21 IUP di Kaltim Diduga Palsu

Rabu, 13 Juli 2022 1314
Dari kanan, Ketua Komisi I Baharuddin Demmu, Ketua Komisi III Verydiana H Wang, Kepala Dinas PMPTSP Puguh Harjanto, dan Kabid Mineral Dinas ESDM Azwar Busra, memberikan keterangan di depan awak media usai melakukan rapat, Selasa (12/7)
SAMARINDA. Permasalahan izin usaha pertambangan (IUP) yang diduga palsu berbuntut panjang. Selasa (12/7) kemarin, DPRD Kaltim melalui Komisi III dan Komisi I melakukan Rapat Dengar
Pendapat (RDP) dengan Dinas ESDM dan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim.

Rapat tersebut membahas beberapa hal, termasuk masalah 21 IUP yang tidak tercatat di database ESDM dan DPMPTSP, Jaminan Reklamasi (Jamrek), hingga persoalan penyaluran dana CSR di Kaltim.

Ketua Komisi III DPRD Kaltim Verydiana H Wang didampingi Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu dan anggota komisi, serta Kepala Dinas PMPTSP Puguh Harjanto dan Kabid Mineral Dinas
ESDM Azwar Busra, tampak serius membahas persoalan tersebut.

Usai memimpin rapat, Verydiana H Wang mengatakan, DPRD Kaltim bersama dengan Pemprov Kaltim harus bekerjasama untuk mengatasi persoalan pemalsuan dokumen, sehingga persoalan ini
tidak berlarut-larut.

“Komisi III dan I akan menyampaikan kepada pimpinan untuk mengambil tindaklanjut dari hasil rapat kita. Apakah itu nanti akan menjadi pansus atau bentuk lainnya, nanti kami akan serahkan kepada
pimpinan untuk dilakukan rapat pimpinan dalam mengambil sikap,” ujarnya.

Senada, Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu, mengatakan bahwa apa yang disampaikan Ketua Komisi III itu benar, persoalannya berawal dari carut-marutnya IUP yang diduga ilegal atau
tidak terdata di Dinas ESDM maupun DPMPTSM.

“Semuanya ada 21 IUP yang diduga bermasalah. Nah, tadi jelas bahwa dalam rangka menyelesaikan ini semua, kami di komisi I dan III membuat notulen rapat untuk merekomendasikan kepada
pimpinan bahwa supaya ini dibentuk pansus,” kata Bahar

Kenapa harus dibentuk Pansus? Ketua Fraksi PAN DPRD Kaltim ini menjelaskan, bahwa tujuan dibentuk pansus yakni untuk mengurai akar permasalahan dan mencari solusinya. “Menurutu kami
ini masalah yang luar biasa, pasalnya ada dokumen yang didalamnya tertulis nomor surat serta dibubuhkan tandatangan gubernur, ini diduga dipalsukan,” jelas Bahar.

Sementara itu, Kepala Dinas PMPTSP Puguh Harjanto mengatakan, untuk kewenangan sektor pertambangan batubara saat ini telah beralih ke pemerintah pusat. “Dan jaminan reklamasi
seluruhnya, sudah diserahkan ke Kementerian ESDM,” sebut dia.

Terkait dengan 21 IUP yang diduga bermaslah, dan dua surat pengantar gubernur yang sempat berpolemik, Puguh mengaku bahwa hal itu tidak pernah berproses di DPMPTSP. “Pada prinsipnya
dalam mengurai hal tersebut, kami sangat sependapat dan sejalan dengan DPRD agar ini bisa clear dan juga di lapangan agar ini juga tidak menjadi bias,” jelasnya. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.