DPRD Kaltim Desak Kejelasan Nasib RSI Samarinda, Komisi IV Minta Pemprov Segera Putuskan Kelanjutan Operasional Rumah Sakit Islam

Rabu, 13 Agustus 2025 136
Komisi IV DPRD Kaltim rapat kerja bersama Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI) dan Sekretaris Daerah Prov. Kaltim terkait kelanjutan operasional Rumah Sakit Islam (RSI) Samarinda
BALIKPAPAN. Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim segera mengambil langkah tegas terkait kelanjutan operasional Rumah Sakit Islam (RSI) Samarinda. Desakan ini disampaikan dalam rapat resmi bersama pihak terkait di Platinum Hotel & Convention Hall Balikpapan, Rabu (13/8/2025), mengingat kebutuhan layanan kesehatan di Samarinda masih jauh dari standar ideal.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, mengungkapkan saat ini Kota Samarinda hanya memiliki sekitar 1.500 tempat tidur rumah sakit, sementara standar WHO mengharuskan setidaknya 4.500 tempat tidur. “RSI masih sangat diperlukan. Kita harus mencari solusi konkret dan mempertemukan seluruh pihak terkait,” ujarnya.

H. M. Darlis Pattalongi, ikut menegaskan keberadaan RSI yang berdiri sejak 1986 tidak boleh diabaikan. “Sejarah RSI dalam melayani masyarakat adalah bagian dari perjalanan kesehatan di Kaltim. Pemprov harus mendukung inisiatif ini,” katanya.

Sejumlah anggota Komisi IV lainnya, termasuk Sarkowi V Zahry, Syahariah Mas’ud, Fadly Imawan, Hartono Basuki dan Damayanti turut mendorong adanya pertemuan resmi antara Gubernur Kaltim, Ketua DPRD, Komisi IV, dan Yayasan RSI (YARSI) guna menemukan solusi. Mereka juga menekankan perlunya kajian matang, perencanaan detail, serta transparansi pengelolaan aset milik Pemprov Kaltim.

Dari pihak eksekutif, Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim yang dalam hal ini diwakili Asti Fathiani menyampaikan bahwa Pemprov pernah mendukung pengelolaan RSI pada 2020. Namun, pada 2023, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan tunggakan sewa lahan senilai Rp415 juta. “Sesuai aturan, pinjam pakai aset daerah maksimal hanya lima tahun. Jika ingin kerjasama hingga 20 tahun, harus melalui mekanisme tender,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Pembina YARSI Muhammad Barkati menyampaikan keberatan atas penghentian operasional RSI pada 2016 yang disebut dilakukan secara sepihak oleh Pemprov, padahal rumah sakit saat itu dalam kondisi keuangan sehat. “Penutupan tersebut, ditambah kontrak sewa hanya lima tahun dan pembongkaran pagar rumah sakit, telah menimbulkan kerugian besar. Kami meminta addendum perjanjian sewa minimal 15 tahun sesuai business plan yang sudah kami serahkan, dan siap melunasi tunggakan Rp415 juta jika addendum ini disetujui.” ujar Ketua Pembina YARSI, Muhammad Barkati.

Komisi IV DPRD Kaltim kemudian merumuskan empat poin kesimpulan yaitu Pemprov diminta mempertimbangkan sejarah RSI dan kebutuhan fasilitas kesehatan di Kaltim, menyetujui addendum sewa untuk memberi kepastian hukum, menerima pembayaran tunggakan dari YARSI, serta segera menggelar pertemuan resmi antara seluruh pihak terkait. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
DPRD Kaltim Dorong Sinergi dan Digitalisasi CSR, Perda TJSL Kaltim Akan Dievaluasi
Berita Utama 10 November 2025
0
SAMARINDA – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk membahas tindak lanjut Pengelolaan Program Corporate Social Responsibility (CSR) di Kalimantan Timur. Rapat yang bertujuan memaksimalkan peran CSR dalam pembangunan daerah ini dibuka dan dipimpin oleh Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Muhammad Darlis Pattalongi. Ia didampingi oleh Wakil Ketua Komisi IV, Andi Satya Adi Saputra, serta sejumlah Anggota Komisi, yaitu Agus Aras, Syahariah Mas’ud, Damayanti, Fuad Fakhruddin, dan Agusriansyah Ridwan di Ruang Rapat Gedung D Lantai 3 Kantor DPRD Kaltim, Senin (10/11/25). Fokus utama pembahasan dalam pertemuan ini dilatarbelakangi oleh potensi penurunan fiskal daerah, sementara Pemprov memiliki program pembangunan prioritas yang membutuhkan pembiayaan besar. Untuk itu Komisi IV menekankan perlunya mensinergikan pendanaan CSR berdampingan dengan APBD. ”Mensinergikan pendanaan CSR berdampingan dengan APBD itu sangat penting. Sinergi ini sangat krusial dalam rangka memaksimalkan peran pendanaan CSR bagi pembangunan Kaltim,” ujar Muhammad Darlis Pattalongi. Ia menambahkan bahwa digitalisasi terhadap program-program CSR juga sangat dibutuhkan. Legislator Daerah Pemilihan Kota Samarinda ini menegaskan bahwa pada dasarnya Pemerintah Daerah dalam hal ini tidak diperbolehkan mengambil dana CSR, melainkan hanya berperan dalam menyediakan perencanaan program yang belum terbiayai oleh APBD dan tepat guna serta tepat sasaran melalui program CSR. "Dengan kita bersinergi maka kita bisa memilah mana program yang bisa kita arahkan menggunakan APBD dan mana program yang kita arahkan melalui CSR," jelas Darlis. Ia kemudian mencontohkan Provinsi Kalimantan Barat yang telah berhasil mengimplementasikan pengelolaan dana CSR melalui Tim Fasilitasi di bawah BAPPEDA Provinsi. Diharapkan, melalui program yang terarah dan digitalisasi, tidak ada lagi duplikasi, tumpang tindih, atau ketertinggalan program. Sebagai tindak lanjut, Komisi IV menilai Peraturan Daerah (Perda) Kaltim Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perlu dievaluasi. Evaluasi bertujuan menyelaraskan CSR dengan program prioritas pembangunan, melibatkan Baznas, serta memastikan integrasi program. RDP ini kemudian menghasilkan kesepakatan bahwa pengelolaan CSR di Kaltim harus dilakukan secara sinergis, terintegrasi, terkoordinasi, dan terdigitalisasi. Biro Hukum Setda Kaltim bersama Bappeda Kaltim diminta segera melakukan evaluasi dan penyesuaian Perda TJSL. Serta untuk mendukung program digitalisasi, disepakati Tim Sakti CSR akan memberikan pendampingan. (Hms11)