SAMARINDA. Melalui Rapat Gabungan Komisi III dan Komisi I DPRD Kaltim, Selasa (12/7) yang membahas program Sanitasi dan Air Minum se- Kalimantan Timur oleh Pokja Air Minum dan Sanitasi dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL). DPRD Kaltim melalui Komisi tersebut menyambut baik program tersebut, Ketua Komisi III DPRD Kaltim Veridiana Huraq wang berharap program ini dapat tersosialisasikan dengan baik hingga menyentuh langsung ke masyarakat. Terkait program yang ada Veridiana menyebut bahwa memang untuk menjalankan sebuah program diperlukan perencaan yang matang. Artinya program yang berjalan harus difikirkan dari mulai perencanaan, pelaksanaan hingga bagaimana akhirnya. “Pelaksanaan program harus sepaket agar tidak mangkrak ataupun menyebabkan problem, misalnya saja untuk bank sampah harus difikirkan hingga bagaimana agar sampah terangkut dan tidak tertumpuk hingga akhirnya menjadi problem,” kata Veri memberi contoh.
Kepala Dinas PUPR AM Fitra Firnanda sekaligus Ketua Pokja AMPL dalam pertemuan menjelaskan sejumlah program yang kini sedang berjalan. Menurutnya program tersebut juga berdasarkan Perpres Nomor 18 Tahun 2018 tentang RPJMN 2020-2024 terkait penyediaan akses air minum dan sanitasi layak dan aman. “Parameternya dari jumlah penduduk, apapun yang dilakukan oleh daerah akan berpengaruh pada capaian nasional,” ucap Fitra, Ketua Pokja AMPL.
Disebutkan Fitra, salah satu program kerja yang dilakukan oleh Bidang Cipta Karya yaitu program pengelolaan dan pengembangan sistem penyediaan air minum, selain itu program pengembangan sistem pengelolaan persampahan regional. Dan Program pengelolaan dan pengembangan air limbah. Mengingat program ini merupakan program dari pemerintah pusat, dijelaskan dalam pertemuan tersebut bahwa diperlukan sinkronisasi pada aspek perencanaan pembangunan antar tingkatan pemerintahan, antar daerah dan antar dokumen perencanaan. Sehingga sinergi dan sinkronisasi menjadi kunci pencapaian target nasional. Inilah mengapa capaian target nasional pada dasarnya adalah akumulasi dan capaian di masing-masing daerah.
Untuk capaian di Kaltim saat ini, Pojka menyebut bahwa berdasarkan target air minum dan sanitasi layak dalam RPJMD 2019-2023 pada tahun 2022 capaian akses air minum layak prediksi mencapai sekitar 72,00% dari target sebesar 68,53%. Dan capaian pada tahun 2021 sebesar 70,78% dari target 66,53%. Hal ini mengindikasikan bahwa prediksi capaian 2021 dan 2022 telah melebihi target. Berbeda dengan target air minum layak, program pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan regional/ capaian akses penanganan sampah domestik. Pada tahun 2021 target sebesar 68,38% hanya tercapai 62,52% dan target pada 2022 sebesar 69,74% memiliki prediksi capaian 63,52%.
Terkait capaian yang ada, sejumlah kendala dan permasalahan menjadi sandungan tersendiri dalam mencapai target yang ada. Diantaranya, yaitu pembangunan sektor sanitasi (ALD dan PS) belum menjadi prioritas di kabupaten/kota, menajemen databseline ALD dan PS masih cenderung belum 100% valid. Sehingga di beberapa daerah masih sulit untuk menangani agar tepat sasaran. Sementara itu, Veridiana juga kembali menanggapi terkait sejumlah kendala yang menyulitkan warga dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Yaitu terkait aturan yang menyebabkan sulitnya penyediaan penampungan air seperti tendon bagi warga di daerah akibat terkendala pendanaan bantuan keuangan yang dibatasi pada nilai minimal Rp 2,5 Milyar. “Pembelian tendon nilainya tidak mungkin Rp 2,5M, ini terkait Pergub 49 Nomor 2020, padahal pada satu desa tidak mungkin bisa menghabiskan dana sebesar Rp 2,5 Milyar untuk tandon,” keluh Veri. (adv/hms5)
Kepala Dinas PUPR AM Fitra Firnanda sekaligus Ketua Pokja AMPL dalam pertemuan menjelaskan sejumlah program yang kini sedang berjalan. Menurutnya program tersebut juga berdasarkan Perpres Nomor 18 Tahun 2018 tentang RPJMN 2020-2024 terkait penyediaan akses air minum dan sanitasi layak dan aman. “Parameternya dari jumlah penduduk, apapun yang dilakukan oleh daerah akan berpengaruh pada capaian nasional,” ucap Fitra, Ketua Pokja AMPL.
Disebutkan Fitra, salah satu program kerja yang dilakukan oleh Bidang Cipta Karya yaitu program pengelolaan dan pengembangan sistem penyediaan air minum, selain itu program pengembangan sistem pengelolaan persampahan regional. Dan Program pengelolaan dan pengembangan air limbah. Mengingat program ini merupakan program dari pemerintah pusat, dijelaskan dalam pertemuan tersebut bahwa diperlukan sinkronisasi pada aspek perencanaan pembangunan antar tingkatan pemerintahan, antar daerah dan antar dokumen perencanaan. Sehingga sinergi dan sinkronisasi menjadi kunci pencapaian target nasional. Inilah mengapa capaian target nasional pada dasarnya adalah akumulasi dan capaian di masing-masing daerah.
Untuk capaian di Kaltim saat ini, Pojka menyebut bahwa berdasarkan target air minum dan sanitasi layak dalam RPJMD 2019-2023 pada tahun 2022 capaian akses air minum layak prediksi mencapai sekitar 72,00% dari target sebesar 68,53%. Dan capaian pada tahun 2021 sebesar 70,78% dari target 66,53%. Hal ini mengindikasikan bahwa prediksi capaian 2021 dan 2022 telah melebihi target. Berbeda dengan target air minum layak, program pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan regional/ capaian akses penanganan sampah domestik. Pada tahun 2021 target sebesar 68,38% hanya tercapai 62,52% dan target pada 2022 sebesar 69,74% memiliki prediksi capaian 63,52%.
Terkait capaian yang ada, sejumlah kendala dan permasalahan menjadi sandungan tersendiri dalam mencapai target yang ada. Diantaranya, yaitu pembangunan sektor sanitasi (ALD dan PS) belum menjadi prioritas di kabupaten/kota, menajemen databseline ALD dan PS masih cenderung belum 100% valid. Sehingga di beberapa daerah masih sulit untuk menangani agar tepat sasaran. Sementara itu, Veridiana juga kembali menanggapi terkait sejumlah kendala yang menyulitkan warga dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Yaitu terkait aturan yang menyebabkan sulitnya penyediaan penampungan air seperti tendon bagi warga di daerah akibat terkendala pendanaan bantuan keuangan yang dibatasi pada nilai minimal Rp 2,5 Milyar. “Pembelian tendon nilainya tidak mungkin Rp 2,5M, ini terkait Pergub 49 Nomor 2020, padahal pada satu desa tidak mungkin bisa menghabiskan dana sebesar Rp 2,5 Milyar untuk tandon,” keluh Veri. (adv/hms5)