Gali Referensi Penerepan Regulasi Ketahan Keluarga

Senin, 24 Mei 2021 76
SHARING : Anggota Pansus pembahas Rancanagan Peraturan Derah (Raperda) Tentang Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga (PKK) DPRD Kaltim, Fitri Maisyaroh saat melakukan diskusi dengan DP3AP2KB Provinsi NTB belum lama ini.
MATARAM. Panitia Khusus (Pansus) pembahas Rancanagan Peraturan Derah (Raperda) Tentang Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga (PKK) DPRD Kaltim terus mencari referensi hingga ke Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) belum lama ini demi kesempuranaan raperda.

Dalam kunjungannya ke Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB, Anggota Pansus PKK DPRD Kaltim Fitri Maisyaroh mengaku banyak mendapatkan informasi terkait implementasi penerapan regulasi yang mengatur tentang ketahanan keluarga.

“Maksud dari tujuan kami datang, adalah untuk mendalami program dan materi Perda Nomor 04 tahun 2018 tentang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga yang telah dibuat dan diimplementasikan oleh Provinsi NTB,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Kepala DP3AP2KB Provinsi NTB Husnanidiaty Nurdin menjelaskan, urgensi terbitnya Perda nomor 4 tahun 2018 tersebut karena keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Sedangkan keluarga adalah tempat untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dialami anggotanya.

“Untuk alasan itu, ketahanan keluarga sangat menentukan kemampuan menghadapi pengaruh dari luar. Dalam pembangunan keluarga, perlu meningkatkan ketahanan keluarga menuju keluarga sejahtera,” sebut perempuan yang akrab disapa Bunda Eny ini.

Lebih lanjut dijelaskan dia, implementasi Perda nomor 4 tahun 2018 di NTB dengan menetapkan Desa Model, sejak tahun 2019 sebanyak 4 Desa. Kemudian di replikasi tahun 2020 dengan 2 Desa.

“Diharapkan, tahun ini bisa kembali di replikasi di 3 desa. Kriteria Desa model mengacu pada Keputusan Gubernur NTB nomor 400 – 234 tahun 2019 tentang 100 desa prioritas penanggulangan kemisikinan,” terangnya.

Dikatakan Fitri, sapaan akrabnya, sejak Pansus Pembahas Raperda PKK dibentuk, sebelum ke Provinsi NTB, pihaknya telah melakukan kunjungan ke Provinsi Jawa Barat (Jabar) untuk menggali informasi penerapan Perda Tentang Ketahanan Keluarga.

“Kalau sekedar draft perda, tinggal download saja bisa. Tapi yang kami butuhkan supaya nanti, jika raperda ini telah resmi menjadi perda, ada manfaat yang bisa dirasakan masyarakat. Jadi sebenarnya mau sharing, seperti apa implementasinya,” bebernya.

Yang menarik lanjut dia, program dari implementasi Penyelenggaraan Ketahan Keluarga di NTB cukup baik. Seperti yang disampaikan Kepala DP3AP2KB Provinsi NTB bahwa program unggulannya ialah revitalisasi posyandu.

“Karena kepala daerah NTB tidak mau, posyandu hanya sekedar mengurus tentang anak saja. Tapi lebih kepada begaimana mengkampanyekan ketahanan keluarga. Itulah saat ini posyandu disebut sebagai posyandu keluarga, yang targetnya ialah ketahanan keluarga,” terang Fitri.

Masih banyak lagi yang bisa diadopsi dan dipelajari Kaltim dalam penerapan Peraturan Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga yang telah lebih dulu terbentuk di NTB. “Mulai dari begaimana menjalankan program-program ketahan keluarga ditengah minim anggaran, hingga suksesnya memberikan edukasi bagaimana peran keluarga dalam memperkuat ketahanan keluarga,” jelasnya. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)