DPRD Kaltim Dukung Penghargaan Gratispol dan Jospol di Kubar

Sabtu, 21 Juni 2025 50
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, bersama Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, saat menghadiri penyerahan penghargaan Gratispol dan Jospol di Auditorium ATJ, Kutai Barat.
KUTAI BARAT — DPRD Kalimantan Timur menyampaikan apresiasi tinggi atas pelaksanaan penyerahan penghargaan Gratispol Umroh dan Perjalanan Religi, serta insentif Jospol bagi guru agama dan penjaga rumah ibadah lintas agama yang digelar di Auditorium Aji Tulur Jejangkat (ATJ), Barong Tongkok, Kutai Barat, Sabtu (21/6/2025). Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, yang hadir bersama Wakil Ketua DPRD Kaltim Ekti Imanuel, menegaskan bahwa program ini merupakan wujud nyata dari semangat keadilan sosial yang selama ini diperjuangkan oleh lembaga legislatif.

“Kami melihat ini sebagai langkah konkret dalam menghadirkan keberpihakan kepada kelompok masyarakat yang selama ini jarang tersentuh. Ini bukan sekadar bantuan, tapi bentuk penghormatan terhadap pengabdian yang tulus,” ujarnya.

DPRD Kaltim menilai bahwa pemilihan Kutai Barat sebagai lokasi perdana penyerahan program merupakan simbol penting bahwa pembangunan harus dimulai dari pinggiran. Hal ini sejalan dengan komitmen DPRD dalam mendorong pemerataan pembangunan dan penguatan nilai-nilai kebhinekaan di seluruh wilayah Kaltim.

Program Gratispol memberikan kesempatan Umroh dan perjalanan religi kepada Marbot dan penjaga rumah ibadah dari berbagai agama, sementara Jospol memberikan insentif kepada guru agama sebagai bentuk dukungan terhadap peran mereka dalam membina moral dan spiritual masyarakat. Berdasarkan data Pemprov Kaltim, terdapat 3.405 penjaga rumah ibadah yang menerima manfaat, mencakup Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

“DPRD Kaltim akan terus mengawal agar program ini memiliki dasar hukum yang kuat dan berkelanjutan. Kami siap mendorong lahirnya regulasi yang menjamin keberlangsungan program ini dalam jangka panjang,” terang pria yang akrab disapa Hasan. Kegiatan ini turut dihadiri Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, Ketua TP PKK Kaltim, Sarifah Suraidah Harum, Bupati Kutai Barat Frederick Edwin, Wakil Bupati Nanang Adrian, Forkopimda, serta tokoh-tokoh lintas agama dan masyarakat. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)