Soal Rancangan RPD Kaltim, Politikus Karang Paci Sapto Setyo Pramono Beri Masukan Soal Infrastruktur dan Lingkungan

Jumat, 17 Februari 2023 127
Anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono memberikan masukan pada acara Konsultasi Publik Rancangan RPD Kaltim Tahun 2024-2025, di Ballroom Hotel Novotel Balikpapan, Kamis (16/2)
BALIKPAPAN. Politikus Karang Paci sebutan DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono memberikan saran dan masukan terhadap rancangan rencana pembangunan daerah Kaltim 2024 – 2025. Hal tersebut disampaikannya disela-sela acara konsultasi publik di Ballroom Hotel Novotel Balikpapan, Kamis (16/2).

Sapto mengkritisi kondisi infrastruktur jalan di sejumlah wilayah Kaltim yang rusak dan memerlukan perhatian serius. Menurutnya, arah kebijakan dalam pembuatan dan perbaikan jalan harus dievaluasi karena dinilai kurang efektif dan efesien.

Pemerintah sebut dia selama ini berfokus kepada luasan dan panjang badan jalan tanpa memperhatikan kualitas. Hal ini menyebabkan kondisi jalan yang buruk dan acap kali menjadi penyebab seringnya terjadi kerusakan jalan. “Buat apa bangun jalan luas dan panjang tetapi hanya berupa perintis atau hanya kualitas rendah. Selain sulit dilalui karena daya tahan jalan rendah, juga apabila hujan jalan menjadi becek dan lengket sehingga rentan terjadinya kecelakaan,” tuturnya.

Padahal, jalan merupakan hal yang penting dalam pengembangan infrastruktur dan perekonomian. Rusaknya jalan khususnya yang menjadi akses utama bahkan satu-satunya penghubung antar kabupaten/kota menyebabkan pertumbuhan dan kemajuan di segala bidang menjadi jalan ditempat.

Ia menambahkan merujuk pada Perda Kaltim Nomor 1 Tahun 2016 Tentang RTRW Kaltim Tahun 2016 – 2036, total ruang atau luasan lahan untuk perkebunan di Kaltim seluruhnya mencapai 3.269.000 hektar. Kendati perda tersebut masuk dalam tahapan revisi akan tetapi menegaskan bahwa lahan untuk perkebunan di Kaltim sangat luas. “Sayangnya sampai saat ini hasil perkebunan yang beredar di masyarakat khususnya produk konsumtif masih banyak didatangkan dari luar Kaltim,” jelasnya.

Merujuk pada data Dinas Perkebunan Kaltim, sejak Tahun 2017 pemerintah telah menerbitkan 338 izin usaha perkebunan yang sebagian besar didominasi kelapa sawit, dan sisanya kakao, karet, dan tanaman lainya. Menurutnya, pemerintah harus mencarikan solusi terhadap persoalan lingkungan dan lahan pasca tambang dan perkebunan sawit karena tanpa didukung oleh teknologi dan perencanaan yang matang lahan tersebut kedepannya sulit di jadikan kawasan pertanian dan perkebunan non sawit. “Kemudian degradasi lahan Kaltim akibat maraknya pertambangan harus ada solusi  terhadap itu. Tolong dimakmurkannya rakyat Kaltim ini jangan hanya menjadi sapi perahan saja untuk semua,”ujar Sapto.(adv/hms4/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)