46 Tambang Kaltim Stop Beroperasi, DPRD Kaltim: Harus Sinergi ke Pusat

Selasa, 22 Februari 2022 147
Ketua Komisi III DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud
SAMARINDA. Ketua Komisi III DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud turut memberikan tanggapan berkaitan penghentian sementara operasi puluhan tambang di Kaltim. Penghentian operasi itu pun berdampak kepada 46 pelaku tambang, terdiri dari 22 tambang batu bara dan 24 tambang batuan gunung. Ia mengatakan, perlu ada sinergi antara pemerintah daerah dan pusat. Sebab, semenjak perizinan tambang ke pemerintah pusat memang ada kekosongan koordinasi. “Mengisi kekosongan ini yang agak repot. Pemerintah pusat tidak bisa turun ke bawah, sementara pemerintah pusat tidak bisa naik ke atas,” kata dia usai rapat di DPRD Kaltim, Kamis (17/2/2022).

Menurutnya, akan sangat baik apabila ada satuan tugas (satgas) yang dapat menjembatani pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Sebab, dengan keadaan seperti ini pemerintah daerah berada dalam dilema karena banyaknya tuntutan dari masyarakat. “Kalau pemerintah daerah mengambil keputusan dengan memberikan izin kan salah karena harus ke pemerintah pusat. Kalau di pusat juga siapa yang bisa menghubungi, kami juga tidak tahu. Akhirnya celah di antara kekosongan ini kerap terpakai oleh pihak tidak bertanggungjawab,” paparnya.

Namun demikian, ia mengakui, untuk mengisi kekosongan itu tidaklah mudah. Sementara, walaupun ada inspektur tambang di Kaltim sebagai representasi pengawasan dari pemerintah pusat, perannya tidak maksimal. “Kan inspektur tambang perannya terbatas juga. Kewenangan, jumlahnya, perannya semua terbatas. Ini tidak menyelesaikan masalah. Paling tidak ada satgas yang ditunjuk untuk mengisi kekosongan ini,” kata dia.

Sebelumnya, Dirjen Minerba mengeluarkan surat penghentian sementara operasi 22 tambang batu bara dan 24 tambang batu gunung, batu gamping dan pasir urug yang ada di Kaltim melalui surat Nomor B-571/MB.05/DJB.B/2022 tertanggal 7 Februari 2022. Penghentian terjadi karena ada keterlambatan pelaporan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2022 oleh masing-masing perusahaan. Dirjen Minerba mengklaim, telah melayangkan surat peringatan dan teguran terkait keterlambatan penyampaian RKAB kepada seluruh perusahaan, tertanggal pada 20 Desember 2021 dan 4 Januari 2022.

Namun, tidak megindahkan hingga 31 Januari 2022. Pelaku usaha pun mendapatkan waktu 60 hari untuk melengkapi berkas tersebut. Atas sanksi tersebut, beberapa aktivitas tambang di Kaltim berhenti dan cukup memukul keberlangsungan bisnis pelaku usaha hingga berdampak pada ribuan tenaga kerja yang juga turut terancam. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)