Dibutuhkan Pergub tentang Standar Minimal Bankeu Kabupaten/kota

15 Juni 2022

Anggota DPRD Kaltim Ismail
SAMARINDA. Anggota DPRD Kaltim Ismail mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim untuk melaksanakan pembangunan berasaskan keadilan. Untuk itu, kata dia, pentingnya sinergi dan “satu suara” untuk merumuskan dan menentukan formasi anggaran pembangunan melalui bantuan
keuangan (Bankeu) per kabupaten/kota dengan standar minimal.

“Saya tidak tahu apakah ada kelemahan komunikasi, terpenting bagi saya, pembangunan harus berasaskan keadilan, sehingga menjadi tanggungjawab kita bersama. Maka, perlu kita rumuskan formasi adanya Bankeu per kabupaten/kota, minimal ada standar minimal,” ujarnya.

Dikatakannya, dari pengalaman di tahun sebelumnya, terdapat perubahan anggaran Bankeu kabupaten/kota oleh Pemprov Kaltim. Yang mana, Bankeu tersebut dinilai jauh dari yang dibutuhkan masyarakat.

“Ini agar tidak terulang lagi peristiwa di beberapa daerah, seperti di Kutim. Di sana (Kutim, red) yang kemarin Rp 100 miliar, tapi tahun ini tinggal Rp 33 miliar,” sebutnya.

Dia mendorong Pemprov Kaltim untuk membuat Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim untuk mengatur tentang standar minimal Bankeu kabupaten/kota.

“Tidak ada salahnya dibuat kebijakan, apakah dibentuk Pergub, bahwa ada angka minim setiap kabupaten/kota yang menjadi kesepakatan bersama. Sehingga, nantinya jika ada persoalan, maka ada pertimbangan, tapi tetap ada angka standar minimal,” tutupnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)