Pemberian Bantuan Hukum Gratis ke Masyarakat

Sabtu, 30 November 2024 153
Anggota DPRD Kaltim Sigit Wibowo saat menghadiri acara Konferda ke III DPD KAI Kaltim di Hotel Grand Senyiur Balikpapan pada Sabtu (30/11/2024).
BALIKPAPAN – Mewakili Pimpinan DPRD Kaltim, Anggota DPRD Kaltim Sigit Wibowo menghadiri Konferensi Daerah (Konferda) ke III Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kaltim, di Hotel Grand Senyiur Balikpapan pada Sabtu (30/11/2024).

Sigit, sapaan akrabnya, menyampaikan apresiasi dan sukses atas diselenggarakannya Konferda DPD KAI Kaltim, dan ia berharap Konferda ini menghasilkan pemimpin yang amanah dan mampu memajukan organisasi advokat di Kaltim serta bermanfaat bagi masyarakat Kaltim.

“Semoga dengan hadirnya Organisasi Advokat Indonesia di Kaltim, bisa membantu kebutuhan pendampingan dan konsultasi hukum bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat yang kurang mampu,” harapnya.

Apalagi dengan adanya Perda Kaltim Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum, Organisasi Profesi Advokat yang ada di Kaltim mampu berkolaborasi dengan pemerintah dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat.

“Kualitas dan kredibilitas Lawyer, khususnya yang tergabung dalam KAI sudah tidak dipertanyakan lagi. Memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu sudah menjadi tanggung jawab bersama, termasuk para pengacara yang ada di Kaltim,” sebut Sigit.

Sementara itu, Ketua Panitia Konferda III, La Ode Beni menjelaskan, bahwa salah satu tujuan Konferda ke III ini, untuk memperkuat rasa kebersamaan dan meningkatkan kualitas diri para advokat di Kaltim. “Dari tema yang diusung, mencerminkan semangat untuk mempererat hubungan antar anggota serta memperkuat kualitas profesi advokat di Kaltim,” ucap La Ode Beni.

Dia juga mengungkapkan, ada banyak isu yang dibahas. Tentunya, isu ini juga yang relevan dengan perkembangan dunia hukum dan profesi advokat. “Hal ini sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan yang mendukung peningkatan kompetensi para anggota KAI di Kaltim,” jelasnya.

Dikatakannya, Konferda III bukan hanya sebuah agenda formalitas. Tapi juga merupakan kesempatan untuk memperkuat solidaritas antar anggota. “Serta menggali potensi dan keahlian yang dimiliki oleh setiap advokat di Kaltim,” ungkap La Ode Beni.

Ia menambahkan, dalam agenda itu DPD KAI Kaltim beragam rangkaian acara seperti diskusi, seminar, dan berbagai kegiatan lain yang mendukung pengembangan profesi advokat. “Kami berharap melalui agenda penting ini dapat memperkaya wawasan hukum dan meningkatkan profesionalisme para advokat di Kaltim,” jelasnya.

Untuk diketahui, konferensi ini mengusung tema “Melalui Konferda Kita Tingkatkan Rasa Solidaritas dan Persaudaraan Sesama Anggota Dalam Mewujudkan Advokat yang Cadas, Cerdas, dan Berkelas”.

Acara ini menjadi momen penting bagi advokat di Kaltim untuk memperkuat visi dan menjaga integritas profesi sekaligus menyusun program kerja ke depan.

Konferda ini juga dihadiri Kepala Biro Hukum Kaltim Suparmi, Ketua Presidium DPP KAI, Heru S. Notonegoro, dan unsur Forkopimda Kaltim. Secara simbolis, acara dibuka dengan pemukulan Gong oleh Ketua Presidium DPP KAI bersama para pejabat terkait. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.