SAMARINDA. Panitia Khusus (Pansus) Investigasi Pertambangan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satui Pintu (DPMPTSP) Kaltim, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim, Dinas Perhubungan Kaltim, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda dan PT. Fajar Sakti Prima (FSP), Kamis (23/2).
Pertemuan tersebut dalam rangka konsultasi dan verifikasi data terkait perizinan pengerukan pasir di alur sungai Mahakam.
Memimpin rapat, Wakil Ketua Pansus Muhammad Udin didampingi Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji dan anggota pansus yakni Amiruddin, Mimi Meriami Br Pane dan Sutomo Jabir.
Muhammad Udin menjelaskan bahwa RDP ini membahas soal pengerukan yang dilakukan oleh PT FSP yang berada di Kecamatan Muara Pahu Kabupaten Kutai Barat. Dan pada dasarnya pansus ingin meminta penjelasan terkait dokumen-dokumen yang dimiliki oleh perusahaan dalam hal ini PT FSP dan pansus juga ingin menilai apakah ini ada wewenang daripada pemerintah provinsi.
“Pansus ingin mengetahui apakah kegiatan tersebut masuk dalam galian C atau tidak, setelah kami tanyakan, perusahaan tersebut memiliki UKL UPL, namun dokumen keseluruhan belum kami pegang semua.
Nanti akan kami evaluasi, dan mereka juga membayar pajak kepada daerah Kutai Barat sesuai dengan yang mereka gunakan untuk pasirnya,” ujar Muhammad Udin.
Penggunaan pasir tersebut, lanjut Udin, pertama untuk pembersihan alur, dan kedua yaitu penggunaan untuk perusahaan mereka. Dalam UKL UPL itu besarnya jumlah material berkisar 490.000, namun yang menjadi pertanyaan, siapa yang mengawal dan mengontrol. Karena ketika jumlah itu melebihi 500.000 maka otomatis penanganannya adalah galian C atau perizinannya kepada pemerintah provinsi.
“Saat ini, perusahaan sudah memanfaatkan pasir kurang lebih 300.000, otomatis sisa 200.000 lagi jumlah yang harus mereka penuhi. Yang jadi pertanyaan lagi, sisanya kapan dan berapa lama waktunya, ini yang perlu kita tahu, makanya perlu dikaji. Tadi kami sepakat dengan KSOP Samarinda dan seluruh instansi terkait dalam waktu dekat akan melaksanakan peninjauan lokasi,” imbuhnya.
Menurutnya, pasti akan ada limbah air, dan apakah dibuang langsung atau ada penyaringnya. Dan perlu digaris bawahi bahwa area dermaga perusahaan tersebut adalah area rawa, maka otomatis perlu mekanisme atau kajian-kajian terkait dengan lingkungan.
“Masyarakat Muara Pahu banyak yang mengeluh karena berkurangnya tangkapan ikan yang mereka dapat, dan masyarakat yakin bahwa ini akibat ulah perusahaan. Akan tetapi kita tidak bisa menuduh sebelum ada pembuktian di lapangan. Karena informasi dari perusahaan, mereka memberi kaporit dan lainnya sesuai lingkungan sebelum membuang ke aliran sungai. Perlu digaris bawahi bahwa sungai Mahakam ini tidak seperti yang ada di laut, kalau di laut ada peta air pasang surut, tapi kalau di sungai tidak ada, kalau debit hujan tinggi maka lumpur yang tadi mengendap, otomatis terbawa ke sungai, nah ini yang perlu kita lakukan kajian,” bebernya.
Politikus partai Golkar ini mengatakan bahwa pansus akan kelapangan tapi menunggu dokumen dari perusahaan dulu.
