SAMARINDA — Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Timur mendesak Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Timur dan pihak terkait untuk bersikap lebih transparan mengenai proses perbaikan fender dan dolphin Jembatan Mahakam.
Desakan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin oleh Ketua Komisi II , Sabaruddin Panrecalle didampingi Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, serta Anggota Komisi II Abdul Giaz, Yonavia, Guntur dan Shemmy Permata Sari, di Gedung E Kantor DPRD Kaltim pada Selasa (26/11), menyusul insiden tabrakan tongkang yang terjadi pada Februari 2025.
Sabaruddin mengingatkan bahwa tabrakan kapal terhadap struktur pelindung Jembatan Mahakam bukan pertama kali terjadi, bahkan sudah berulang kali, namun informasi tindak lanjut dan progres perbaikan dinilai minim.
“Kami menjalankan fungsi pengawasan sesuai amanah undang-undang. Wajar kalau kami menagih laporan dan kejelasan progres perbaikan Jembatan Mahakam dan masyarakatpun berhak mengetahui perkembangan perbaikan jembatan yang menjadi urat nadi ekonomi Kaltim,” tegas Sabaruddin.
Ia juga menyoroti terputusnya komunikasi antara BPJN dan Komisi II setelah terjadi rotasi pejabat di lingkungan balai. Sebelumnya, Komisi II rutin mendapat pembaruan perkembangan perencanaan dan kajian teknis. Namun, setelah pergantian pimpinan, laporan berkala tak lagi diterima.
Kondisi ini memicu persepsi negatif publik seolah DPRD tidak bekerja dan tidak menindaklanjuti kasus tersebut. Padahal, sejak awal insiden, Komisi II telah menggelar rapat-rapat, mendorong penutupan sementara, dan meminta percepatan perbaikan demi keselamatan dan kelancaran ekonomi di Kaltim.
Sabaruddin juga menyoroti citra perusahaan penabrak yang terlanjur dinilai tidak bertanggung jawab di ruang publik. Dari pemaparan teknis, satu perusahaan disebut telah menyelesaikan kewajibannya melalui perbaikan fender yang sudah dinyatakan job completion dan kini dalam tahap penyelesaian administrasi.
“Kasihan perusahaan yang selama ini kita tuding seakan-akan tidak bertanggung jawab. Hari ini kita dengar mereka sudah memperbaiki dan dinyatakan selesai. Itu harus dipublikasikan sebagai bukti akuntabilitas kepada masyarakat Kalimantan Timur,” ujarnya.
Untuk kasus lain yang melibatkan perusahaan pelayaran berbeda, BPJN dan konsultan memaparkan bahwa kontrak perbaikan fender dan dolphin Jembatan Mahakam ditandatangani pada 6 Oktober 2025 dengan nilai sekitar Rp27 miliar, masa pelaksanaan 180 hari dan masa pemeliharaan 150 hari. Hingga akhir November, progres fisik dilaporkan sekitar 6 persen, dengan target mencapai sekitar 50 persen pada akhir Desember seiring proses pengadaan dan fabrikasi material.
Komisi II mendorong dilakukannya kunjungan lapangan bersama BPJN, kontraktor, dan media untuk meninjau langsung progres perbaikan. Langkah ini dinilai penting agar publik memperoleh informasi yang utuh dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara maupun pelaku usaha dapat dipulihkan.
Sejumlah anggota dewan, termasuk Ketua DPRD Kaltim, juga menyoroti aspek keselamatan dan mitigasi risiko. Tenggelamnya fender dinilai membuat Jembatan Mahakam berada dalam kondisi rawan jika terjadi tabrakan tongkang kembali, karena benturan berpotensi langsung mengenai tiang utama jembatan.
“Pertanyaan saya sederhana, langkah mitigasi apa yang sudah dilakukan setelah fender tenggelam? Kalau nanti ada tongkang menabrak lagi dan tidak ada pelindung, benturannya langsung ke tiang jembatan. Kalau jembatan miring dan tidak bisa dilalui, ini bukan hanya masalah Kaltim, tapi bisa jadi bencana nasional,” tegas Hasan.
Hasanuddin Mas’ud juga mempertanyakan kejelasan status aset fender dan dolphin, apakah sudah tercatat sebagai Barang Milik Negara (BMN) di bawah BPJN atau satuan kerja tertentu. Ia meminta bukti administrasi berupa SK penetapan aset dan menyatakan akan meminta klarifikasi resmi hingga ke kementerian terkait, sekaligus mendorong audit independen untuk memastikan tata kelola dan penanggung jawab atas aset pelindung jembatan tersebut.
Pihak BPJN menyatakan siap menindaklanjuti seluruh masukan, termasuk berkoordinasi dengan kementerian mengenai skema asuransi, mekanisme pengadaan melalui pihak asuransi, serta kemungkinan penguatan regulasi agar setiap insiden penabrakan dapat segera ditangani tanpa mengorbankan aspek keselamatan dan kelancaran arus barang di Sungai Mahakam.
Di akhir rapat, Ketua Komisi II dan Ketua DPRD Kaltim sepakat merumuskan langkah lanjutan. DPRD akan menyusun rekomendasi resmi, menjadwalkan rapat khusus dengan BPJN, serta menyiapkan pendampingan ke pemerintah pusat untuk mendorong penguatan mitigasi dan skema asuransi yang lebih jelas bagi perlindungan Jembatan Mahakam.
“Kami tidak ingin kejadian seperti jembatan di tempat lain terulang di Mahakam. Ini urat nadi ekonomi Kaltim. DPRD akan mengawal sampai tuntas, bukan ikut campur teknis, tapi menjalankan fungsi pengawasan agar keselamatan dan kepentingan masyarakat benar-benar diutamakan,” pungkas Sabaruddin.
