Nelayan Turun Pendapatan, “Karang Paci” Panggil PT Pelabuhan Tiga Saudara

20 September 2022

Rapat dengar pendapat gabungan komisi dengan KSOP Samarinda, PT Pelabuhan Tiga Bersaudara, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim dan lainnya terkait pembahasan aturan tentang bongkar muat Selasa (20/9).
SAMARINDA. Nelayan Muara Berau mengeluhkan adanya penurunan pendapatan dikarenakan kurangnya hasil tangkap akibat aktifitas bongkar muat di kawasan pelabuhan Samarinda terminal Muara Berau.

Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu menjelaskan persoalan tersebut sudah berlangsung sejak lama namun sayangnya hingga saat ini masih belum mendapatkan penyelesaian.

"Memang disayangkan nelayan tidak dihadirkan pada rapat ini. Namun, Tim satgas yang dibentuk gubernur terkait persoalan ini hasil putusan apa, karena prosesnya DPRD tidak mengikuti jadi yang dilakukan sekarang mengevaluasi prosesnya dan mencari pola agar mendapatkan solusi bagi kedua belah pihak,” kata Demmu pada rapat dengar pendapat gabungan komisi yang dihadiri Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas'ud, Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji, Ketua Komisi I Baharuddin Demmu, Syahrun HS, Agiel Suwarno, Sapto Setyo Pramono, Harun Al Rasyid, Mashari Rais, Marthinus, Ketua Komisi II Nidya Listiyono, dan Ely Hartati Rasyid.

Berdasarkan penjelasan PT Pelabuhan Tiga Bersaudara lanjut dia perusahaan tersebut belum melakukan aktifitas bongkar muat karena saat ini masih menunggu proses penetapan tarif jasa pelabuhan dari pemerintah pusat.

“Belum ada kegiatan bongkar muat dan kegiatan lain seperti pengolahan limbah, air bersih dan lainnya. Hanya kegiatan kemanduan kapal. Oleh sebab itu, pihak PT Pelabuhan Tiga Bersaudara mempersilahkan menempuh jalur hukum,” jelasnya.

“Berati ada perusahaan lain yang melakukan kegiatan bongkar muat di Muara Berau. Nah, ini sedang diterusuri untuk kemudian akan dipanggil pada rapat lanjutan guna dimintai keterangannya,” sebutnya.

Pemanggilan kepada perusahaan dimaksud juga bertujuan untuk melihat dasar hukumnya apakah kegiatan bongkar muat tersebut sudah berizin atau tidak. Kemudian bagaimana kontribusinya terhadap masyarakat sekitar.

Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud mengatakan yang kemudian harus menjadi perhatian bersama adalah bagaimana dampak lingkungan dan dampak perekonomian masyarakat dan daerah.

“Jangankan untuk menangkap ikan, mendekat saja tidak bisa ke kawasan tersebut. Artinya, ada pengurangan penghasilan yang didapat wajar saja kemudian apabila nelayan meminta kompensasi,” tuturnya.

Selain itu, pihaknya mengkritik pemerintah pusat bahwa kegiatan perizinan dan kontribusi dari hasil kegiatan dimaksud tidak memberikan kontribusi terhadap daerah dan juga masyarakat. Padahal, dampaknya daerah yang merasakan.(adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)