Lestarikan Bahasa Daerah, Pansus Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah DPRD Kaltim Gelar RDP

22 Maret 2023

RDP Pansus Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah DPRD Kaltim, Senin (20/3/2023)
SAMARINDA. Veridiana Huraq Wang Ketua Pansus Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah DPRD Kaltim Gelar Rapat Dengar Pendapat tentang materi muatan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) keutamaan Bahasa Indonesia dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah, Senin (20/3/2023).

Agenda tersebut digelar di Lantai 1 DPRD Kalimantan Timur yang turut menghadirkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Timur, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Kalimantan Timur, Biro Hukum, Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan timur, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kaltim, Kantor Bahasa Kaltim, Fakultas Ilmu Budaya dan Fakultas Perguruan Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Mulawarman dan Tokoh Sastra dan Budaya.

Ketua Komisi III DPRD Kaltim sekaligus Ketua Pansus Veridiana Huraq Wang, mengatakan bahwa RDP tersebut diadakan sebagai langkah untuk melestarikan bahasa daerah sehingga tidak punah dan juga melindungi bahasa daerah yang ada di Kalimantan Timur. “Urgensinya itu jangan sampai punah apalagi kan zaman sekarang sudah maju dan modern sekali jangan sampai nanti anak cucu kita tidak tahu bahasa ibunya. Apalagi kan kita ada IkN, akan banyak suku bangsa yang datang kesini jangan sampai bahasa daerah nya itu hilang dan tenggelam apalagi itu bagian dari identitas dari Masyarakat Kaltim” ucapnya

Veridiana mengatakan pembahasan tersebut lebih mengacu pada pengutamaan bahasa dan masukan yang meminta agar lebih fokus kepada strategi kebijakannya setelah menyambut adanya Ibu Kota Negara (IKN). Ketua Pansus ini menyampaikan bahwa baiknya penggunaan bahasa daerah itu disesuaikan dengan asal suku sehingga tetap terjaga setiap bahasa yang ada. “Tapi dari mitra kita meminta lebih baik bahwa penggunaan bahasa itu disesuaikan dengan suku misalnya Kutai kan sekarang dikategorikan dengan suku Melayu. Nah sebaiknya disebutkan bahasa Kutai, Kutai sesuai dengan sukunya” ungkapnya

Disampaikan juga ternyata Dinas Pendidikan sudah menerapkan bahasa daerah untuk masuk dalam pendidikan formal yaitu Mulok atau muatan lokal yang sudah diimplementasikan di Kutai Timur dengan bahasa Kutai.

Selain itu, Ketua Komisi pansus menjelaskan masukan yang menjadi bahan pertimbangan yaitu perda tersebut harus memberikan ruang kepada Perda Kota masing-masing untuk menetapkan bahasa daerah apa yang akan dipakai di Kabupaten kota masing-masing. Sehingga perda tersebut secara spesifik mengatur bahasa daerah apa yang masih hidup dan mendominasi di wilayah masing masing. “Karena di Kaltim ini Kabupaten Kota beda beda nih yang mayoritas bahasa nya beda, di Kukar Misalnya bisa bahasa Kutai tapi kalau di Mahakam hulu kita bisa pakai bahasa Kenyah tidak bisa bahasa kutai” tutupnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)