Pra POPNAS Ke-39 Resmi Digelar, Ketua Komisi IV DPRD Harap Jadi Ajang Tolak Ukur

Rabu, 14 September 2022 155
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi
SAMARINDA. Gelaran Pra Pekan Olahraga Nasional (POPNAS) ke-39 resmi digelar di Kaltim mulai 9-16 September di Gelora Kadrie Oening. Sebanyak 709 atlet dari 7 provinsi yang tergabung dalam Zona IV Pra POPNAS. Mereka berkompetisi memperebutkan tiket POPNAS 2023 di Sumsel Babel mendatang.

Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi menuturkan atlet-atlet yang tampil di Pra POPNAS merupakan cikal bakal lahirnya atlet muda yang berkualitas dan ini menjadi investasi di masa datang. Menurutnya atlet-atlet ini tidak lahir secara instans semua butuh proses. Dengan yakin dan latihan pasti akan menjadi kekuatan luar biasa. “Kita inginnya anak muda Indonesia. Khususnya Kaltim memiliki sumber daya manusia (SDM),” tuturnya.

Dia juga berharap dari gelaran Pra POPNAS ini menjadi ajang atlet Kaltim menunjukkan kemampuannya. Begitu juga ajang ini merupakan bagian menyukseskan penyelenggaran Desain Besar Olahraga Nasional (DBON). “Mampu melahirkan atlet muda yang berpotensi untuk pembangunan keolahragaan nasional di masa depan yang busa mewakili Garuda di ajang internasional,” harap Politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut.

Ia juga berpesan untuk atlet-atlet muda yang merupakan kalangan pelajar ini bisa menjunjung sportivitas. Dan awal sebuah prestasi untuk membawa nama Kaltim dikanca Nasional dan Internasional. “Harapannya kontingen atlet pelajar Kaltim dapat berprestasi di ajang ini. Pun, mampu mengukur kemampuan diri dan lawan pada ajang POPNAS 2023 nanti,” pungkasnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.