DPRD Kaltim Desak Kejelasan Nasib RSI Samarinda, Komisi IV Minta Pemprov Segera Putuskan Kelanjutan Operasional Rumah Sakit Islam

Rabu, 13 Agustus 2025 75
Komisi IV DPRD Kaltim rapat kerja bersama Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI) dan Sekretaris Daerah Prov. Kaltim terkait kelanjutan operasional Rumah Sakit Islam (RSI) Samarinda
BALIKPAPAN. Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim segera mengambil langkah tegas terkait kelanjutan operasional Rumah Sakit Islam (RSI) Samarinda. Desakan ini disampaikan dalam rapat resmi bersama pihak terkait di Platinum Hotel & Convention Hall Balikpapan, Rabu (13/8/2025), mengingat kebutuhan layanan kesehatan di Samarinda masih jauh dari standar ideal.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, mengungkapkan saat ini Kota Samarinda hanya memiliki sekitar 1.500 tempat tidur rumah sakit, sementara standar WHO mengharuskan setidaknya 4.500 tempat tidur. “RSI masih sangat diperlukan. Kita harus mencari solusi konkret dan mempertemukan seluruh pihak terkait,” ujarnya.

H. M. Darlis Pattalongi, ikut menegaskan keberadaan RSI yang berdiri sejak 1986 tidak boleh diabaikan. “Sejarah RSI dalam melayani masyarakat adalah bagian dari perjalanan kesehatan di Kaltim. Pemprov harus mendukung inisiatif ini,” katanya.

Sejumlah anggota Komisi IV lainnya, termasuk Sarkowi V Zahry, Syahariah Mas’ud, Fadly Imawan, Hartono Basuki dan Damayanti turut mendorong adanya pertemuan resmi antara Gubernur Kaltim, Ketua DPRD, Komisi IV, dan Yayasan RSI (YARSI) guna menemukan solusi. Mereka juga menekankan perlunya kajian matang, perencanaan detail, serta transparansi pengelolaan aset milik Pemprov Kaltim.

Dari pihak eksekutif, Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim yang dalam hal ini diwakili Asti Fathiani menyampaikan bahwa Pemprov pernah mendukung pengelolaan RSI pada 2020. Namun, pada 2023, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan tunggakan sewa lahan senilai Rp415 juta. “Sesuai aturan, pinjam pakai aset daerah maksimal hanya lima tahun. Jika ingin kerjasama hingga 20 tahun, harus melalui mekanisme tender,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Pembina YARSI Muhammad Barkati menyampaikan keberatan atas penghentian operasional RSI pada 2016 yang disebut dilakukan secara sepihak oleh Pemprov, padahal rumah sakit saat itu dalam kondisi keuangan sehat. “Penutupan tersebut, ditambah kontrak sewa hanya lima tahun dan pembongkaran pagar rumah sakit, telah menimbulkan kerugian besar. Kami meminta addendum perjanjian sewa minimal 15 tahun sesuai business plan yang sudah kami serahkan, dan siap melunasi tunggakan Rp415 juta jika addendum ini disetujui.” ujar Ketua Pembina YARSI, Muhammad Barkati.

Komisi IV DPRD Kaltim kemudian merumuskan empat poin kesimpulan yaitu Pemprov diminta mempertimbangkan sejarah RSI dan kebutuhan fasilitas kesehatan di Kaltim, menyetujui addendum sewa untuk memberi kepastian hukum, menerima pembayaran tunggakan dari YARSI, serta segera menggelar pertemuan resmi antara seluruh pihak terkait. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Komisi I Dorong Solusi Transisi Honorer
Berita Utama 26 September 2025
0
SAMARINDA — Komisi I DPRD Kalimantan Timur menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Biro Organisasi Setdaprov Kaltim, Biro Hukum serta perwakilan tenaga honorer, Jumat (26/9) di Gedung E lantai I Kantor DPRD Kaltim. Pertemuan ini menjadi forum strategis untuk membahas masa depan tenaga honorer di tengah dinamika reformasi sistem kepegawaian nasional.   Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Salehudin, menyampaikan bahwa RDP digelar untuk menampung aspirasi tenaga honorer yang belum terakomodasi dalam skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap I dan II. Meskipun regulasi nasional telah menghapus status honorer, banyak dari mereka memiliki masa kerja panjang dan kontribusi signifikan yang layak diperjuangkan.   Salehuddin menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen memperjuangkan keberlangsungan kerja para tenaga honorer. Ia menyampaikan bahwa meskipun proses penyesuaian status dan regulasi membutuhkan waktu, DPRD akan terus mendorong agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja secara tiba-tiba.   “Kami meminta pemerintah provinsi, terlebih dengan adanya komitmen dari Gubernur, agar menyiapkan mekanisme transisi yang jelas. Jangan sampai teman-teman honorer kehilangan pekerjaan di tengah proses reformasi PPPK,” ujar Salehudin dalam rapat tersebut.   Komisi I juga meminta agar pemerintah provinsi segera mengambil tindakan konkret dalam merespons dinamika yang berkembang di Kementerian PAN-RB.   “Kami di Komisi I akan segera berkoordinasi dengan pimpinan DPRD, dan kami percaya pemerintah tidak tinggal diam,” tambahnya.   Salehudin mengajak seluruh tenaga honorer untuk tetap percaya bahwa DPRD Kaltim akan terus mengawal proses ini secara aktif dan berkelanjutan.(hms4)