Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur kembali menunjukkan komitmennya dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait penolakan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional V Kalimantan oleh Masyarakat Adat Paser “Awa Kain Naket Bolum”. Rapat berlangsung di Gedung E lantai 1 Kantor DPRD Kaltim, Senin (10/11/2025). Dalam forum tersebut, Komisi I menegaskan komitmen non-litigasi sebagai pendekatan utama dalam penyelesaian sengketa HGU PTPN, demi menjaga kondusivitas dan menjamin perlindungan hak masyarakat adat.
RDP dipimpin Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, didampingi Wakil Ketua III DPRD Kaltim, Yenni Eviliana. Hadir Anggota Komisi I, Baharuddin Demmu dan Yusuf Mustafa, serta perwakilan masyarakat adat dari empat desa terdampak di Kabupaten Paser, yakni Desa Lombok, Desa Pait, Desa Sawit Jaya, dan Desa Pasir Mayang.
Salehuddin, menegaskan bahwa DPRD Kaltim akan terus memfasilitasi penyelesaian permasalahan antara masyarakat adat dan pihak perusahaan secara non-litigasi.
Ia menambahkan, upaya penyelesaian tanpa jalur hukum dinilai sebagai langkah terbaik untuk menjaga kondusivitas wilayah dan menghindari konflik berkepanjangan. “Kami berharap seluruh pihak menahan diri dan mengedepankan dialog demi tercapainya solusi yang adil,” ujarnya.
Sementara itu, Yenni Eviliana, menyampaikan keberpihakannya terhadap masyarakat terdampak.
Ia mengatakan, persoalan ini bukan hal baru karena telah lama didengarnya langsung dari masyarakat di daerah pemilihannya. “Permasalahan ini sudah lama menjadi keluhan masyarakat Paser. Saya berharap hasil RDP hari ini bisa memberikan titik terang dan berpihak kepada keadilan masyarakat,” ungkapnya.
Baharuddin Demmu, menyoroti aspek hukum yang tengah dihadapi masyarakat. Ia meminta pihak PTPN untuk mencabut laporan pidana terhadap warga yang kini berstatus tersangka.
Menurutnya, langkah itu penting sebagai wujud itikad baik perusahaan dalam menyelesaikan konflik secara damai. “Sesuai ketentuan Kementerian ATR/BPN, perpanjangan HGU tidak dapat dilakukan apabila masih terdapat sengketa dengan pihak lain. Jadi, mestinya masalah hukum ini diselesaikan lebih dulu,” tegas Baharuddin.
Hal serupa disampaikan,Yusuf Mustafa, yang menekankan pentingnya transparansi dan komunikasi yang terbuka antara perusahaan dan masyarakat.
Ia menilai akar permasalahan sebenarnya terletak pada tidak adanya kesejahteraan yang dirasakan oleh masyarakat dari aktivitas usaha PTPN. “Masyarakat tidak merasakan manfaat ekonomi, sementara lahan mereka digunakan perusahaan. Apalagi masa HGU sudah berakhir dan belum diperpanjang secara sah, artinya PTPN tidak lagi memiliki dasar hukum atas lahan tersebut,” jelasnya.
Komisi I DPRD Kaltim menyimpulkan sejumlah rekomendasi penting, yakni mendesak PTPN IV Regional V mencabut laporan pidana terhadap masyarakat adat. Meminta Pemkab Paser melakukan komunikasi intensif dengan seluruh pemangku kepentingan. Merencanakan kunjungan konsultasi ke Kementerian ATR/BPN, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN untuk mencari solusi yang berkeadilan.
RDP ditutup dengan komitmen kuat dari Komisi I DPRD Kaltim untuk terus mengawal perkembangan kasus ini hingga tercapai penyelesaian yang adil, transparan, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.