Komisi I Crosscheck Perusahaan Tambang Masuk Hutan Lindung

Kamis, 19 Mei 2022 426
Kunjungan lapangan Komisi I DPRD Kaltim ke PT Tambang Damai Kabupaten Kutai Timur izin pinjam pakai hutan.
SANGKULIRANG. Belakangan pertambangan mendapatkan banyak perhatian karena salah satu perusahaan batubara memberikan bantuan sebanyak ratusan miliar ke perguruan tinggi luar Kaltim. Kali ini, adanya dugaan penggunaan penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan.

Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu mengatakan berdasarkan pemberitaan dari media masa terkait perizinan pinjam pakai kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) maka komisi I melakukan crosscheck ke PT Tambang Damai, Kamis (19/5).  "Pertama yang kami ingin tahu, apakah benar menggunakan kawasan TNK, kalau benar berapa luasannya dan yang tidak kalah pentingnya lagi bagaimana reklamasinya apakah sudah berjalan?,"tanya Demnu didampingi Jahidin, Marthinus, Yusuf Mustafa, M. Udin, Herliana Yanti dan Rima Hartati.

Pihaknya mengingatkan bahwa persoalan lingkungan juga harus menjadi perhatian bersama khususnya bagi perusahaan sebab itu jangan sampai mengabaikan analisis dampak lingkungan. Kepala Teknik Tambang PT Tambang Damai Sugiyanto menjelaskan total izin pertambangan 3.831 hektare lahan yang masuk kawasan TNK seluas 2400 hektare. Serta konsesi baru yang belum ditambang seluas 4.374 hektare.

Adapun jumlah produksi batubara dalam tiga tahun terakhir yaitu, 1.550 juta ton di 2020, 1.574 juta ton di 2021, dan pada triwulan pertama Tahun 2022 sebesar 311 ribu ton. Reklamasi dengan kembali membangun hutan sebagaimana ketika belum dilakukan produksi. Sebanyak 65 persen tamanam lokal seperti ulin, kapur,meranti dan selebihnya tanaman seperti sengon dan lainnya. (adv/hms)

 
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)