Desakan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin oleh Ketua Komisi II , Sabaruddin Panrecalle didampingi Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, serta Anggota Komisi II Abdul Giaz, Yonavia, Guntur dan Shemmy Permata Sari, di Gedung E Kantor DPRD Kaltim pada Selasa (26/11), menyusul insiden tabrakan tongkang yang terjadi pada Februari 2025.
Sabaruddin mengingatkan bahwa tabrakan kapal terhadap struktur pelindung Jembatan Mahakam bukan pertama kali terjadi, bahkan sudah berulang kali, namun informasi tindak lanjut dan progres perbaikan dinilai minim.
“Kami menjalankan fungsi pengawasan sesuai amanah undang-undang. Wajar kalau kami menagih laporan dan kejelasan progres perbaikan Jembatan Mahakam dan masyarakatpun berhak mengetahui perkembangan perbaikan jembatan yang menjadi urat nadi ekonomi Kaltim,” tegas Sabaruddin.
Ia juga menyoroti terputusnya komunikasi antara BPJN dan Komisi II setelah terjadi rotasi pejabat di lingkungan balai. Sebelumnya, Komisi II rutin mendapat pembaruan perkembangan perencanaan dan kajian teknis. Namun, setelah pergantian pimpinan, laporan berkala tak lagi diterima.
Kondisi ini memicu persepsi negatif publik seolah DPRD tidak bekerja dan tidak menindaklanjuti kasus tersebut. Padahal, sejak awal insiden, Komisi II telah menggelar rapat-rapat, mendorong penutupan sementara, dan meminta percepatan perbaikan demi keselamatan dan kelancaran ekonomi di Kaltim.
Sabaruddin juga menyoroti citra perusahaan penabrak yang terlanjur dinilai tidak bertanggung jawab di ruang publik. Dari pemaparan teknis, satu perusahaan disebut telah menyelesaikan kewajibannya melalui perbaikan fender yang sudah dinyatakan job completion dan kini dalam tahap penyelesaian administrasi.
“Kasihan perusahaan yang selama ini kita tuding seakan-akan tidak bertanggung jawab. Hari ini kita dengar mereka sudah memperbaiki dan dinyatakan selesai. Itu harus dipublikasikan sebagai bukti akuntabilitas kepada masyarakat Kalimantan Timur,” ujarnya.
Untuk kasus lain yang melibatkan perusahaan pelayaran berbeda, BPJN dan konsultan memaparkan bahwa kontrak perbaikan fender dan dolphin Jembatan Mahakam ditandatangani pada 6 Oktober 2025 dengan nilai sekitar Rp27 miliar, masa pelaksanaan 180 hari dan masa pemeliharaan 150 hari. Hingga akhir November, progres fisik dilaporkan sekitar 6 persen, dengan target mencapai sekitar 50 persen pada akhir Desember seiring proses pengadaan dan fabrikasi material.
Komisi II mendorong dilakukannya kunjungan lapangan bersama BPJN, kontraktor, dan media untuk meninjau langsung progres perbaikan. Langkah ini dinilai penting agar publik memperoleh informasi yang utuh dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara maupun pelaku usaha dapat dipulihkan.
Sejumlah anggota dewan, termasuk Ketua DPRD Kaltim, juga menyoroti aspek keselamatan dan mitigasi risiko. Tenggelamnya fender dinilai membuat Jembatan Mahakam berada dalam kondisi rawan jika terjadi tabrakan tongkang kembali, karena benturan berpotensi langsung mengenai tiang utama jembatan.
“Pertanyaan saya sederhana, langkah mitigasi apa yang sudah dilakukan setelah fender tenggelam? Kalau nanti ada tongkang menabrak lagi dan tidak ada pelindung, benturannya langsung ke tiang jembatan. Kalau jembatan miring dan tidak bisa dilalui, ini bukan hanya masalah Kaltim, tapi bisa jadi bencana nasional,” tegas Hasan.
Hasanuddin Mas’ud juga mempertanyakan kejelasan status aset fender dan dolphin, apakah sudah tercatat sebagai Barang Milik Negara (BMN) di bawah BPJN atau satuan kerja tertentu. Ia meminta bukti administrasi berupa SK penetapan aset dan menyatakan akan meminta klarifikasi resmi hingga ke kementerian terkait, sekaligus mendorong audit independen untuk memastikan tata kelola dan penanggung jawab atas aset pelindung jembatan tersebut.
Pihak BPJN menyatakan siap menindaklanjuti seluruh masukan, termasuk berkoordinasi dengan kementerian mengenai skema asuransi, mekanisme pengadaan melalui pihak asuransi, serta kemungkinan penguatan regulasi agar setiap insiden penabrakan dapat segera ditangani tanpa mengorbankan aspek keselamatan dan kelancaran arus barang di Sungai Mahakam.
Di akhir rapat, Ketua Komisi II dan Ketua DPRD Kaltim sepakat merumuskan langkah lanjutan. DPRD akan menyusun rekomendasi resmi, menjadwalkan rapat khusus dengan BPJN, serta menyiapkan pendampingan ke pemerintah pusat untuk mendorong penguatan mitigasi dan skema asuransi yang lebih jelas bagi perlindungan Jembatan Mahakam.
“Kami tidak ingin kejadian seperti jembatan di tempat lain terulang di Mahakam. Ini urat nadi ekonomi Kaltim. DPRD akan mengawal sampai tuntas, bukan ikut campur teknis, tapi menjalankan fungsi pengawasan agar keselamatan dan kepentingan masyarakat benar-benar diutamakan,” pungkas Sabaruddin.