Marthinus Sosialisasi Perda Hak Penyandang Disabilitas di PPU

Rabu, 30 Juni 2021 307
Marthinus berfoto bersama narasumbernya saat melakukan Sosialisasi Perda (Sosper) Hak Penyandang Disabilitas di Panajam Paser Utara (PPU)
Penajam. Perlindungan dan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas di Kaltim menjadi perhatian. Namun tak semua memahami benar permasalahan ini. Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Marthinus menyadari benar hal itu. Utamanya di tingkat kabupaten/kota. Terkait penerapan Peraturan Daerah (Perda) 1/2018 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

Hal itu ia sampaikan saat melaksanakan Sosialisasi Perda (Sosper) di Penajam Paser Utara (PPU), Minggu, (27/6/2021). “Secara garis besar perda hak pemenuhan disabilitas ini pentingnya untuk mengedukasi masyarakat, dari lapisan terbawah hingga ke tingkat atas,” ucapnya usai kegiatan bertempat di Gedung Serbaguna Gereja Kristus Tabernakel Di Indonesia, Gunung Seteleng, Penajam.

Sosialisasi dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang ketat. Peserta yang hadir diwajibkan untuk mencuci tangan dan menggunakan masker. Serta menjaga jarak, baik saat baru hadir hingga setiap mengikuti jalannya acara. Menurut Marthinus, adanya diskriminasi terhadap penyandang disabilitas menjadi landasan utama terbitnya regulasi ini. Pun, ditetapkannya payung hukum ini menjadi kewajiban semua pihak untuk mengimplementasikannya.

Satu permasalahan penerapan perda ini yang acap kali tak diindahkan. Yakni yang mengatur penyerapan tenaga kerja di perusahaan. Wajib untuk mengakomodir penyandang Disabilitas. “Mau bergerak di sektor pertambangan, perkebunan atau apa saja. Disebutkan dalam Perda 1/2016, perusahaan harus melibatkan kaum disabilitas sebagai karyawan minimal 1 persen dari jumlah pekerja yang ada. Contoh, dari seratus karyawan minimal 1 orang karyawan disabilitas. Tentu dengan SDM yang mumpuni,” urai Politikus PDI-Perjuangan ini.

Lebih dari itu, ia berharap perda ini mendapatkan apresiasi pemerintah setempat. Agar Pemkab PPU dan DPRD PPU dapat membuat perda turunan. Dengan membuat perda baru yang bersinergi dengan payung hukum ini. Tentunya dengan situasi dan kondisi yang sesuai dengan PPU. Kegiatan menghadirkan pemerintahan setempat, juga narasumber khusus. Yaitu Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) PPU, Iwan Darmawan.

Yang menjelaskan secara umum poin demi poin yang tertuang dalam regulasi. Untuk diketahui, di PPU tercatat ada sekira 1.050 penyandang dengan beragam kriteria disabilitas. “Kita harus rajin-rajin menyosialisasikan ini, karena saya yakin di Kaltim, masih banyak masyarakat yang belum paham tentang ini. Jadi perlu untuk terus dilakukan,” ujarnya.

Maka itu ia siap mengadakan road show keliling Kaltim untuk menyosialisasikan perda ini. Kegiatan kali berlangsung lancar. Pada sesi terakhir, Marthinus menyempatkan diri untuk menghibur peserta yang hadir lewat beberapa tembang lagu. Sembari memainkan gitarnya, ia berinteraksi dengan warga sekitar dengan membuka kuis tebak lagu. Untuk mencairkan suasana. Selain itu, ia juga memberikan bantuan untuk salah seorang penyandang disabilitas sebuah kursi roda. Karena ta k dapat hadir secara langsung, penyerahan dilakukan secara virtual (adv/hms7).
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)