Reses, Andi Satya Adi Saputra: Keluhan Terbanyak Sulit Masuk SMA Negeri

Jumat, 1 November 2024 113
Anggota DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra reses keliling Samarinda Seberang dan Palaran.
SAMARINDA. Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra, sudah melaksanakan reses selama dua hari untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya, Samarinda. Reses selama dua hari ini, kata Andi Satya, difokuskannya pada lima titik, yakni Kelurahan Baqa, Mangkupalas, Rapak Dalam, Mesjid, dan Handil Bakti di Palaran. “Dalam reses ini saya mendengarkan dan mencatat apa-apa yang disampaikan masyarakat, baik itu keluhan, aduan, sampai harapan-harapan terkait persoalan pendidikan, dan lain sebagainya,” ujar Andi Satya, Jumat (1/11/2024).

Menurut Andi Satya, reses merupakan masa bagi para Anggota DPRD untuk turun langsung ke lapangan dan bertemu dengan konstituen. Tujuannya adalah untuk menjaring aspirasi, menampung pengaduan, serta memberikan pertanggungjawaban moral dan politis kepada masyarakat di dapil. “Masyarakat terutama mengeluhkan sistem zonasi yang membatasi akses ke sekolah negeri, terutama pada jenjang SMA. Banyak warga yang merasa kesulitan untuk memasukkan anak-anak mereka ke SMA Negeri karena terbatasnya jumlah sekolah di zona tempat tinggal mereka. Di sisi lain, masuk ke sekolah swasta terkendala oleh faktor ekonomi,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa masalah ini harus segera dicarikan solusi, terutama karena kebijakan wajib belajar 12 tahun. Pemerintah, menurutnya, harus bertanggung jawab dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang layak dan terjangkau bagi seluruh anak Indonesia, sesuai amanat undang-undang. “Pemerintah memiliki kewajiban untuk membiayai dan menyediakan fasilitas pendidikan bagi semua anak. Kami di DPRD berkomitmen untuk mengawal kebijakan ini agar tidak ada anak yang terhambat pendidikannya hanya karena masalah zonasi atau ekonomi,” tambahnya. (adv/hms7)

 
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)