterbatasan akses beasiswa pendidikan, dan kebutuhan akan pembangunan rumah sakit tipe C di wilayah Wahau. Kebutuhan mendasar akan air bersih menjadi keluhan paling mendesak yang disampaikan warga, terutama saat musim kemarau. Kondisi sumur yang tidak lagi dapat diandalkan membuat warga mendesak adanya pembangunan instalasi PDAM.

“Kami sering kesulitan air bersih, apalagi saat musim kemarau. Air sumur pun tidak bisa diandalkan. Kami berharap adanya pembangunan jaringan air PDAM,” ujar Nasib Priyono, warga Desa Makmur Jaya.

Menanggapi hal tersebut, Budianto menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan pembangunan jaringan air bersih di tingkat provinsi.

“Soal air bersih adalah kebutuhan dasar dan harus diprioritaskan. Saya akan dorong agar PDAM bersama pemerintah daerah segera menindaklanjuti dengan kajian teknis dan penganggaran,” tegasnya.

Isu berikutnya yang mencuat adalah minimnya akses beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa, terutama dari desa-desa terpencil. Warga berharap pemerintah provinsi memperluas cakupan program bantuan pendidikan agar lebih inklusif.

“Anak-anak kami ingin kuliah, tapi banyak yang terbentur biaya. Kami ingin ada perhatian khusus dari pemerintah provinsi agar beasiswa bisa lebih merata,” ungkap Ibu Junawarah dari Desa Karya Bhakti.

Politisi Partai Golkar ini menegaskan bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan generasi muda dan menjadi salah satu fokus kerja DPRD.

“Kami di DPRD akan terus mendorong agar alokasi beasiswa ditambah dan diperluas jangkauannya, agar semua anak-anak punya peluang yang sama,” ujar Budianto.

Aspirasi ketiga yang tak kalah penting adalah permintaan warga untuk dibangunnya rumah sakit tipe C di Kecamatan Wahau. Selama ini, warga dari Wahau, Kongbeng, dan Telen harus menempuh perjalanan jauh ke Sangatta atau Bontang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan lanjutan.

“Kami butuh rumah sakit yang dekat dan memadai. Ini soal bagaimana mendapatkan akses kesehatan yang sama dan memudahkan kami saat hendak berobat,” kata Agung, Kepala Desa Kombeng Indah.

Budianto menyambut usulan tersebut dan menyatakan bahwa pembangunan rumah sakit merupakan kebutuhan strategis yang akan ia kawal secara intensif.

“Ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tapi soal nyawa dan keselamatan masyarakat. Saya akan sampaikan langsung kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan mendorong agar segera masuk dalam perencanaan prioritas,” ujarnya.

Mengakhiri rangkaian kegiatan resesnya, Budianto merasa bangga bisa mendengar secara langsung suara rakyat dari desa-desa. Ia menegaskan bahwa semua aspirasi yang dihimpun akan menjadi landasan perjuangannya di DPRD. “Saya tegaskan bahwa suara rakyat dari desa-desa akan menjadi dasar perjuangan saya di DPRD,” pungkasnya. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)