Bijak Menggunakan Pinjol

29 Juli 2021

SAMARINDA. Ditengah perekonomian yang sulit seperti sekarang banyak yang memilih menggunakan jasa pinjaman online untuk membantu meringankan beban dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari terlebih saat pandemi covid-19.

Anggota Komisi II DPRD Kaltim Ali Hamdi mengimbau agar masyarakat bijak dalam menggunakan pinjaman online agar tidak terjebak dalam hutang yang justru dapat memperburuk dan merugikan diri sendiri.

Hal ini disampaikan dia karena berujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 31 Desember 2020 utang online di Kaltim mencapai Rp1,45 triliun. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat ditahun ini karena kebijakan PPKM.

Menurutnya, sebelum transaksi masyarakat harus benar-benar memahami mulai dari mencari legalitas perusahaan, menjaga data privasi hingga berapa bunga yang harus dibayar. “Jangan hanya terbuai dengan pengajuan cepat cair tetapi harus dipikirkan kemampuan untuk melunasi,” sebutnya.

“Itu artinya pinjaman online sangat banyak diminati oleh masyarakat Kaltim tetapi apakah semua mereka yang pinjam benar-benar mengerti dan faham ini yang perlu di edukasi oleh pemerintah melalui instansi terkait,” katanya.

Ia berharap kendati menghadapi kondisi yang sulit tetap harus berfikir logis dan memikirkan konsekuensi yang diterima kedepannya. Terlebih meminjam lebih dari satu fintech itu juga bagian dari kurang bijak.

Ada beberapa kreteria menurut OJK dalam memilih fintech diantaranya harus terdaftar dan terawasi OJK, jumlah pinjaman disesuikan dengan mampuan sebab berbeda dengan bank semua fintech tidak menggunakan agunan sehingga bunganyapun jauh lebih besar, dan lainnya.(adv/hms4)

 
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)