SAMARINDA. Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra, sudah melaksanakan reses selama dua hari untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya, Samarinda. Reses selama dua hari ini, kata Andi Satya, difokuskannya pada lima titik, yakni Kelurahan Baqa, Mangkupalas, Rapak Dalam, Mesjid, dan Handil Bakti di Palaran. “Dalam reses ini saya mendengarkan dan mencatat apa-apa yang disampaikan masyarakat, baik itu keluhan, aduan, sampai harapan-harapan terkait persoalan pendidikan, dan lain sebagainya,” ujar Andi Satya, Jumat (1/11/2024).
Menurut Andi Satya, reses merupakan masa bagi para Anggota DPRD untuk turun langsung ke lapangan dan bertemu dengan konstituen. Tujuannya adalah untuk menjaring aspirasi, menampung pengaduan, serta memberikan pertanggungjawaban moral dan politis kepada masyarakat di dapil. “Masyarakat terutama mengeluhkan sistem zonasi yang membatasi akses ke sekolah negeri, terutama pada jenjang SMA. Banyak warga yang merasa kesulitan untuk memasukkan anak-anak mereka ke SMA Negeri karena terbatasnya jumlah sekolah di zona tempat tinggal mereka. Di sisi lain, masuk ke sekolah swasta terkendala oleh faktor ekonomi,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa masalah ini harus segera dicarikan solusi, terutama karena kebijakan wajib belajar 12 tahun. Pemerintah, menurutnya, harus bertanggung jawab dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang layak dan terjangkau bagi seluruh anak Indonesia, sesuai amanat undang-undang. “Pemerintah memiliki kewajiban untuk membiayai dan menyediakan fasilitas pendidikan bagi semua anak. Kami di DPRD berkomitmen untuk mengawal kebijakan ini agar tidak ada anak yang terhambat pendidikannya hanya karena masalah zonasi atau ekonomi,” tambahnya. (adv/hms7)
Menurut Andi Satya, reses merupakan masa bagi para Anggota DPRD untuk turun langsung ke lapangan dan bertemu dengan konstituen. Tujuannya adalah untuk menjaring aspirasi, menampung pengaduan, serta memberikan pertanggungjawaban moral dan politis kepada masyarakat di dapil. “Masyarakat terutama mengeluhkan sistem zonasi yang membatasi akses ke sekolah negeri, terutama pada jenjang SMA. Banyak warga yang merasa kesulitan untuk memasukkan anak-anak mereka ke SMA Negeri karena terbatasnya jumlah sekolah di zona tempat tinggal mereka. Di sisi lain, masuk ke sekolah swasta terkendala oleh faktor ekonomi,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa masalah ini harus segera dicarikan solusi, terutama karena kebijakan wajib belajar 12 tahun. Pemerintah, menurutnya, harus bertanggung jawab dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang layak dan terjangkau bagi seluruh anak Indonesia, sesuai amanat undang-undang. “Pemerintah memiliki kewajiban untuk membiayai dan menyediakan fasilitas pendidikan bagi semua anak. Kami di DPRD berkomitmen untuk mengawal kebijakan ini agar tidak ada anak yang terhambat pendidikannya hanya karena masalah zonasi atau ekonomi,” tambahnya. (adv/hms7)