SAMARINDA — Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kalimantan Timur menggelar rapat bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kaltim untuk membahas perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Rapat berlangsung di ruang rapat Gedung E lantai I Kantor DPRD Kaltim, Kamis (25/9/2025).
Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua I DPRD Kaltim Ekti Imanuel, didampingi Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, Wakil Ketua II Ananda Emira Moeis, dan Wakil Ketua III Yenni Eviliana. Turut hadir anggota Banggar DPRD Kaltim, antara lain Syarifatul Sya’diah, Damayanti, Syahariah Mas’ud, Agus Suwandy, Muhammad Darlis Pattalongi, Sayid Muziburrachman, dan Firnadi Ikhsan.
Dari pihak eksekutif, Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim Sri Wahyuni selaku Ketua TAPD hadir bersama Kepala Bappeda Kaltim Yusliando dan jajaran TAPD lainnya.
Ekti Imanuel menjelaskan bahwa terdapat lima faktor utama yang mendorong perlunya perubahan APBD 2025, yakni perubahan asumsi makro ekonomi nasional yang memengaruhi proyeksi pendapatan dan belanja daerah. Penyesuaian target pendapatan daerah berdasarkan realisasi semester pertama dan alokasi dari pemerintah pusat.
Selain itu, revisi terhadap rencana penerimaan pembiayaan dari SiLPA APBD 2024 sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Pengakomodasian belanja strategis dan wajib, termasuk belanja yang bersifat mengikat, dan penyesuaian administratif kegiatan yang sebelumnya telah mengalami pergeseran anggaran.
“Penyesuaian ini merupakan respons terhadap dinamika ekonomi global, nasional, dan regional yang berdampak pada kebijakan fiskal pemerintah,” ujar Ekti.
Dalam rapat tersebut juga diungkapkan bahwa nilai APBD 2025 mengalami kenaikan dari Rp 21 triliun menjadi Rp 21,74 triliun. Kenaikan ini dipicu oleh SiLPA tahun 2024 sebesar Rp 2,59 triliun serta penundaan belanja hasil pajak ke kabupaten/kota sebesar Rp 623,88 miliar.
Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud menyoroti adanya penyertaan modal kepada beberapa perusahaan yang belum dibahas secara menyeluruh di komisi, namun telah masuk dalam pembahasan sebelumnya.
“Penyertaan modal ini seharusnya mengikuti mekanisme yang berlaku. Kita perlu meninjau kembali, termasuk penyertaan modal ke MMP,” tegasnya.
Hasanuddin menambahkan bahwa pelaksanaan penyertaan modal biasanya dilakukan dalam anggaran tahun berikutnya, meski telah dibahas dalam perubahan anggaran. (hms8)