Terkait Penggunaan Jalan Nasional sebagai Crossing Hauling Komisi III DPRD Kaltim Sebut, PT KPC Siap Bangunkan Jalan Pengganti

Selasa, 29 April 2025 88
CARI SOLUSI : Pimpinan bersama Komisi III DPRD Kaltim memanggil PT KPC, BBPJN Kaltim, Dishub Kaltim, Dinas PUPR-PERA Kaltim, dan Dinas ESDM Kaltim, menggelar rapat membahas solusi penggunaan jalan nasional sebagai Crossing Hauling.
BALIKPAPAN. Menindaklanjuti persoalan penggunaan jalan nasional sebagai Crossing Hauling Batubara oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang berlokasi di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Komisi III DPRD Kaltim melakukan rapat dengar pendapat (RDP) pada Selasa (29/4/2025).

Pertemuan ini dihadiri, Wakil Ketua I DPRD Kaltim Ekti Imenuel, Sekretaris Komisi III Abdurrahman KA, dan jumlah Anggota Komisi III DPRD Kaltim, yakni Jahidin S, Arfan, Abdul Rahman Agus, Sugiyono, Baharuddin Muin, Sayid Muziburrachman, Syarifatul Sya’diah, Husin Djufri, serta Muhammad Samsun.

Rapat kali ini, Komisi III juga mengundang pihak terkait yakni Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim, Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltim, Dinas PUPR-PERA Kaltim, dan Dinas ESDM Kaltim, serta PT KPC.

Hasilnya, pihak PT KPC telah merencanakan pembuatan jalan umum sebagai pengganti jalan umum yang saat ini digunakan sebagai jalur crossing hauling. Demikian disampaikan Ketua Komisi III DPRD Kaltim Abdulloh usai memimpin rapat.

Ketua Komisi III DPRD Kaltim Abdulloh mengatakan, pihak KPC telah setuju dan menyampaikan rencana pengalihan jalan nasional sepanjang 12,7 kilometer, dan saat ini proses pengerjaan sudah mulai berjalan.

“Untuk pengerjaan pengalihan jalan ini sudah ada pemenang lelangnya, dan pembebasan lahan sudah mencapai 99 persen. Tinggal izin dari pemerintah pusat untuk tukar guling jalan, yang mana pertukaran aset pemerintah dengan aset PT KPC,” bebernya.

Lebih lanjut disampaikan Politisi Golkar ini, agar rencana pengalihan jalan segera terealisasi, Komisi III bersama PT KPC akan melakukan pengawalan ke pemerintah pusat terkait rencana tersebut. “Agar secepatnya izin itu dikeluarkan. Sehingga masyarakat tidak perlu lagi melewati jalan yang kerap dilalui kendaraan tambang,” jelas Abdulloh.

Ia juga meminta kepada pihak KPC agar memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana pengalihan tersebut. “Tolong buatkan jadwal untuk sosialisasi terkait pengalihan jalan ini, undang semua stakeholder terkait dan masyarakat di Kutim sambil menunggu izin resmi tukar guling dari pemerintah pusat” pungkas Abdulloh. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)