Anggota DPRD Kaltim Soroti Sekolah Garuda: Jangan Besar di Judul, Kecil di Dampak

Jumat, 4 Juli 2025 25
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan
SAMARINDA. Program Sekolah Garuda yang diusung pemerintah pusat kembali mendapat sorotan. Kali ini datang dari Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan. Ia menilai, program ini tak boleh berhenti di level pencitraan. “Ini bukan soal pendidikan elitis. Ini soal ekosistem. Tentang masa depan anak-anak kita yang harus siap bersaing di level global,” kata Agusriansyah.

Pernyataan ini disampaikan Agusriansyah usai kunjungan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, ke SMAN 10 Samarinda. Sekolah tersebut ditunjuk sebagai salah satu dari 12 sekolah pionir Sekolah Garuda 2025. Kursus online terbaik Ia mengapresiasi langkah strategis pemerintah pusat. Namun, ia menekankan pentingnya regulasi yang kuat dan indikator yang jelas. “Sekolah Garuda harus jadi jalan keadilan pendidikan. Berakar dari Pancasila, tapi bercita rasa global,” ucap politisi PKS itu.

Menurutnya, untuk menciptakan sistem pendidikan yang sehat dan berkelanjutan, negara tak bisa jalan tanpa pijakan hukum. Ia mendorong agar pemerintah segera menyusun regulasi khusus yang mengatur penyelenggaraan Sekolah Garuda, bahkan jika perlu dalam bentuk undang-undang. “Kalau bicara ekosistem, artinya bicara jangka panjang. Jangan sampai programnya putus di satu periode,” tegasnya.Kursus online terbaik

Agusriansyah juga mendorong agar kebijakan ini bisa diturunkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Dengan begitu, dukungan dari pemerintah daerah, orang tua, hingga sektor swasta bisa lebih terlibat. “Kalau cuma di pusat, susah bergerak. Tapi kalau bisa dijabarkan ke Perda, semua pemangku kepentingan bisa jalan bareng,” jelasnya.

Ia mengingatkan agar pelaksanaan program tidak terjebak pada simbol atau politisasi. Keberhasilan Sekolah Garuda harus bisa diukur lewat mutu pendidikan, akses yang merata, dan keterlibatan semua pihak. “Jangan sampai besar di judul, tapi kecil di dampak. Kita sedang siapkan generasi masa depan. Harus serius,” tutupnya.
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)