Pansus Pengelolaan Keuangan Daerah Sempurnakan Sejumlah Pasal

Kamis, 8 Juni 2023 108
Rapat Pansus Pengelolaan Keuangan Daerah dipimpin Nidya Listiyono Ketua Pansus, Senin (5/6) di Gedung E Kantor DPRD Kaltim
SAMARINDA. Dipimpin Ketua Pansus Pengelolaan Keuangan Daerah DPRD Kaltim, Nidya Listiyono . Rapat bersama Kepala BPKAD Kaltim, Biro Hukum, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim, Senin (5/6) menggelar pertemuan guna melakukan diskusi penyempurnaan sejumlah pasal.

Ditemui usia rapat, Politisi Golkar ini menerangkan bahwa memang ada sejumlah pasal yang perlu diperbaiki dan disempurnakan. Dalam rapat tersebut kesepakatan penyempurnaan beberapa pasal menjadi progress yang berhasil dilakukan oleh Pansus yang dalam waktu dekat akan menggelar Uji Publik.

Diakui Tiyo, sapaan akrab politisi muda yang peduli dengan kesejahteraan masyarakat ini bahwa memang dalam penyusunan raperdanya mengacu dari Peraturan Pemerintah (PP) dari Kemendagri, lebih kepada muatan lokal.

“Sudah dalam bentuk baku PP dari Kemendagri, lebih kepada pemerintahan desa dengan nomenklaturnya pemerintah desa. Minimal masyarakat tau bahwa kami memperjuangkan untuk kelurahan dan kecamatan,” terang Tiyo.

Ia juga menambahkan bahwa pertemuan juga membahas juga peran DPRD Kaltim menetapkan anggaran Force  Majeure atau  anggaran yang ditujukan  dalam kondisi tertentu dan darurat  dengan memperhatikan syarat. Selain itu juga membahas sejumlah anggaran-anggaran yang ternyata proses salurannya tetap melalui TAPD yang kemudian memberikan KUA-PPAS kepada Badan Anggaran DPRD Kaltim.

Untuk diketahui sejumlah anggota pansus yang juga hadir dalam pertemuan yakni Agiel Suwarno, Bagus Susetyo,  H Jahidin, dan Ismail ST. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)