Pimpinan dan Anggota DPRD Kaltim serta Jajaran Setwan Ikuti Outbound

Rabu, 28 Februari 2024 64
Pimpinan dan Anggota DPRD Kaltim serta Jajaran Setwan Ikuti Outbound di Cikole, Lembang, Jawa Barat pada Rabu (28/02).
BANDUNG. Memasuki hari ketiga rangkaian acara dari Bimbingan Teknis (Bimtek) yang diadakan Sekretariat DPRD Kaltim.

Kegiatan yang diadakan pada Rabu (28/02) ini diikuti oleh Pimpinan dan Anggota DPRD Kaltim, Sekretaris DPRD Kaltim (Sekwan) Norhayati Usman bersama sejumlah Pejabat Struktural dan Fungsional serta Kelompok Pakar/Tenaga Ahli.

Kegiatan diawali dengan scavengerhuntoffroad (track Cikole). Kemudian dirangkai dengan Geometri Challenge, Cari Kata, Miniatur Mobil Project, Groufie Foto Play dan Tugas Team Building seperti Magic Pen, Moving Together, Balance Bottle, Foot Step Stacko dan Unity Rope.

Jalur yang dilewati berada di Cikole, di sebuah kawasan wisata alam terpadu PT Perhutani Unit Kesatuan Pemangku Hutan Bandung, Jawa Barat. Lokasi off-road yang berada pada ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut itu berada di kaki Gunung Tangkubanparahu.

Sambil menikmati suasana hutan pinus yang sejuk, berwisata off-road di jalur perjalanan yang terjal dan berliku dapat menghilangkan suasana penat dan jenuh akibat rutinitas pekerjaan sehari-hari, sehingga sepulang dari mengikuti kegiatan tersebut para anggota Dewan dan jajaran Setwan diharapkan lebih segar dalam menjalani tugas-tugas selanjutnya.

“Yang paling berkesan dalam acaranya adalah main gamenya, bikin ketawa dan kegiatan ini menambah inspirasi dalam melaksanakan tugas,” kata Veridiana H Wang.

Menurutnya, Kalimantan Timur mempunyai potensi tempat-tempat wisata yang bisa dikembangkan. Apalagi, Kaltim mempunyai banyak tempat yang bisa dikembangkan di cagar alamnya.

“Kita punya sungai, danau, ada air terjun juga yang berpotensi untuk dikembangkan kedepannya tergantung kebijakan Pemerintah Daerah,” ucap Ketua Komisi III itu.

Veridiana juga menurutkan, yang menjadi kendala ialah panjangnya proses perizinan yang berbelit-belit. Padahal menurutnya, banyak masyarakat yang ‘haus’ akan tempat rekreasi baru, ditambah akan banyak pendatang karena Kaltim sudah menjadi Ibu Kota Negara (IKN).

“Jadi sebaiknya regulasi jangan terlalu di persulit untuk pengusaha yang ingin mengembangkan daerah karna akhirnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan masuk ke daerah juga,” tutupnya.(adv/hms9)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)