Pansus Investigasi Pertambangan DPRD Kaltim Klarifikasi Soal Legalkan Tambang Ilegal

Senin, 27 Maret 2023 437
Wakil Ketua Pansus pembahas Ranperda IP Muhammad Udin & Anggota Pansus pembahas Ranperda IP Marthinus
SAMARINDA. Anggota Panitia Khusus (Pansus) Pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Investigasi Pertambangan (IP) DPRD provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Marthinus mengklasifikasi terkait statementnya yang beredar di beberapa media. Yang mengatakan dirinya mendukung legalisasi tambang ilegal di Kaltim.

Dalam konferensi persnya, yang di dampingi oleh Wakil Ketua Pansus pembahas Ranperda IP Muhammad Udin, dirinya mengatakan bahwa yang sampaikan saat rapat paripurna ke 9 DPRD Kaltim tanggal 13 Maret 2023 lalu, itu bukan untuk melegalkan tambang ilegal. “Kami sebatas mengusulkan untuk membuat surat terbuka ke Presiden. Dalam tanda kutip, surat terbuka ini belum pasti kita layangkan, pertama kita lihat respon masyarakat dulu. Seperti apa respon masyarakat, seperti apa respon pengusaha ke investor,” ujarnya, Selasa (21/03/2023).

Untuk itu, dalam pernyataannya, Marthinus mengusulkan ke Presiden kewenangan izin pertambangan yang ada di pusat saat ini dikembalikan ke daerah. “Kalau yang awalnya dalam undang-undang itu diurus di kementerian, kita urus di provinsi. Kita urus di kabupaten, bisa berbentuk perseorangan 1-5 hektare, bisa berbentuk koperasi 5-10 hektare. Sekali lagi, ini kita hanya menyuarakan saja,” jelasnya.

Maka itu, dirinya ingin mengklarifikasi terkait pernyataannya yang menjadi bias di masyarakat. Marthinus beranggapan, bahwa yang disampaikan beberapa media itu tidak menyampaikan inti dari statementnya dengan lebih jelas. “Untuk itu, pada hari ini saya ingin mengklarifikasi dan meluruskan, saya tidak ada niat, tidak ada maksud, tidak ada tujuan untuk membuat apa yang disampaikan ini menjadi bias kemasyarakat. Karena masyarakat itu bias, mohon maaf ada beberapa media yang hanya menyampaikan kulit-kulitnya saja, tapi tidak menyampaikan inti sari yang lebih jelas,” terang Marthinus.

Dirinya mengklaim bahwa konteks dalam hal ini, bukan ranah pansus, namun pribadinya sendiri. Maka dari itu, Marthinus menjelaskan terkait statementnya yang menjadi perbincangan itu, sebenarnya dirinya melihat banyaknya persoalan tambang batu bara ilegal di Provinsi Kaltim seperti tidak ada yang bisa menghentikan, termasuk aparat penegak hukum.

Hal tersebut, dia mengusulkan untuk Gubernur Kaltim Isran Noor untuk mengirimkan surat terbuka berisikan fakta dan dampak kerusakan yang ditimbulkan tambang batu bara ilegal di Kaltim kepada Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi). “Konteksnya, saya juga bisa mengklaim ini bukan konteks pansus tapi konteks pribadi saya, karena saya sudah mengalami, masyarakat yang terdampak, siang hari mereka sudah beroperasi, mempengaruhi arus lalu lintas, tidak perduli dengan masyarakat, debu yang tidak disiram akan berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar, ini ada apa,” tuturnya. “Jadi sekali lagi, dalam penyampaian konpres saya ada kata-kata yang terpeleset mohon maaf, ini saya meluruskan melalui pribadi, lembaga dan pansus investigasi pertambangan,” tandas Marthinus.

Sementara itu, Wakil Ketua Pansus IP DPRD Kaltim Muhammad Udin, mengatakan bahwa pihaknya hari ini ingin meluruskan terkait pemberitaan di media yang beredar, dirinya memastikan bahwa itu tidak benar. “Jadi kita garis bawahi, kita pasti anti terhadap tambang ilegal, kita paling anti tambang ilegal. Kita siap bersuara sampai kapanpun untuk melawan tambang ilegal,” tegas Udin. “Jadi saat paripurna itu, disampaikan bukan melegal tambang ilegal. Tetapi bagaimana caranya tambang ilegal tidak ada lagi, sehingga tambang yang resmi melalui IPR itu yang terjadi. Begitu maksudnya, tapi tidak jadi masalah, ini menjadi pembelajaran untuk kita semua,” pungkasnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)