Sekwan Norhayati Usman Hadiri Rapat Identifikasi Pekerjaan yang Berpotensi Tidak Dapat Dilaksanakan atau Tidak Selesai Pada Tahun 2025.

Rabu, 14 Mei 2025 228
Teks Foto : Sekretaris DPRD Kaltim Norhayati Usman Menghadiri Rapat Bersama Kepala OPD Lingkup Pemprov Kaltim di Ruang Ruhui Rahayu Lantai 1 Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (14/5/25).
SAMARINDA - Sekretaris DPRD Provinsi Kalimantan Timur Norhayati Usman menghadiri rapat identifikasi pekerjaan yang berpotensi tidak dapat dilaksanakan atau tidak selesai pada tahun 2025.

Rapat dihadiri Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemprov Kaltim ini dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah Pemprov Kaltim Sri Wahyuni didampingi Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Setda Prov. Kaltim Ujang Rachmad, Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setda Prov Kaltim Irhamsyah dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Prov. Kaltim Yusliando.

Pertemuan rapat dalam rangka pengendalian pelaksanaan pekerjaan sebagai upaya optimalisasi pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2025 tersebut berlangsung di Ruang Ruhui Rahayu Lantai 1
Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (14/5/25).

Pada kesempatannya, Sri Wahyuni menyampaikan bahwa target kinerja tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Untuk itu melalui pertemuan ini Ia ingin mengetahui apa yang menjadi kendala
atau permasalahan yang ada di masing-masing OPD.

"Kita ingin mengetahui mengapa target kinerja kita sampai pada minggu ini baru di 9%. Ini sangat jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Memang kita sudah ada penyesuaian yang pertama
efisiensi dan yang kedua ada pergeseran" ucap Sri Wahyuni.

Terkait efisiensi ini pergeserannya diungkapkan Sri Wahyuni sudah tuntas dan sudah disampaikan juga bahwa kegiatan yang tidak diefisiensi boleh dilaksanakan, sehingga tidak perlu menunggu. 

"Jadi mestinya tidak ada alasan karena tidak 100% kegiatan itu diefisiensi, hanya yang diefisiensi itu saja yang menunggu hasil pergeseran dan hasil pergeseran itu sudah final, sudah ada. Bahkan kita
sekarang masuk di pergeseran kedua untuk gaji dan makan minum" tekannya.

Beberapa hal yang menjadi kendala kinerja kemudian dibahas dalam pertemuan ini. Permasalahan diantaranya ialah adanya efisiensi anggaran, perubahan E-Katalog versi 5 ke 6, perubahan regulasi terkait pelaksanaan pada DAK fisik, himbauan pelaksanaan agar kegiatan dilaksanakan di kantor, dan pergeseran atau perubahan anggaran kas SKPD.

"Dengan catatan-catatan yang ada, mudah-mudahan menjadi perhatian kita bersama. Perjanjian kerja mengapa belum ditandatangani oleh Pak Gubernur untuk diketahui karena beliau ingin ada reward dan punishment yang dinyatakan di dalam perjanjian kinerja itu" ujarnya.

Lanjut Ia mengingatkan perihal BPKP Kaltim yang mencermati belanja di OPD. Apakah itu proporsinya seimbang atau dominan belanja penunjang dari belanja publiknya. Sebagaimana ketentuan yang ada belanja penunjang harus lebih kecil dari belanja publik.  

"Tolong ini dicermati kembali, bapak ibu bisa melihat dan mencermati mana yang bisa dilakukan mana yang tidak. Mana belanja yang bisa direalokasi mana yang tidak, jangan sampai bapak ibu sudah belanja tapi malah menjadi catatan karena membelanjakan kegiatan yang bersifat aksesoris,
bukan kegiatan utama" tutupnya. (hms11)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)