BALIKPAPAN. Politikus Karang Paci sebutan DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono memberikan saran dan masukan terhadap rancangan rencana pembangunan daerah Kaltim 2024 – 2025. Hal tersebut disampaikannya disela-sela acara konsultasi publik di Ballroom Hotel Novotel Balikpapan, Kamis (16/2).
Sapto mengkritisi kondisi infrastruktur jalan di sejumlah wilayah Kaltim yang rusak dan memerlukan perhatian serius. Menurutnya, arah kebijakan dalam pembuatan dan perbaikan jalan harus dievaluasi karena dinilai kurang efektif dan efesien.
Pemerintah sebut dia selama ini berfokus kepada luasan dan panjang badan jalan tanpa memperhatikan kualitas. Hal ini menyebabkan kondisi jalan yang buruk dan acap kali menjadi penyebab seringnya terjadi kerusakan jalan. “Buat apa bangun jalan luas dan panjang tetapi hanya berupa perintis atau hanya kualitas rendah. Selain sulit dilalui karena daya tahan jalan rendah, juga apabila hujan jalan menjadi becek dan lengket sehingga rentan terjadinya kecelakaan,” tuturnya.
Padahal, jalan merupakan hal yang penting dalam pengembangan infrastruktur dan perekonomian. Rusaknya jalan khususnya yang menjadi akses utama bahkan satu-satunya penghubung antar kabupaten/kota menyebabkan pertumbuhan dan kemajuan di segala bidang menjadi jalan ditempat.
Ia menambahkan merujuk pada Perda Kaltim Nomor 1 Tahun 2016 Tentang RTRW Kaltim Tahun 2016 – 2036, total ruang atau luasan lahan untuk perkebunan di Kaltim seluruhnya mencapai 3.269.000 hektar. Kendati perda tersebut masuk dalam tahapan revisi akan tetapi menegaskan bahwa lahan untuk perkebunan di Kaltim sangat luas. “Sayangnya sampai saat ini hasil perkebunan yang beredar di masyarakat khususnya produk konsumtif masih banyak didatangkan dari luar Kaltim,” jelasnya.
Merujuk pada data Dinas Perkebunan Kaltim, sejak Tahun 2017 pemerintah telah menerbitkan 338 izin usaha perkebunan yang sebagian besar didominasi kelapa sawit, dan sisanya kakao, karet, dan tanaman lainya. Menurutnya, pemerintah harus mencarikan solusi terhadap persoalan lingkungan dan lahan pasca tambang dan perkebunan sawit karena tanpa didukung oleh teknologi dan perencanaan yang matang lahan tersebut kedepannya sulit di jadikan kawasan pertanian dan perkebunan non sawit. “Kemudian degradasi lahan Kaltim akibat maraknya pertambangan harus ada solusi terhadap itu. Tolong dimakmurkannya rakyat Kaltim ini jangan hanya menjadi sapi perahan saja untuk semua,”ujar Sapto.(adv/hms4/hms6)
Sapto mengkritisi kondisi infrastruktur jalan di sejumlah wilayah Kaltim yang rusak dan memerlukan perhatian serius. Menurutnya, arah kebijakan dalam pembuatan dan perbaikan jalan harus dievaluasi karena dinilai kurang efektif dan efesien.
Pemerintah sebut dia selama ini berfokus kepada luasan dan panjang badan jalan tanpa memperhatikan kualitas. Hal ini menyebabkan kondisi jalan yang buruk dan acap kali menjadi penyebab seringnya terjadi kerusakan jalan. “Buat apa bangun jalan luas dan panjang tetapi hanya berupa perintis atau hanya kualitas rendah. Selain sulit dilalui karena daya tahan jalan rendah, juga apabila hujan jalan menjadi becek dan lengket sehingga rentan terjadinya kecelakaan,” tuturnya.
Padahal, jalan merupakan hal yang penting dalam pengembangan infrastruktur dan perekonomian. Rusaknya jalan khususnya yang menjadi akses utama bahkan satu-satunya penghubung antar kabupaten/kota menyebabkan pertumbuhan dan kemajuan di segala bidang menjadi jalan ditempat.
Ia menambahkan merujuk pada Perda Kaltim Nomor 1 Tahun 2016 Tentang RTRW Kaltim Tahun 2016 – 2036, total ruang atau luasan lahan untuk perkebunan di Kaltim seluruhnya mencapai 3.269.000 hektar. Kendati perda tersebut masuk dalam tahapan revisi akan tetapi menegaskan bahwa lahan untuk perkebunan di Kaltim sangat luas. “Sayangnya sampai saat ini hasil perkebunan yang beredar di masyarakat khususnya produk konsumtif masih banyak didatangkan dari luar Kaltim,” jelasnya.
Merujuk pada data Dinas Perkebunan Kaltim, sejak Tahun 2017 pemerintah telah menerbitkan 338 izin usaha perkebunan yang sebagian besar didominasi kelapa sawit, dan sisanya kakao, karet, dan tanaman lainya. Menurutnya, pemerintah harus mencarikan solusi terhadap persoalan lingkungan dan lahan pasca tambang dan perkebunan sawit karena tanpa didukung oleh teknologi dan perencanaan yang matang lahan tersebut kedepannya sulit di jadikan kawasan pertanian dan perkebunan non sawit. “Kemudian degradasi lahan Kaltim akibat maraknya pertambangan harus ada solusi terhadap itu. Tolong dimakmurkannya rakyat Kaltim ini jangan hanya menjadi sapi perahan saja untuk semua,”ujar Sapto.(adv/hms4/hms6)