Shemmy Permata Sari Soroti Kenaikan IKG Kaltim Kesetaraan Gender Menurun

Jumat, 4 Juli 2025 20
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Shemmy Permata Sari
SAMARINDA. Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mencatatkan angka Indeks Ketimpangan Gender (IKG) sebesar 0,441 pada 2024, mengalami kenaikan 0,027 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini mendapat sorotan tajam dari anggota Komisi II DPRD Provinsi Kaltim, Shemmy Permata Sari, yang menilai tren ini sebagai perkembangan yang sangat negatif. Shemmy mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut. Menurutnya, kenaikan IKG menunjukkan bahwa upaya untuk mencapai kesetaraan gender di Kalimantan Timur justru mengalami kemunduran. “Kenaikan angka IKG ini menjadi indikasi bahwa kesetaraan gender kita malah menurun. Ini adalah fenomena yang harus segera kita perbaiki,” ujar Shemmy.

Shemmy mengidentifikasi beberapa faktor yang memengaruhi tingginya IKG di Kaltim, di antaranya adalah kurangnya pemberdayaan perempuan, terbatasnya peran perempuan dalam pemerintahan, pernikahan dini, menurunnya akses terhadap kesehatan reproduksi, serta terbatasnya perempuan dalam pengambilan keputusan. “Semua faktor ini sangat mempengaruhi, karena jika perempuan tidak memiliki akses yang setara di berbagai sektor, baik ekonomi, politik, maupun sosial, maka ketimpangan gender tidak akan teratasi,” ungkapnya.

Shemmy menegaskan bahwa sebagai wakil rakyat perempuan, sudah menjadi tugasnya untuk menekan angka IKG agar kembali turun. Ia juga mengungkapkan pentingnya memberikan ruang yang lebih besar bagi perempuan di Kaltim untuk berkontribusi dan memiliki peran strategis di segala bidang. “Kami sebagai wakil rakyat perempuan punya tanggung jawab untuk memastikan bahwa perempuan-perempuan di Kaltim dapat berkontribusi lebih besar, memiliki peran strategis, dan diberdayakan lebih maksimal,” katanya.

Untuk mengatasi masalah ini, Damayanti menyarankan adanya program-program yang lebih fokus pada pendidikan perempuan, pemberdayaan ekonomi, serta peningkatan akses perempuan terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, khususnya dalam hal kesehatan reproduksi. Selain itu, perlu juga adanya kampanye untuk menanggulangi pernikahan dini dan upaya untuk memberikan akses lebih besar bagi perempuan dalam pemerintahan dan kebijakan publik.

Shemmy optimis bahwa melalui kolaborasi antara pemerintah, legislatif, serta masyarakat, angka IKG dapat ditekan. “Kami akan terus bekerja keras untuk memperjuangkan hak perempuan agar lebih dihargai, diberdayakan, dan diberikan kesempatan yang setara di semua sektor,” pungkasnya. (hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)