Konsultasikan Soal THR, Komisi IV Kunjungi Kemnaker RI

Senin, 25 April 2022 489
Komisi IV DPRD Kaltim bersama Disnakertras saat kunjungan kerja ke Kemnaker RI Jakarta terkait pemberian THR, Kamis (21/4) lalu.
JAKARTA. Komisi IV DPRD Kaltim bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertras) Kaltim melaksanakan kunjungan kerja ke Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia (RI) dalam rangka konsultasi tentang pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada tenaga kerja di Ruang Hubungan Industrial lantai 8 kantor Kemnaker RI Jakarta, Kamis (21/4).

Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Abdul Kadir Tappa mengatakan Komisi IV dalam kunjungannya bermaksud untuk berkoordinasi tentang beberapa hal dan berkonsultasi untuk mendapatkan informasi dan masukan-masukan dalam hal pemberian THR. “Dalam pemberian THR ini, apakah ada perubahan dalam keadaan masih masa pandemi ini, atau ada kebijakan-kebijakan lain menyangkut masalah tersebut,” ujar Abdul Kadir Tappa.

Dinar Titus Jogaswitani selaku Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kemnaker RI menjelaskan bahwa THR itu adalah upaya pemerintah berupa imbauan kepada pengusaha atau perusahaan untuk memberikan bantuan di saat hari raya keagamaan berupa dana kepada pekerjanya.

Setiap tahun Menaker mengeluarkan berupa surat edaran untuk mengingatkan kepada pengusaha atau perusahaan agar memenuhi ketentuan yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan juncto Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan. “THR itu hak pekerja dan kewajiban pengusaha. Di tahun ini, karena situasi ekonomi sudah lebih baik, maka dikembalikan besaran THR kepada aturan semula, yaitu satu bulan gaji bagi yang sudah bekerja minimal 12 bulan. Bagi yang kurang dari 12 bulan, ya dihitung secara proporsional. Tanpa dicicil, alias kontan,” ujar Dinar.

Ia menegaskan bahwa THR bukan hanya hak para pekerja yang berstatus tetap tapi juga bagi pekerja lainnya. “Pekerja kontrak, outsourcing, tenaga honorer, buruh harian lepas di kebun-kebun, supir bahkan pekerja rumah tangga alias PRT berhak atas THR. Jadi jangan disempitkan cakupan penerimanya,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi mengatakan ada beberapa perusahaan aktif di Kaltim yang mengeluhkan soal pembiayaan THR yang belum maksiamal dikarenakan kondisi keuangan yang belum pulih pasca pandemi ini. Politisi partai Gerindra ini berharap Kemnaker RI agar bisa monitoring secara langsung terkait kondisi pemberian THR di Kaltim. Menurutnya, Komisi IV dan Disnakertrans sudah intens untuk mengawasi sekaligus melakukan pembinaan kepada perusahaan yang ada di Kaltim, namun masih belum maksimal. “Harapannya mungkin ada tim satgas gabungan atau apa yang ada di kementerian ini, bisa bersinergi bersama kami yang ada di DPRD Kaltim maupun Disnakertrans untuk lebih gencar lagi bersosialisasi dan pembinaan untuk pengawasan yang ada di Kaltim,” pungkasnya. (adv/hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)