Komisi III Tunggu Kepastian Pusat Akan Proyek Jembatan Balang

27 Mei 2022

Veridiana Huraq Wang Ketua Komisi III
SAMARINDA. Hampir 10 tahun lamanya, Jembatan Balang yang menghubungkan Kota Balikpapan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) tak kunjung usai. Proyek terhalang oleh anggaran, padahal proyek itu sendiri hanya tinggal menyelesaikan jalan pendekat sisi Jembatan dari arah Kota Balikpapan.

Hal inilah yang selalu menjadi sorotan Komisi III DPRD Kaltim. Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Veridiana Huraq Wang, mengakui, mendapat kabar dimana pemerintah pusat akan mengambil alih pengerjaan jembatan ini. "Historinya, pemerintah kita yang melakukan pembebasan lahan, pemerintah pusat yang mengambil pekerjaan fisiknya. Jadi kita mau minta penjelasan ke Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan)," ujar Veri ditemui di Kantor DPRD Kaltim pada Rabu, (25/5).

Penjelasan yang dimaksud adalah pihak Komisi III ingin mengetahui bagian mana yang ingin diambil alih oleh pemerintah pusat. Bagian ambil alih pekerjaan fisik dan pembebasan lahan atau salah satunya. Namun, apabila masih berpatok dengan kerja sama yang sebelumnya, maka itu juga menjadi kendala tersendiri. Karena, lanjut Veri, pembebasan lahan itu memakan waktu dan anggaran pula. Karena dibutuhkan sebanyak Rp 300 Miliar. "Rp 300 Miliar kita tidak punya duit. Kalau dianggarkan setiap APBD itu cuman Rp 10 Miliar saja. Berarti kita perlu 10 tahun baru lahan bisa dibebaskan," beber Veri.

Menurut keterangan Kepala Dinas PUPR-Pera Kaltim Aji Muhammad Fitra Firnanda, lahan yang sudah bebas hanya 1,5 kilometer saja. Itupun hasil hibah dari perusahaan swasta. "Sisanya masih tanda tanya. Ada milik masyarakat 8,6 kilometer dan milik Pemkot 1,4 kilometer. Belum ada anggaran untuk membayar pembebasan lahan untuk warga," ungkap Fitra.

Saat ini, pihaknya memiliki anggaran sekitar Rp 5 Miliar untuk tahun ini. Sehingga pihaknya akan alokasikan proyek non fisik. "2022 ini yang ada anggaran sekarang untuk sertifikasi lahan yang sudah dibebaskan kemarin (1,5 km)," tegasnya.

Dari paparannya inilah, Komisi IV akan mengajak Dinas PUPR-PERA Kaltim untuk bersama-sama menemui Bappenas mengenai kepastian dalam penyelesaian Jembatan yang dikenal Jembatan Abu Nawas. Veri pun berharap agar Jembatan Balang ini selesai sesegera mungkin. Sehingga ketika Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara telah beroperasi pada Tahun 2024, jembatan tersebut pun sudah selesai. "Harapannya kita ingin cepat selesai dan terealisasi. Saya juga berharap agar pemerintah pusat bisa mengambil semuanya, baik dari pembebasan lahan maupun pekerjaan fisiknya,"pungkasnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)