“Kemungkinan akan kita jadwalkan pada awal Maret setelah kami melihat dokumen secara keseluruhan, apakah ini dalam ranah kabupaten atau ranah provinsi. Karena pegangan mereka ada surat dari Kementerian Perhubungan dan Kelautan yang mana pengawasannya adalah KSOP,” pungkasnya. (adv/hms8)
Pertemuan tersebut dalam rangka konsultasi dan verifikasi data terkait perizinan pengerukan pasir di alur sungai Mahakam.
Memimpin rapat, Wakil Ketua Pansus Muhammad Udin didampingi Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji dan anggota pansus yakni Amiruddin, Mimi Meriami Br Pane dan Sutomo Jabir.
Muhammad Udin menjelaskan bahwa RDP ini membahas soal pengerukan yang dilakukan oleh PT FSP yang berada di Kecamatan Muara Pahu Kabupaten Kutai Barat. Dan pada dasarnya pansus ingin meminta penjelasan terkait dokumen-dokumen yang dimiliki oleh perusahaan dalam hal ini PT FSP dan pansus juga ingin menilai apakah ini ada wewenang daripada pemerintah provinsi.
“Pansus ingin mengetahui apakah kegiatan tersebut masuk dalam galian C atau tidak, setelah kami tanyakan, perusahaan tersebut memiliki UKL UPL, namun dokumen keseluruhan belum kami pegang semua.
Nanti akan kami evaluasi, dan mereka juga membayar pajak kepada daerah Kutai Barat sesuai dengan yang mereka gunakan untuk pasirnya,” ujar Muhammad Udin.
Penggunaan pasir tersebut, lanjut Udin, pertama untuk pembersihan alur, dan kedua yaitu penggunaan untuk perusahaan mereka. Dalam UKL UPL itu besarnya jumlah material berkisar 490.000, namun yang menjadi pertanyaan, siapa yang mengawal dan mengontrol. Karena ketika jumlah itu melebihi 500.000 maka otomatis penanganannya adalah galian C atau perizinannya kepada pemerintah provinsi.
“Saat ini, perusahaan sudah memanfaatkan pasir kurang lebih 300.000, otomatis sisa 200.000 lagi jumlah yang harus mereka penuhi. Yang jadi pertanyaan lagi, sisanya kapan dan berapa lama waktunya, ini yang perlu kita tahu, makanya perlu dikaji. Tadi kami sepakat dengan KSOP Samarinda dan seluruh instansi terkait dalam waktu dekat akan melaksanakan peninjauan lokasi,” imbuhnya.
Menurutnya, pasti akan ada limbah air, dan apakah dibuang langsung atau ada penyaringnya. Dan perlu digaris bawahi bahwa area dermaga perusahaan tersebut adalah area rawa, maka otomatis perlu mekanisme atau kajian-kajian terkait dengan lingkungan.
“Masyarakat Muara Pahu banyak yang mengeluh karena berkurangnya tangkapan ikan yang mereka dapat, dan masyarakat yakin bahwa ini akibat ulah perusahaan. Akan tetapi kita tidak bisa menuduh sebelum ada pembuktian di lapangan. Karena informasi dari perusahaan, mereka memberi kaporit dan lainnya sesuai lingkungan sebelum membuang ke aliran sungai. Perlu digaris bawahi bahwa sungai Mahakam ini tidak seperti yang ada di laut, kalau di laut ada peta air pasang surut, tapi kalau di sungai tidak ada, kalau debit hujan tinggi maka lumpur yang tadi mengendap, otomatis terbawa ke sungai, nah ini yang perlu kita lakukan kajian,” bebernya.
Politikus partai Golkar ini mengatakan bahwa pansus akan kelapangan tapi menunggu dokumen dari perusahaan dulu.
“Kemungkinan akan kita jadwalkan pada awal Maret setelah kami melihat dokumen secara keseluruhan, apakah ini dalam ranah kabupaten atau ranah provinsi. Karena pegangan mereka ada surat dari Kementerian Perhubungan dan Kelautan yang mana pengawasannya adalah KSOP,” pungkasnya. (adv/hms8)